Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hanai Kobayashi, Pemilik “Sarasa Tegel”

Menjadi Indonesia dengan Tegel

Foto : koran jakarta/eko s putra
A   A   A   Pengaturan Font

Hana, perempuan kelahiran Kyoto Jepang, 11 November 1976, merintis usaha ubin lantai atau tegel merek Sarasa dan mewujudkan kecintaannya pada Indonesia melalui desain berornamen Nusantara.

Hanai Kobayashi, yang kerap disapa Hana, pada pertengahan tahun 2000 pergi ke Indonesia untuk belajar gamelan di Institute Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Takdir membawanya bertemu Heru Suprihantono, warga Yogyakarta, seorang pemuda yang mencintai batik. Kecintaan pada kebudayaan Indonesia membuat mereka berdua cocok satu-sama lain dan memutuskan untuk menikah pada 2009.

Tak terlintas sedikit pun bagi mereka berdua untuk memulai bisnis tegel atau ubin semen. Seusai menikah, kebutuhan pasangan ini hanyalah untuk terus bisa eksis di Jogja. Satu-satunya tambatan rezeki hanya dari usaha membatik Heru. Namun, karena kini harus menghidupi Hana, penghasilan dari batik ternyata tak cukup.

"Untuk membuat satu lembar batik perlu tiga bulan. Karena suami saya, Heru, tidak mau bikin batik yang asal-asalan. Maunya yang halus, sedangkan cari pembatik yang bagus di Jogya itu susah, nggak seperti yang dibayangkan orang ya," kata Hana di Bantul, DIY, beberapa waktu lalu.

Mereka ingin hidup dari melakukan pekerjaan yang mereka cintai, yakni tak jauh-jauh dari kebudayaan Indonesia. Tapi sepertinya mereka tak jodoh dengan batik. Hingga suatu hari, Heru membaca sebuah majalah dan mendapati ulasan panjang tentang tegel bermotif batik.

Petualangan dengan tegel dimulai dari YouTube dan Google. Sebab, tak sekalipun Heru maupun Hana pernah berurusan dengan pembuatan tegel. Dan harus diingat, konten di YouTube tahun-tahun itu belumlah seperti sekarang, alias masih sangat terbatas.

"Jadi kami menonton YouTube orang-orang kuba dan Amerika tentang cara pembuatan tegel motif, langsung dicoba sampai berbulan- bulan masih saja gagal," terang Hana.

Komposisi dan Air

Tegel semen masuk ke Indonesia melalui kolonialisme dan pabrik tegel pertama di Yogya adalah tegel kunci. Sehingga tegel semen bermotif sering kali disebut sebagai tegel kunci, seperti orang Jawa menyebut odol untuk menyebut pasta gigi karena odol adalah merek pertama pasta gigi pertama yang masuk ke Indonesia.

Merek tegel milik Hanai Kobayashi dan Heru Suprihantono bernama Sarasa. Kata itu diambil dari bahasa Jepang yang artinya kain yang digambar motif secara manual atau yang di Indonesia disebut sebagai batik. Kini, Tegel Sarasa sudah punya dua pabrik yang berada di Kasihan dan Kasongan Bantul. Pabrik di Kasihan memiliki 12 tukang, sedangkan pabrik di Kasongan memiliki empat tukang. Total, ke-16 tukang itu bisa memproduksi tegel secara manual sejumlah 1.000-an tegel per hari, tergantung kerumitan motif pesanan.

"Pengerjaannya manual semua dan harus sabar. Tidak terbayang bisa seperti sekarang, karena dasarnya suka saja dan bisa bertahan hidup di Jogja dengan melakukan yang kita sukai, tidak membayangkan bisnis atau apa," kata Hana.

Bertemu dengan ahli hidrolis, menjadi perjumpaan yang mengubah segala kesusahan Hana dan Heru dalam membuat tegel semen motif. Pertama adalah mesin pres berkapasitas tekan minimal satu ton seharga delapan juta rupiah. Sebab, tekanan manual untuk menekan cetakan tegel tak akan lebih dari 100 kg berat tekan. Dan yang kedua adalah komposisi air dan perlakuan pada air.

Dengan mata berbinar dan banyak tersenyum mengenang masa awal merintis Tegel Sarasa, Hana menjelaskan proses produksi tegelnya. Bahan utamanya adalah semen, pigmen warna, mint, dan pasir.

Bahan-bahan itu dibuat menjadi bubur yang dituangkan ke cetakan sebagai lapisan pertama. Lapisan kedua terdiri dari campuran semen dan bahan khusus alias rahasia. Baru lapisan dasar yang terdiri dari banyak semen diberi tekanan dengan mesin pres.

"Dan kata kuncinya adalah komposisi air dan bagaimana memperlakukan airnya. Kalau tidak tepat, ya tidak jadi, meleleh seperti bubur atau terlalu keras," jelasnya.

Kesuksesan pertama membuat tegel motif menjadikan sang ahli hidrolis sebagai pemesan pertama produksi Sarasa Tegel. Setelah itu, tidak mudah mendapatkan order pembuatan tegel. Stok yang ada pun tidak mudah menjualnya. Namun, Hana dan Heru begitu menyukai apa yang mereka mulai ini. Tegel motif mereka percaya sebagai ruang yang mempertemukan usaha untuk bertahan hidup sekaligus mengekspresikan kecintaan pada kesenian Nusantara dan semua hal yang berbau antik.

"Kami sama-sama suka hal-hal antiknya Indonesia. Jadi, tegel ini seperti cara saya untuk menjadi Indonesia sepenuhnya. Joglo, galeman, batik, semua ketemu di tegel ini," kata Hana.

Kesabaran dan kecintaan pada yang dikerjakan membawa pada momen baik lima tahunan yang lalu saat permintaan pada tegel motif batik meningkat pesat. Dan kebanyakan pemesan ternyata justru orang luar Jogja, yakni dari Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya, dan Bali. Harga yang jauh di atas lantai keramik memang membuat segmen pasar tegel motif relatif terbatas. Untuk tegel warna polos berukuran 20 x 20 harganya tujuh ribuan rupiah per buah. Artinya, untuk satu meter persegi yang butuh 25 buah, harga per meter mencapai 175 ribuan rupiah.

Harga itu sudah setara granit kualitas biasa. Sedangkan harga untuk yang motif sekitar dua kali lipat dan motif timbul tiga kali lipatnya. "Memang lumayan mahal, tapi keindahan hasilnya saat jadi lantai akan sepadan," kata Hana.

Selain motif-motif batik seperti parang rusak dan kawung, konsumen juga menyukai motif flora dan fauna. eko s putra/AR-2

BIODATA

Nama: Hanai Kobayashi
Tempat, Tanggal Lahir : Kyoto, Jepang, 11 November 1976
Merek Dagang : Sarasa Tegel

Komentar

Komentar
()

Top