Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

"Mengubur" yang Negatif

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh P Erni Damayanti

Paskah berarti kebangkitan. Dengan demikian, umat merayakan paskah berarti bergembira karena kebangkitan Yesus dari mati. Namun sebelum sampai ke Minggu Paskah, Yesus harus melalui jalan terjal dan mematikan. Dia harus mati pada hari Jumat Agung. Kematian pada hari Jumat Agung ini penting karena hanya dengan memasuki kematian, Yesus mengalahkan kegelapan.

Sebelum Jumat Agung, Hari Kamis Putih, hari ini, Yesus mengalami sakratul maut. Dia ngeri membayangkan kejadian yang akan dialami besok, pada Hari Jumat Agung: penyiksaan, pencemoohan, dipaku, dan akhirnya harus disalibkan. Dia mati disalib. Namun pada Kamis Putih ini Yesus memberi warisan kepada para murid: hukum cinta kasih.

"Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu," (Yoh 13:13-14). Ini adalah contoh kerendahan hati seorang pemimpin. Yesus sebagai pemimpin mau dan rela membasuk kaki para rasul yang ketika itu mungkin saja tidak berkasut, sehingga sangat kotor. Namun Yesus tidak takut-takut untuk membasuk kaki mereka. Pemimpin harus memberi teladan, memberi contoh melayani.

"Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang," Markus 10:45. Rasul Paulus mengatakan bahwa Yesus harus menderita dan bangkit dari antara orang mati (Kis 17:3). Itulah yang harus dilalui Yesus pada Jumat Agung.

Dia dipermalukan dan dibunuh orang-orang yang ditebus-Nya. Namun memang harus demikian jalan penebusan. Tidak ada kematian tidak ada kebangkitan. Artinya tidak ada penebusan. Maka dengan adanya Jumat Agung, ada yang mati. untuk itu akan ada yang bangkit pada Hari Paskah.

Meski begitu, isu kebangkitan waktu itu tidak begitu saja diterima seluruh masyarakat. Orang Saduki tidak percaya kebangkitan. Hal itu terlihat dari surat Santo Paulus. "Jika Kristus yang sedang diberitakan bahwa Ia telah dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin beberapa orang di antara kamu mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Jika memang tidak ada kebangkitan orang mati, Kristus juga tidak dibangkitkan," (I Kor 15:12-13). Kata kebangkitan sendiri berasal dari Bahasa Yunani anastasis. Maknanya, manusia yang telah mati hidup lagi dengan kondisi sama seperti sebelum mati.

Bahkan di antara murid Yesus sendiri, anggota keduabelasan, juga ada yang sempat tidak percaya. Santo Thomas, satu dari dua belas murid Yesus, sempat meragukan keterangan teman-teman alias rasul lain yang menceritakan telah melihat Yesus.

Dia juga tak percaya keterangan para wanita yang telah melihat kubur Yesus yang kosong. Kata Thomas, "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya" (Matius 20:25).

Yesus sendiri akhirnya yang harus 'turun tangan' meyakinkan Thomas karena teman-temannya tidak berhasil. Yesus mempersilakan Thomas melakukan keinginannya untuk mencucukkan jari ke bekas paku dan tangannya ke lambung Yesus. Setelah itu Yesus hanya berkata, "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engakau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Tomas menjawab Dia, "Ya Tuhanku dan Allahku." Suatu pengakuan Tomas yang jujur dan ini meneguhkannya sampai akhir hidupnya, yang dipercaya sampai ke India untuk memberitakan Injil.

Karena kebangkitan Yesus, maka semua orang mati akan dibangkitkan. Inilah makna terpenting kebangkitan Yesus bahwa buahnya akan membuat semua orang dibangkitkan untuk hidup kekal. Kebangkitan Yesus membuahkan hidup kekal. Tanpa kebangkitan Yesus tak ada kehidupan kekal. Seluruh karya keselamatan sia-sia, andai Yesus tidak bangkit.

Dibayar

Namun, sebelum sampai ke Minggu Paskah, umat harus mampu melalui kisah sengsara bersama Yesus untuk menderita dan "mati" pada Jumat Agung, besok. Ada harga yang harus dibayar, sebelum memperoleh anugerah kebangkitan.

Kemauan untuk "mati" bersama-Nya akan menentukan seseorang boleh memperoleh rahmat kebangkitan. Syaratnya, mengosongkan diri dari segala bentuk hidup negatif yang selama ini melekat dalam diri. Pertanyaannya, mau dan beranikah kita mengosongkan diri dengan meninggalkan cara hidup lama? Itulah praktik 'kematian' yang mesti dilakukan agar memperoleh rahmat kebangkitan. Tanpa itu, Paskah hanya tinggal sebuah upacara yang dilakukan setiap tahun, tidak ada makna sama sekali.

Hidup yang hanya berfokus pada diri sendiri akan menjadi kendala utama dalam mengosongkan diri. Maka, syarat lain yang harus dijalankan adalah kehendak kuat untuk mulai keluar dari ego. Mari mulai hidup dengan fokus ke orang lain lewat membantu kekurangan sesama, berbagi dengan orang miskin, berbelarasa, dan tentu saja mengasihi sesama.

Dengan fokus ke sesama, kita menjadi alter Christus. Sebab yang kita lakukan bagi orang tersingkir, miskin, dan tidak dianggap, itu kita lakukan untuk Dia Yang bangkit di Hari Paskah. Bangkit berarti meninggalkan kubur, tempat segala kejahatan dan kenegatifan hidup ditinggalkan, untuk menyambut cahaya baru, model hirup baru yang penuh cinta bagi sesama.

Penulis Aktivis Gereja

Komentar

Komentar
()

Top