Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinanti Sandoong

Mengubah Takdir Ki Hajar Dewantara

Foto : KORAN JAKARTA/Eko S Putro

Sinden tengah membacakan Kinantie Sandoong ciptaan KGPAA Mangkunagoro IV, pada milad ke-104 Ki Hadjar Dewantara. Kinantie Sandoong, menurut Ki Hadjar, mampu mengubah takdirnya.

A   A   A   Pengaturan Font

Saat pidato mempertahankan disertasinya yang juga dihadiri Presiden Soekarno dan President Universitas Negeri Gadjah Mada Prof Dr Sardjito pada 19 Desember 1956, Ki Hajar Dewantara (KHD) menyebut istrinya, Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantara sebagai orang yang membentuk dirinya menjadi seorang yang berarti bagi bangsanya.

"Tanpa Nyi Hajar saya hanya akan jadi orang biasa yang tak punya peran apa-apa bagi bangsa ini," demikian kata Ki Hajar seperti diceritakan Anggota Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Ki Priyo Dwiarso, di Pendapa Agung Tamansiswa Yogya, saat memberi pengantar bagi peringatan Kinanti Sandoong, Rabu (6/9).

Jauh sebelum itu, pada 19 Juli 1913 KHD menulis artikel berjudul "Als Ik Eens Nederlander Was !" atau Andaikan Aku Seorang Belanda! yang berisi penolakannya terhadap kebijakan merayakan Hari Kemerdekaan Negeri Belanda yang ke-100 tahun. Artikel tersebut membuat KHD, Tjipto Mangunkusumo, dan Dowes Dekker dibuang ke Belanda. Ketiganya kelak dikenal sebagai Tiga Serangkai, pelopor nasionalisme Indonesia karena kiprahnya mendirikan National Indische Partij pada 25 Desember 1912 yang merupakan partai politik pertama di Hindia Belanda.

Kabar penangkapan Tiga Serangkai dan rencana pembuangannya sampai ke telinga Nyi Hajar saat ia belum menikah dengan KHD. Kepada beberapa saudara yang mengkhawatirkan kisah cinta keduanya, Nyi Hajar justru berucap,"kabar itu tak pernah menakutkanku, justru kuterima dengan penuh kebanggaan sebagai anak turun brandal Diponegoro." Ya, Nyi Hajar adalah canggah atau keturunan kelima Pangeran Diponegoro.

Dalam suasana terburu-buru setelah Tiga Serangkai merasakan sebulan dalam dinginnya lantai penjara sebelum berangkat ke Belanda, KHD menikahi Nyi Hajar di akhir Agustus. Dengan bantuan Mas Marco Kartodikromo yang menghimpun dana dari masyarakat, ketiga istri Tiga Serangkai bisa mengikuti suami-suami mereka.

Pada 6 September 1913, tepat 104 tahun lalu, kapal mereka meluncur ke Den Haag Belanda. Pada 14 September, Nyi Hajar berulangtahun ke-23, di atas kapal KHD memberi hadiah sebuah gubahan dari tembang karya KGPAA Mangkunagoro IV, berjudul Kinanti Sandoong.

"Ki Hajar adalah orang yang darahnya bergejolak. Tapi di kemudian hari, Kinanti Sandoong yang beliau tembangkan di atas kapal itu mengubah takdirnya tanpa beliau sadari sebelumnya," kata Ki Priyo. YK/R-1

Reformasi Pendidikan di Eropa

Keberuntungan terbesar dalam pengasingan KHD di Belanda adalah pada saat itu Eropa sedang guncang dengan gerakan reformasi pendidikan. Tokoh-tokoh besar pendidikan Eropa seperti Maria Montessory dan Rudolf Steiner bermunculan. Dan Ki Hajar yang mengakses langsung diskusi pendidikan dan politik di Eropa belum memahami apa yang akan menjadi takdirnya kelak sebagai salah satu peletak dasar pendidikan modern di Indonesia.

Sebaliknya, Nyi Hajar yang membantu perekonomian keluarga mereka dengan menjadi pengajar di Kindergarten Frobel School, Weimar mendapat kesadaran besar arti pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa mereka. Frobel School adalah salah satu sekolah hasil reformasi pendidikan Eropa yang menekankan minat dan bakat anak didik sebagai basis pengajarannya, dan ini berurat pada semangat kemerdekaan individu.

Atas dorongan istrinya, KHD juga menempuh pendidikan tinggi bidang pendidikan di Belanda dan berhasil mendapat akta tinggi sebagai guru di seluruh Eropa. Nyi Hajar meminta KHD untuk berjanji mengalihkan perjuangannya dari politik ke pendidikan.

"Tapi dasar darahnya bergejolak, sepulang dari Belanda KHD pada 6 September 1919, masih terus beraktivitas politik hingga dipenjara di Pekalongan dan Semarang," kata Ki Priyo.

Akhirnya dengan bantuan Kyai Ahmad Dahlan, Nyi Hajar berhasil membujuk suaminya untuk fokus pada bidang pendidikan hingga berdirilah Taman Siswa pada 1922 di Yogyakarta. Taman adalah sebuah tempat bermain di mana seni budaya dipakai sebagai basis utama pendidikan karakter dimana semuanya berkembang melalui Kinanti Sandoong yang kelak melahirkan konsep babon Sariswara yang menjadi ciri khas dan keunggulan Taman Siswa. YK/R-1

Lahirnya Sari Swara

Sebagai cucu dari Pakualam III dengan garis keturunan Sunan Kalijaga, KHD adalah ahli karawitan, tembang, dan gending Jawa. Tapi meski tidak tamat Stovia (sekolah kedokteran Belanda), KHD menyerap ilmu barat dan musikalitasnya terus tumbuh, juga dalam tradisi barat yang membuatnya menjadi ahli not balok dan bermain piano.

Saat di pembuangannya di Belanda, di depan ratusan hadirin Kongres Pendidikan Kolonial pertama di Eropa pada 1916, Ki Hajar mempertontonkan Kinanti Sandoong yang ia tulis dalam nada diatonic not balok yang liriknya dinyanyikan N. Roelofswaard dengan iringan piano C. Kleute yang keduanya adalah noni Belanda, mahasiswa Koninklyke Conservatorium.

Itulah kali pertama tembang Jawa dipertunjukkan di panggung Eropa dan mengundang decak kagum hadirin Eropa karena nada dasar pelog gamelan yang dimainkan piano ternyata melahirkan suara yang sangat khas dan baru.

Saat Taman Siswa berdiri, KHD menjadikan pengalaman memainkan Kinanti Sandoong dengan piano itu menjadi buku konsep pendidikan Sari Swara, yang berisi bagaimana mengubah nada gamelan (pentatonik) menjadi nada balok (diatonik). Penggubahan ini memiliki tujuan agar notasi gamelan dapat dimainkan dengan instrumen musik diatonik seperti piano.

"Dari penjualan royalty buku Sari Swara inilah tanah Ndalem Tanam Siswa ini dibeli dan Taman Siswa memiliki tanah sendiri setelah sebelumnya hanya numpang di Pakualaman Ground," kata Ki Priyo.

Sari Swara selain memuat teknis perubahan nada juga mengungkap pentingnya 3 unsur utama tarian Jawa yakni Wiraga (fisik), Wirasa (rasa), Wirama (irama) sebagai metoda pendidikan. Pendidikan Sari Swara dan Tembang Dolanan Anak, menjadi 2 konsep dasar pendidikan karakter yang hanya ditemukan di Taman Siswa dan menjadi satu-satunya yang ada dunia. Konon, konsep pendidikan Finlandia banyak belajar dari Taman Siswa.

Kinanti Sandoong dengan caranya yang berliku mengubah KHD dari aktivis politik yang bengal menjadi pahlawan dan pelopor pendidikan modern Tanah Air yang mengedepankan harmoni dan olah rasa.

Pada Rabu (6/9) malam di Pendapa Agung Taman Siswa, Kinanti Sandoong dimainkan dalam 3 komposisi. Yang pertama dibawakan seorang penari Jawa sekaligus menyanyikan lirik Kinanti Sandoong dengan iringan Gender. Kedua, resital piano. Dan ketiga, dibawakan dalam paduan suara mahasiswa Gita Swara Dewantyara Universitas Taman Siswa.

Pada malam itu juga diadakan penggalangan dana untuk merestorasi piano KHD yang membutuhkan biaya 12 juta rupiah. YK/R-1

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top