Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengenal Santri, Kiai, dan Pesantren

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Peradaban Sarung

Penulis : Ach Dhofir Zuhry

Penerbit : Quanta

Cetakan : 2018

Tebal : 255 halaman

ISBN : 978-602-04-7705-3

Baru-baru ini, Presiden Jokowi mencanangkan pemakaian sarung dalam satu hari tertentu sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan budaya. Namun, buku ini tidak membahas tentang esensi sepotong kain tersebut. Buku berisi kumpulan esai yang menyuguhkan serta memperkenalkan khazanah pesantren sebagai mercusuar ilmu dan peradaban.

Pesantren tempat menimba ilmu para santri yang konsisten mengenakan sarung dalam keseharian. Kegundahan penulis yang notabene adalah seorang santri (kini pengasuh beberapa pesantren) akan anggapan banyak pihak yang masih meremehkan pesantren menjadi pemicu kehadian buku ini. Meski sekarang banyak pesantren tampil lebih modern, masih banyak yang mencibirnya sebagai lembaga yang kumuh, kampungan, kurikulum yang tidak jelas. Kaum sarungan, terutama penghuni pesantren klasik pun tersisih.

Buku ini mengupas tuntas peran santri, kiai, dan pesantren dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Pesantren merupakan jawaban atas krisis rohani yang sedang marak karena ajarannya disangga trilogi santri. Pertama, santri harus memperhatikan kewajiban personal. Kedua, mawas diri dengan menjauhi dosa. Ketiga, berbudi luhur kepada (halaman 41).

Karisma kiai sebagai pengasuh pesantren sangat dijunjung tinggi karena merupakan berpengetahuan luas sehingga dapat dijadikan tempat minta nasihat. Dia juga berasal dari kalangan terpelajar dan mewarisi tradisi pesantren. Tak jarang, banyak kiai menjadi tokoh elite di bidang ekonomi (halaman 70).

Pesantren ada di garda depan dalam mencerahkan spiritualitas kalangan menengah ke bawah. Sebagai kawah candradimuka kaum sarungan yang nota bene generasi muda dalam rangka meluruskan ego dan menumbuhkan motivasi positif, santri sejak dini diajarkan untuk menghormati orang lain, meski berbeda keyakinan.

Tak bisa dimungkiri, pesantren menjadi pelopor toleransi dalam negara yang multikultural ini karena perbedaan adalah rahmat. Lembaga ini telah berhasil mendidik dengan cara memanusiakan manusia. Pendidikan tidak dengan cara menghakimi. "Sebelum belajar tentang Tuhan dan agama, terlebih dulu belajarlah tentang manusia, sehingga jika suatu saat nanti membela Tuhan dan agama, tidak lupa bahwa Anda adalah manusia," (Ach. Dhofir Zuhry)

Satu lagi yang patut dicermati, ada anggapan pesantren layaknya matahari dalam sistem tata surya kehidupan bernegara yang tak pernah redup. Hal lain yang menonjol dalam pesantren, adanya pembiasaan sikap disiplin, serta budaya antre. Buku juga menyisipkan pesan kiai untuk para kaum sarungan.

"Jika orang-orang di luar mengusir pengetahuanmu, menghardik perjuanganmu, dan menjadikanmu gelandangan di penjuru bumi, yakinlah bahwa Tuhan adalah tuan rumah yang akan menampung dan menyelamatkan kesunyianmu" (halaman 214). Santri harus mampu mengubah peradaban umat manusia. Buku ini akan mengubah cara pandang terhadap dunia pesantren serta kaum sarungan. Buku menyajikan dengan gaya bahasa sedikit nyeleneh, tetapi tidak vulgar.

Diresensi Sri Minarti, meminati masalah sosial

Komentar

Komentar
()

Top