Mengapa Swiss Memilih Jadi Negara Netral?
Swiss memilih untuk menjadi negara netral yang tak ingin terlibat dalam konflik internasional karena latar belakang awal negara ini yang justru seringnya dilanda pergolakan dan konflik internal.
Swiss pernah menjadi negara miskin yang tidak memiliki akses ke laut dan terkenal dengan tentara bayarannya karena tanahnya tidak cocok untuk pertanian. Melalui Kongres Wina di tahun 1815, Swiss telah menandatangani perjanjian untuk tak terlibat dalam konflik internasional.
Meski kenetralitasan ini sempat dipertanyakan dengan adanya peristiwa Grimm-Hoffmann pada tahun 1917, Swiss menegaskan kebijakan ini dengan bergabung bersama Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada 1920 dan Dewan Eropa pada 1963.
Swiss terkenal dengan posisi netralnya dalam urusan internasional seperti halnya perbankan, politik, dan ketika peperangan. Di Eropa, Swiss dan Swedia berada di garis depan negara netral dengan masa jabatan terlama.
Dalam istilah modern, kedua negara muncul sebagai negara netral setelah Perang Napoleon pada tahun 1814-1815. Namun, Swedia yang tadinya netral secara bertahap bergabung dengan organisasi internasional dan menjadi anggota NATO pada Maret 2024.
Di sisi lain, Swiss baru bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2002 di tengah perdebatan sengit dan sejauh ini menolak segala upaya untuk bergabung dengan lembaga seperti Uni Eropa atau NATO. Namun, apa sejarah di balik kenetralan Swiss yang bertahan lama?
Menurut Dale Pappas, seorang doktor di bidang sejarah Eropa modern mengungkapkan sebenarnya Swiss tidak selalu netral. Faktanya, Konfederasi Swiss Lama dianggap sebagai salah satu negara yang paling suka berperang di Eropa modern awal.
Menurut Douglas Miller dan Gerry Embleton, keberhasilan militer mereka bahkan dikagumi banyak orang termasuk oleh filsuf Renaisans Italia, Niccolò Machiavelli. Ia menjuluki negara Swiss sebagai "Bangsa Romawi Baru".
Namun, Swiss tidak ditakdirkan untuk membangun Kekaisaran Romawi baru. Misalnya, Pertempuran Marignano tahun 1515 merusak mistik militer Swiss. Karena pertempuran ini, Swiss memperluas wilayah mereka ke beberapa wilayah di Italia utara. Namun, pertempuran berdarah yang terjadi di luar Milan itu berakhir dengan kemenangan Prancis-Venesia atas Swiss.
Setelah pertempuran itu, Konfederasi Swiss menganut netralitas. Perdamaian Westphalia tahun 1648, yang menandai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun yang menghancurkan, secara resmi mengakui netralitas Swiss.
Meskipun Konfederasi bersikap netral dalam konflik internasional, hal ini tidak menghentikan Swiss untuk berperang. Misalnya, banyak warga Swiss yang terus mengejar karier militer baik secara individu di angkatan bersenjata asing atau sebagai bagian dari unit tentara bayaran yang dibeli oleh penguasa asing.
Misalnya, Garda Swiss Raja Prancis Louis XVI yang bernasib buruk selama Revolusi Prancis dan Garda Swiss Vatikan adalah dua contoh tentara Swiss paling terkenal dalam dinas luar negeri. Netralitas tidak dapat membendung gelombang Revolusi Prancis agar tidak mencapai Swiss. Bahkan, negara itu menjadi medan perang saat pasukan Republik Revolusi Prancis bertempur melawan lawan Austria dan Russia di seluruh Swiss pada akhir tahun 1790-an.
Kemenangan Jenderal Andre Massena atas gabungan pasukan Russia dan Austria di Zurich pada bulan September 1799 mengamankan pengaruh Prancis di Swiss. Prancis Revolusioner juga mengawasi pembentukan Republik Helvetik pada tahun 1798 dengan pendukung Swiss yang antusias.
Namun hal tersebut tidak menjamin dukungan Swiss untuk kepentingan Prancis. Faktanya, Napoleon percaya bahwa Swiss merupakan tantangan bagi kepentingan Prancis, terutama yang melibatkan akses ke Italia.
Seperti yang dicatat Andrew Roberts, Napoleon menulis pada bulan September 1802 bahwa pemerintah Swiss pro-Prancis yang baru harus dibentuk atau "tidak akan ada Swiss". Akibatnya, ia mengumumkan Undang-Undang Mediasi pada tahun 1803. Alexander Grab menjelaskan bahwa hal ini mengubah Swiss dengan menciptakan pemerintah pusat yang rapuh dan sembilan belas kanton.
Bulan berikutnya, pada bulan Oktober 1803, salah satu calon marsekal Napoleon, Michel Ney, memimpin pasukan melalui Swiss untuk memaksakan otoritas Prancis. Andrew Roberts mengatakan pasukan Ney dengan cepat menduduki Zurich dan menghancurkan pemberontakan di Bern.
Pada saat yang sama, Ney mengawasi pembentukan pemerintah pro-Prancis di ibu kota Swiss, Bern. Selain itu, Ney memeras sejumlah besar uang dari pemerintah untuk membayar operasi militer ini. Oleh karenanya meskipun Swiss secara resmi tetap netral, negara itu adalah negara satelit Prancis.
"Misalnya, Swiss menyediakan ribuan pasukan untuk pasukan Napoleon. Alexander Grab mengatakan bahwa 9.000 pasukan Swiss bertugas di pasukan Napoleon saja selama invasi Russia tahun 1812. Hanya sekitar 700 prajurit yang kembali dari Russia," tulis Pappas pada laman The Collector.
Pengakuan
Dukungan Swiss terhadap Napoleon berakhir setelah pertempuran Leipzig pada tahun 1813. Tahun berikutnya, Kanselir Austria Clemens von Metternich sangat marah karena Swiss memutuskan untuk bersikap netral daripada ikut berperang melawan Napoleon.
Berakhirnya Perang Napoleon pada tahun 1814-1815 membawa perubahan besar pada peta Eropa. Swiss mengalami perubahan teritorial dan politik yang cukup besar setelah Perang Napoleon. Perubahan ini ditetapkan selama Kongres Wina, yang diselenggarakan oleh apa yang disebut Kekuatan Besar yang telah mengalahkan Napoleon, yaitu Austria, Inggris, Prusia, dan Russia.
Pengakuan kenetralan Swiss merupakan salah satu dari banyak perkembangan yang muncul dari Kongres Wina yang diadakan pada 1815. Kekuatan Besar Eropa, yang mencakup Prancis pasca-Napoleon, mengakui kenetralan Swiss sebagian besar berkat upaya diplomatik Charles Pictet de Rochemont dari Jenewa. hay/I-1
Redaktur : Ilham Sudrajat
Komentar
()Muat lainnya