Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengadang Ancaman Konten Negatif di Era Digital

Foto : istimewa

» Agung Harsoyo, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, seusai menjadi salah satu nara sumber pada seminar nasional tentang upaya menghadapi konten negatif sosial media di era digital.

A   A   A   Pengaturan Font

Terungkapnya kelompok penyebar kebencian, Saracen, mengindikasikan perlunya langkah serius untuk memberantas konten negatif di ranah sosial media (medsos).

Maraknya berita bohong (hoax) maupun perundungan (bullying) di era medsos telah menjurus pada perpecahan dan integritas berbangsa dan bernegara. Padahal bila melihat produk hukum yang ada yaitu UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) No 19 Tahun 2016 sebagai perbaikan dari UU No 18 Tahun 2008, dengan jelas mengatur bagaimana cara menggunakan medsos dengan benar.

Kendati demikian, yang terjadi justru sebaliknya. Konten negatif belakangan malah subur di medsos. Bahkan wadah ini digadang-gadang menjadi ladangnya konten negatif yang berpotensi memicu perpecahan, oleh orang atau kelompok yang intoleran, seperti sindikat penyedia jasa konten kebencian Saracen, yang baru-baru ini diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri.

Komisioner BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) Agung Harsoyo, menjelaskan kelompok penyebar kebencian seperti Saracen berpotensi besar menjadi bisnis potensial ke depan, bagi orang atau kelompok yang intoleran.

"Permintaannya sangat besar, dan bentuknya tidak hanya kelompok. Perorangan juga bisa. Saya meyakini masih banyak saracen lain, datanya pun sudah ada. Karena gampangnya di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dibawah Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) setiap hari memantau hal ini. Jadi ada kata-kata tertentu yang kita akan soroti, dan ini di database-kan Kemenkominfo," terang Agung, kepada Koran Jakarta di sela acara seminar 'Industri Telekomunikasi dan OTT Harus Berkontribusi Tegakkan Etika Ber-Media Sosial' yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF), di Jakarta belum lama ini.

Pada 2015, Kemenkominfo telah memblokir 4.284 situs. Terdapat 11 kategori situs negatif, yaitu Pornografi, SARA, Penipuan, Radikalisme, Kekerasan dan lain sebagainya.

Tolak ukur pesebaran konten negatif ini sukses, tidak terlepas dari andil masyarakat, yang dengan mudahnya menyebarkan atau bahkan termakan hasutan negatif tersebut. "Sebagian besar masyarakat tidak cukup kritis dalam menerima informasi. Mereka mudah dikelabui dengan berita hoax atau yang menyerempet isu kebencian bernada SARA," ungkap Agung.

Dan karena faktor ini pula yang menjadikan bisnis konten hoax, ujaran kebencian bernada SARA kian digandurungi segelintiran orang.

Mencari Solusi

Medsos ibarat pedang bermata dua karena bermanfaat bagi penggunanya, tapi dapat pula digunakan untuk menyebarkan hal-hal negatif. Dalam seminar yang diselengarakan ITF, Agung mengungkapkan, pemerintah bakal membatasi kepemilikan nomor seluler masyarakat, ini karena konten-konten negatif saat ini banyak diakses melalui telepon seluler.

"Permenkominfo No 12 Tahun 2017 saat ini tinggal menunggu pengesahan, sudah ada di meja Menteri (Rudiantara)," ujar Agung. Melalui aturan ini nantinya perorangan hanya boleh memiliki tiga nomor seluler di tiap operator seluler.

Di tempat yang sama, Group Head of Communication of Indosat Ooredoo, Deva mengatakan, untuk mencegah konten negatif semakin marak, pihaknya terus melakukan pendidikan literasi digital ke komunitas dan sekolah dalam program bijak bermedsos, baik secara daring maupun luring. "Kita harus punya kedewasaan dengan berkembangnya medsos karena digital ekonomi ini masa depan ekonomi Indonesia," ucapnya.

Kemudian dari sisi "penyedia" medsosnya, Twitter mengungkap telah membangun filterisasi konten."Kami berkomitmen meredam dan mencegah konten media sosial yang negatif dengan sistem filterisasi konten, sehingga konten negatif tidak beredar. Secara global kami telah memblokir sejuta akun terkait terorisme dan kekerasan," kata Agung Yudha, Public Policy Lead Twitter Indonesia. ima/R-1

Menyasar Segmen Pendidikan

Pada kesempatan berbeda, perangkat IoT (Internet of Things) melaju pesat sejak beberapa waktu terakhir. Hal inilah yang mendorong Acer memperkenalkan perangkat IoT terbarunya yakni Acer Air Monitor dan Acer Cloud Professor pada konsumen Indonesia.

Sebelumnya, CloudProfessor telah diperkenalkan Acer saat acara EMEA BETT show 2017 yang berlangsung beberapa waktu lalu di London. CloudProfessor menyasar segmen pendidikan untuk memberikan edukasi kepada pelajar dalam mempelajari pemrograman dengan mudah. "CloudProfessor merupakan bagian dari kontribusi Acer untuk memastikan siswa agar dapat meraih kelulusan dan memahami dunia IT khususnya coding atau pemrograman. Dengan CloudProfessor, kami memberikan pemahaman terhadap IOT dan cloud kepada para pelajar, bahkan untuk orang yang tidak memiliki background IT," tutur Riko Gunawan, Head of Business Development & Commercial Products, Acer Indonesia.

Perangkat CloudProfessor dapat terhubung dengan smartphone dan tablet berbasis Android, Chrome OS dan iOS. Dengan teknologi ini para siswa dapat belajar melalui tutorial bagaimana bekerja dalam bahasa pemrograman seperti JavaScript, Blockly dan LiveCode melalui smartphone, modul juga menjadi sangat portabel sehingga memungkinkan para pelajar untuk melakukan coding project mereka sendiri dengan mudah.

Dari sisi bentuk, CloudProfessor adalah black box ramping dengan dimensi 108mm x 44mm x 13mm dan berat kurang dari 100g sehingga mudah dan cukup ringan saat dibawa bepergian.

Selain CloudProfessor, Acer juga memperkenalkan Acer Air Monitor. Monitor ini dapat memeriksa kualitas udara secara real time dan memperlihatkan laporan tersebut melalui aplikasi mobile. Acer Air Monitor memiliki enam indikator yang akan diperhatikan: TVOC (Total Volatile Organic Compound), karbon dioksida, PM2.5, PM10, suhu dan kelembaban. Ketika salah satu indikator melebihi batas aman, secara otomatis perangkat smart home ini akan mengirim notifikasi ke smartphone pengguna.

"Kebanyakan orang menghabiskan 90 persen waktu mereka di rumah, jadi sangat penting bagi kami untuk memberikan informasi tentang kualitas udara yang mereka hirup. Tidak menjadi jaminan pula bahwa udara di dalam ruangan terbebas dari debu dan polusi," ujar Riko.

Dari sisi teknologi, Acer Air Monitor juga mendukung platform IFTTT sehingga memungkinkan air purifier yang kompatibel bisa menyala secara otomatis ketika kualitas udara dinilai kurang ideal. Perangkat ini juga dilengkapi lampu LED yang dapat padam secara otomatis saat berada di dalam ruangan dengan kondisi minim cahaya. Lampu LED akan menampilkan warna tertentu untuk menunjukkan skor kualitas udara sehingga memudahkan penggunanya dalam memantau kualitas udara melalui Acer Air Monitor. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top