Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menekan Oligarki, Sistem Pemilu dan Pembiayaan Kampanye Perlu Dibenahi

Foto : ANTARA/Uyu Septiyati Liman

Penumpang menunggu kereta di depan iklan imbauan antipolitik uang yang ditayangkan di salah satu peron Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2023).

A   A   A   Pengaturan Font

Sudah saatnya negara harus ikut membiayai kampanye setiap calon legislatif (caleg) nasional dan daerah. Hal ini penting guna mereduksi potensi korupsi caleg terpilih.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya politik saat ini sangat tinggi. Korupsi biasanya dilakukan caleg ketika sudah terpilih karena mereka ingin mengembalikan biaya modal mereka saat pemilihan.

Ketika caleg harus membiayai kampanye politik mereka sendiri, mereka berpotensi besar meminjam modal atau meminta dukungan dana dari pihak ketiga dengan imbalan clientelistic politics (politik klientelisme). Secara teoritik, potensi terjadinya klientelisme menjadi semakin membesar di daerah-daerah yang memiliki extractive economies, ekonomi yang berbasis pada sumber daya alam.

Belum lagi "perlunya" modal untuk politik uang. Studi yang dilakukan oleh Magister Ilmu Pemerintahan Unila, bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), memberikan gambaran bahwa masih banyak masyarakat yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena termotivasi oleh faktor politik uang. Habit membagi-bagi sejumlah uang merupakan pemborosan signifikan.

Secara teori, dalam konteks negara-negara demokrasi maju, preferensi perilaku pemilih memang hampir selalu merujuk pada candidate centric tentu menjadi tujuan utama. Namun, hal ini menjadi masalah ketika favoritisme candidate centric tersebut lahir dari konstruksi nalar pemilih yang telah terinterupsi oleh politik uang.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top