Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mendamba Sekolah yang Nyaman

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh arifah suryaningsih, spd, mba

Tahun ajaran baru dimulai hanya beberapa hari sebelum peringatan Hari Anak Nasional (HAN). Isu-isu mengenai anak dengan segala macam permasalahannya masih menggema. Ini menguatkan pesan kepada seluruh lapisan masyarakat, hak anak belum terlindungi sepenuhnya. Masih banyak kasus kekerasan di lingkungan masyarakat, rumah, dan sekolah.

Setelah terbit Peraturan Menteri Pendidik dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), seharusnya orang tua dan siswa baru berlega hati. Sebab di dalam aturan tersebut, MPLS sepenuhnya di bawah pengawasan guru. MPLS membatasi keterlibatan siswa senior untuk menghindari kekerasan atau perpelocoan.

Namun, nyatanya praktik perpeloncoan masih saja terjadi. Kasus meninggalnya dua siswa SMA Taruna Indonesia Palembang akibat kekerasan saat MPLS menggugah kesadaran semua, masih ada pembiaran praktik kekerasan di sekolah. Masa depan anak lebih banyak digantungkan pada sekolah, sebuah tempat yang seharusnya steril kekerasan. Tapi nyatanya justru merenggut masa depan sekaligus nyawanya.

Setelah MPLS masih banyak sekolah melakukan pemilihan anggota peleton inti (Tonti). Aturan militer yang ditegakkan dalam koridor pembinaan tonti seringkali menjadi pintu masuk pembiaran kekerasan. Kakak kelas sebagai senior pelatih tonti seringkali mendominasi kegiatan dengan hanya melibatkan guru pembina yang tidak langsung terjun di lapangan.

Di sinilah tidak jarang para senior berperilaku over acting terhadap adik kelasnya. Sekolah yang mengedepankan kenyamanan terhadap seluruh anak didik seharusnya memberi jaminan siswa baru dan orang tuanya, dalam kegiatan itu tidak akan terjadi perpeloncoan, apalagi kekerasan. Bahkan negara harus hadir dalam menjamin keramahan sekolah terhadap seluruh siswa melalui peraturan dan sanksi lebih tegas.

Apalagi Indonesia telah menjadi bagian dari anggota PBB yang berkomitmen di tingkat internasional dengan diratifikasinya Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Hal ini berarti Indonesia telah berkomitmen di tingkat internasional untuk mendukung gerakan dunia untuk menciptakan World Fit for Children (Dunia yang layak bagi anak). Pemerintah selanjutnya mengembangkan kebijakan kabupaten/kota layak anak untuk menjadi Indonesia Layak Anak.

Sistem zonasi penerimaan siswa sekolah negeri seharusnya menjadi sebuah solusi atas penjagaan terhadap keamanan anak. Mereka berkegiatan tak jauh dari lingkungan keluarga. Kekuatan sistem zonasi bagi pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan visi pembangunan berkelanjutan. Intinya, kota ramah anak serta program sosial yang telah dirancang memiliki daya serap merata di seluruh sekolah negeri. Namun, semua kembali kepada para pendidik. Guru sebagai garda terdepan pendidikan tidak boleh abai terhadap keamanan dan kenyamanan belajar anak.

Guru Asuh

Beberapa tantangan, situasi yang tidak dapat dipungkiri meskipun berbagai kebijakan, program, dan kegiatan sudah dilaksanakan dengan berbasis hak anak di seluruh tingkatan wilayah, pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak belum optimal.

Lalu, kepada siapakah anak-anak berlindung dari perundungan? Diperlukan sebuah sinergi seluruh warga untuk membuat sekolah menjadi tempat yang nyaman. Sekolah dapat menerapkan sistem orang tua asuh. Seluruh siswa dibagi rata untuk seluruh guru sebagai orang tua asuh.

Ilustrasinya, satu sekolah memiliki 1.000 siswa dengan 100 guru, maka satu guru dapat mengasuh 10 siswa. Dia mengawal sejak masuk hingga lulus. Tentu saja ini perlu bersinergi bersama guru Bimbingan dan Penyuluhan sekolah tersebut. Guru asuh dapat membuat pertemuan-pertemuan kecil untuk mengetahui perkembangan siswa di luar pembelajaran di kelas.

Kelompok-kelompok kecil seperti itu diharapkan dapat mendeteksi keadaan siswa dengan lebih mudah. Siswa akan merasa dekat dengan guru. Dia nyaman dan aman di sekolah. Jadi, yang diterima orang tua bukan sekadar laporan nilai berupa angka-angka hasil belajar. Di dalamnya, juga ada evaluasi perkembangan psikologis. Pola pergaulan anak dapat juga dilaporkan para guru asuh.

Perundungan terjadi karena pelaku merasa aman. Dia merasa yakin, korban sebagai adik kelas tidak akan mengadu kepada orang lain. Apalagi korban tidak tahu tempat mengadu. Penerapan sistem among ini, diharapkan perundungan di lingkungan sekolah dapat diminimalkan.

Kita tidak perlu menunggu jatuh korban lagi di dalam MPLS. Sekolah seharusnya menjadi sebuah tempat yang aman dan nyaman bagi siswa. Anak-anak di sekolah hampir setengah hari tidak hanya untuk menuntut ilmu dan belajar ilmu-ilmu akademis semata. Mereka juga belajar bermasyarakat melalui interaksi, sosialisasi, dan berorganisasi. Semua proses itu membutuhkan daya dukung lingkungan, teman, dan juga guru-guru yang mengayomi.

HAN harus dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa terhadap perlindungan anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Di mana pun anak berhak mendapat kenyamanan dan keamanan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama dalam melindungi anak. Melalui peringatan HAN diharapkan pemerintah dan masyarakat bersama-sama berpartisipasi aktif meningkatkan kepedulian dalam menghormati, menghargai, dan menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi.

Mereka memastikan yang terbaik untuk pertumbuhan dan pekembangan anak. Sebab para murid akan menjadi bonus demografi pada tahun 2030. Merekalah yang akan menjadi memimpin bangsa. Aset ini harus benar-benar dilindungi dan dijaga. Penulis Guru SMK N 2 Sewon, Bantul, Yogyakarta

Komentar

Komentar
()

Top