Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mencoba Mandiri dalam Banyak Kepentingan

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Generasi Z

Penulis : David Stillman dan Jonah Stillman

Penerbit : Gramedia

Terbit : Januari, 2018

Tebal : xxiv + 269 hlm

ISBN : 978-602-03-7981-4

Buku ini berusaha memperkenalkan karakteristik Generasi Z (GZ). Mereka merupakan generasi pertama yang lahir ke dunia ketika segala aspek fisik mempunyai ekuivalen digital. Sebanyak 91 persen GZ menyatakan, kecanggihan teknologi perusahaan berdampak pada keputusan memilih tempat bekerja. Kemudian, 56 persennya senang memilih uraian pekerjaan sendiri. Lalu, 75 persen tertarik situasi yang memungkinkan memiliki peran ganda di kantor. Mereka, 93 persen menyatakan kontribusi sebuah perusahaan kepada masyarakat memengaruhi keputusan bekerja di perusahaan tersebut (hlm. ix-xxiv).

GZ lahir pada rentang 1995-2012. Sebelumnya, ada Generasi Milenial (1980-1994), Generasi X (1965-1979), Baby Boomer (1946-1964), dan Tradisionalist (pra 1946). Segmentasi dan pemberian nama tersebut untuk membantu orang pemasaran dalam berjualan dan membantu perusahaan mempekerjakan dan mengelola pegawai (hlm 3).

Selama ini, dikenal jurang antargenerasi yang menyebabkan bentrokan tak perlu. Sering kali ketika dua generasi berbenturan, mereka berusaha karena masalah siapa benar atau salah dan lebih baik atau buruk. Tiap generasi memiliki sudut pandang berbeda. Namun, paling penting melihat peristiwa dan kondisi yang membentuk suatu generasi (hlm 37).

GZ hidup di dunia baru saat teknologi maju pesat menyebabkan tidak adanya penghalang fisik dan digital (fidigital). Menurut temuan Pew Research, tahun 1995, ketika GZ lahir, hanya 14 persen orang AS memiliki akses internet. Angka itu melonjak menjadi 87 persen pada tahun 2014. Ini menyebabkan GZ selalu terkoneksi terhadap sesuatu yang berbau digital (hlm 56)

Studi Duke University menyebut, 65 persen GZ yang saat ini memasuki sekolah akan melakukan pekerjaan yang saat ini belum ada. Salah satu karakteristik GZ adalah hiper-kustomisasi. Mereka senang merancang segala sesuatu di luar kategori atau deskripsi yang sudah ada. Riset Northestern University menemukan 72 persen G Z percaya, perguruan tinggi seharusnya membiarkan mahasiswa merancang perkuliahan atau jurusan sendiri (hlm 90).

GZ juga sangat realistis. Mereka tahu yang dimau. Sebanyak 61 persen mengatakan perlu mengetahui karier sebelum memasuki perguruan tinggi. Jika harus mengeluarkan uang atau mengambil pinjaman, mereka harus ada visi jelas yang dipelajari akan terbayarkan dalam karier kelak. Kuliah di kampus harus relevan dengan dunia kerja (hlm 129). GZ juga berpandangan, gelar sarjana bukan satu-satunya jalan untuk sukses (hlm 132).

GZ takut melewatkan sesuatu (Fear of Missing Out). Menurut J Walter Thomson, Z lebih menghargai akses internet daripada pergi ke bioskop, mendapat uang saku dari orang tua, menghadiri acara olahraga, atau memiliki TV kabel. Dari survei, 44 persennya mengecek medsos setiap jam. Kemudian, 7 persen mengeceknya lebih sering dari 15 sekali, dan satu dari lima Z menghabiskan banyak waktu untuk merefresh Twitter dibanding membacanya (hlm 172-173). Gen Z senantiasa do-it-yourself sangat kompetitif, mandiri, berani ambil risiko, dan memutuskan segala sesuatu sangat cepat (hlm 247).

Penulis David dan Jonah adalah ayah dan anak yang mewakili generasi masing-masing. David mewakili Gen X dan Jonah GZ. Buku ini juga dinarasikan dengan gaya yang tidak biasa. Sebab argumentasi keduanya bisa dibaca secara bergantian, saling bersautan di tiap paragraph. Mereka menyuarakan pandangan masing-masing mengenai GZ. Buku ini menuntun pengetahuan bagi orangtua, pendidik, maupun perusahaan agar mampu secara memadai memahami GZ.

Diresensi Anggi Afriansyah, Peneliti Sosiologi Pendidikan di P2 Kependudukan LIPI

Komentar

Komentar
()

Top