Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mencari Pencerahan dalam Suksesi Pemimpin Perguruan Tinggi

Foto : foto-foto: istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Gegap gempita pemilihan rektor perguruan tinggi di Tanah Air, nyaris sarat nuansa primordialisme. Gesekan antar-sivitas akademika, tidak jarang ikut mewarnai proses pemilihan, bahkan ada yang berujung di pengadilan, lantaran saling gugat.

Apapun alasannya, kampus merupakan lembaga ilmiah. Pemilihan pemimpin perguruan tinggi (rektor), mestinya bermanifestasi pada pertarungan gagasan, pemikiran, dan program yang akan dilakukan bila terpilih menjadi rektor. Namun, dalam dinamika perkembangan belakangan, ada kecenderungan membawa kampus ke institusi yang lebih bersifat politis dan tidak ilmiah.

Terkait persoalan tersebut, lantas muncul wacana pemilihan rektor (pilrek) di perguruan tinggi negeri akan dilakukan presiden. Gagasan pilrek oleh presiden secara yuridis tidak bertentangan dengan undang-undang (UU). Pasalnya, dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pemerintah, yang diwakili Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) memiliki 35 persen suara dalam pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri. Namun, ada dua sisi yang cukup dilematis.

Di satu sisi, bila rektor dipilih presiden, baik-tidaknya amat bergantung pada sosok presiden. Di sisi lain, bila pilrek dilepas, konstelasi kampus amat bergantung pada dominasi organisasi mahasiswa di sana. Intervensi presiden dalam pilrek dapat memotong siklus yang tidak sehat itu dan mendorong ke kondisi yang lebih objektif rasional, berdasarkan kompetensi.

Dianggap Cacat Proses

Dalam momen yang sama, pilrek Universitas Padjadjaran (Unpad) periode 2019-2024 masih belum selesai. Padahal tenggat waktu terpilihnya rektor baru harus sudah ada paling lambat tiga bulan sebelum masa berakhirnya rektor saat ini. Rektor Unpad, Tri Hanggono Ahmad, akan mengakhiri masa jabatannya pada April 2019, sehingga selambatlambatnya rektor Unpad harus sudah terpilih Januari 2019.

Tahapan proses pilrek Unpad puncaknya seharusnya berakhir pada 27 Oktober 2018, di mana Majelis Wali Amanat (MWA) memutuskan satu nama dari peringkat tiga besar calon rektor (calrek) yang sudah terseleksi. Namun, pada saat sidang pleno penetapan calrek menjadi rektor di Gedung Magister Unpad, ternyata MWA membuat keputusan menunda. Alasannya, ada tahapan pilrek yang tidak dilalui, sehingga dianggap cacat. Pengunduran proses ini sebenarnya sudah dapat diduga karena pada saat itu tidak nampak Menteri Ristekdikti hadir padahal memiliki 35 persen suara.

Demikian juga tidak nampak Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil, sebagai salah satu pemilik suara. Ketua MWA, sekaligus Menkominfo, Rudiantara mengatakan banyak dinamika dalam proses pemilihan yang akhirnya memutuskan untuk menunda pengambilan keputusan, atau memperpanjang waktu pemilihan. "Saya menjamin proses peninjauan ulang proses ini selesai dalam dua minggu. Namun, bisa saja penetapan Rektor Unpad terpilih 2019-2024 dilakukan pertengahan Januari 2019," ujarnya.

Hal itu, lanjutnya, mengacu dalam Statuta Unpad PP No. 51 tahun 2015 tentang penetapan Rektor (terpilih) paling lambat 3 bulan sebelum masa berakhirnya jabatan Rektor 13 April 2019. Menurut Menristekdikti, Mohamad Nasir, pada suatu acara di ITB, menyatakan ada pelanggaran aturan proses seleksi, diantaranya memasuki 8 besar calon, seharusnya dilakukan debat, namun tahapan itu dilewati, sehingga dianggap cacat proses.

Proses pilrek Unpad periode 2019- 2024 berbeda dengan sebelumnya, karena Unpad ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Pilrek kini dilakukan 17 anggota MWA, 15 diantaranya memiliki hak pilih. Dua anggota yang tidak memiliki hak pilih yaitu ketua senat akademik dan rektor. Anggota MWA yang memiliki hak pilih meliputi Menristekdikti, Gubernur Jabar, perwakilan dosen, masyarakat, alumni, mahasiswa, dan tenaga kependidikan.

"Dari 15 ini, suara Menteri masih berbeda dengan yang lain. Jadi masih mendapat proporsi 35 persen suara dari Menteri," kata Erri N Megantara, Sekretaris Eksekutif MWA Unpad, belum lama ini. Prosesnya sudah berjalan dan melewati rangkaian yang ditetapkan MWA. Sehingga tersisa tiga calon yakni Aldrin Herwany dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Atip Latipulhayat dari Fakultas Hukum, dan Obsatar Sinaga dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

Koordinator aksi Aliansi Masyarakat Peduli Unpad (Ampun), Abdurrahman mengatakan persoalan kemelut pilrek yang ditangani Menristekdikti menjadi berlarut karena kentalnya pemerintah yang ikut campur. "Kami menyayangkan Menristekdikti terlalu intervensi pada Unpad. Padahal, kewenangan berada di tangan MWA," katanya.

Calrek Aldryn Herwani mengatakan siap mengikuti proses yang ditetapkan namun berharap segera ada kejelasan, agar proses tidak berlarut dan mengundang kecurigaan pihak lain. "Semua proses saya ikut, termasuk menyerahkan data kekayaan dan lainnya. Semoga cepat selesai," katanya. Calrek lainnya, Atip menyampaikan gagasannya yaitu mengembalikan kembali kebersamaan dalam tubuh Unpad sebagai representasi keberagaman Indonesia.

Selain itu, Atip menyampaikan sejumlah rencana program dalam membangun Unpad lima tahun ke depan. Dan Obsatar berbicara tentang upaya Unpad dalam mencapai Smart University. Gagasan ini diwujudkan dalam sejumlah rencana program kerja yang menyangkut seluruh aspek kelembagaan di lingkungan Unpad.

Ketua BEM Kema Unpad, Ismu Tamami meminta agar rektor segera terpilih, tidak mundur sehingga harus ada pelaksana tugas (plt). Ia khawatir jika dipegang Plt, bisa jadi orang yang dipilih tidak mengetahui cara mengelola kampus. tgh/R-1

Jatuhkan Citra Universitas

Kisruh terkait pilrek Unpad cukup dilematis, mengingat sudah empat kali pilrek tertunda. Seperti yang terjadi baru -baru ini, sejumlah mahasiswa dari berbagai elemen, fakultas dan BEM Unpad menggelar aksi unjuk rasa di Kampus Unpad Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Rabu (12/12).

Mereka menuntut pilrek Unpad yang baru dipercepat. Akibat enam bulan tanpa kejelasan, Ampun menuntut MWA dan panitia pilrek Unpad, menetapkan Rektor Unpad terpilih paling lambat 20 Desember 2018, karena setelah tanggal tersebut merupakan status quo civitas akademika. "Kami tidak ada kepentingan atau menuding pihak lain, kami hanya ingin pilrek ini segera terpilih, siapa Rektor kami dan kapan diresmikan," tandasnya.

Sementara itu, dari pihak MWA, Erri mengatakan lambannya pilrek Unpad ini akibat ketidakseriusan Ketua MWA untuk menuntaskan pilrek tersebut. Eri berharap kepada pengurus MWA lainnya agar meminta pimpinan dapat bertindak tegas, lugas dan cepat supaya permasalahan pilrek Unpad ini dapat segera menemui titik terang.

"Semua harus bersatu, pilrek ini harus segera mendapatkan titik terang, jangan terlalu lama berdilema karena akan menjatuhkan citra universitas," pungkasnya. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top