Menakutkan! Persaingan Senjata Dua Korea Meningkatkan Ketegangan di Asia Timur Laut, Apa Jadinya?
Rudal Hwasong Milik Korea Utara
Foto: KCNAKorea Utara menyebut dua senjata terbarunya sebagai "hipersonik", sebutan yang sejauh ini tidak digunakan oleh kementerian pertahanan di Seoul dan Tokyo. Richard Weitz, Direktur Pusat Analisis Politik-Militer di Institut Hudson yang berbasis di AS, mengatakan rudal hipersonik Korea Utara dapat mengubah kapan dan bagaimana Korea Utara dapat meluncurkan serangan yang mampu membahayakan aset Korea Selatan dan AS.
Rudal tersebut bahkan dirancang lebih baik untuk menghindari pertahanan rudal saat ini karena kombinasi kecepatan cepat yang berkelanjutan, peningkatan kemampuan manuver dan jalur penerbangan non-tradisional. Sayap rudal dirancang dengan memungkinkan manuver lateral dan vertikal yang lebih besar di sepanjang lintasan yang lebih dangkal daripada rudal tradisional pada umumnya, seperti dilansir Japan Times.
Korea Utara tampaknya merasa gusar dengan ketertinggalan dari negara tetangganya dalam perlombaan senjata regional yang sedang berlangsung. Dalam beberapa tahun terakhir misalnya, militer Korea Selatan dilaporkan Japan Times telah mengalami peningkatan yang signifikan di semua bidang kemampuan perang konvensionalnya, termasuk kapal perang, pesawat terbang, dan platform darat yang berkemampuan tinggi, senjata berpemandu presisi modern, dan sistem pertahanan udara canggih. Seoul bahkan memimpin dalam pengembangan platform tak berawak (UAV) serta pertahanan ruang angkasa dan sistem peperangan elektronik.
Soo Kim, seorang analis kebijakan dan pakar Korea di Rand Corporation yang berbasis di Washington mengungkapkan, menggunakan senjata taktis berkemampuan nuklir untuk mengatasi kesenjangan persenjataan antara kedua negara ini tentu akan menurunkan ambang batas untuk menyebarkan senjata semacam itu di Semenanjung Korea.
"Rudal taktis baru Korea Utara mengeja implikasi untuk wilayah terdekat. Mengingat waktu peluncuran rudal menjelang peresmian pemerintahan Yoon yang baru, membuat peluncuran 'senjata berpemandu taktis' baru dimaksudkan untuk mengirim pesan kepada presiden baru di Seoul," kata Soo Kim seperti dikutip dari Japan Times.
Namun, peningkatan sistem persenjataan di antara kedua negara diyakini Soo dapat digunakan sebagai pemaksaan politik dan meningkatkan ketegangan di Asia Timur Laut. Kemampuan persenjataan Korea Selatan yang berkembang pesat juga membuat upaya denuklirisasi oleh Korea Utara menjadi semakin sulit. Faktanya, Pyongyang justru melanjutkan uji coba rudal jarak jauh pada Maret dan mengakhiri hampir lima tahun moratorium yang diberlakukan. Kim Jong-un juga diyakini akan memulihkan lokasi uji coba nuklirnya di Punggye-ri untuk kemungkinan melakukan uji coba nuklir lain akhir tahun ini.
Ketegangan yang meningkat dengan Korea Utara diperkirakan akan menjadi agenda utama ketika Yoon bertemu dengan Presiden AS Joe Biden pada 21 Mei mendatang. Yoon, yang berusaha untuk memperkuat aliansi militer negaranya dengan Washington, telah meminta AS untuk memindahkan aset strategis ke Korea Selatan, seiringan langkah Pyongyang yang terus memajukan program senjata nuklir dan misilnya, meskipun ada sanksi Dewan Keamanan PBB.
Redaktur: Fiter Bagus
Penulis: Suliana
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Atasi Krisis Air Bersih di Bali, Koster Tawarkan Pipanisasi Sedangkan Muliawan Desalinasi
- 2 Jamsostek Bekasi Jalankan "Return to Work"
- 3 TNI AD Siapkan Prajurit Terbaik untuk Ikut Lomba Tembak AARM Filipina
- 4 Jenderal Bintang Empat Ini Tegaskan Akan Menindak Anggota yang Terlibat Judi Online
- 5 Prabowo Berterima Kasih kepada Xi Atas Dukungan Investasi Tiongkok