Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Memupuk Minat Bertani

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Selain kurang menguntungkan atau bahkan berimbas kerugian, mata pencaharian petani juga kerap dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Bacaan, tontonan, serta semangat zaman mengarahkan para remaja lebih mengutamakan style, gengsi, image, serta pola hidup. Mereka tak tertarik filosofi bertani yang penuh kebijaksanaan dan kearifan moyang. Globalisasi dan modernisasi genap melahirkan generasi instan yang selalu ingin mencapai hasil maksimal, tanpa melewati proses melelahkan. Akibatnya, orangtua gagal regenerasi petani.

Pertanian sebagai basis ekonomi perdesaan selalu berhubungan dengan pembangunan. Selama ini pembangunan desa lebih diorientasikan pada upaya mendorong produktivitas kerja penduduk desa. Kaum tani senantiasa dimotivasi dan dirangsang berproduksi. Sayang, masih banyak kendala serius. Di sana-sini ditemukan ketimpangan antara biaya produksi dan hasil penjualan penenan.

Kehilangan

Berbagai upaya tata niaga justru mengakibatkan para petani kehilangan peluang menyisir beragam informasi pasar. Sementara itu, masuknya modal ke desa kerap diikuti budaya urban bercorak konsumtif, sehingga memarginalkan kaum tani dan mengasingkan dari tanah kelahiran (A Nunuk P Murniati, 2004: 200).

Kapitalisme sebagai ideologi dunia yang begitu mencengkeram negara-negara berkembang ternyata rentan mematikan pola pertanian tradisional dan komunal. Nilai-nilai modernitas yang merangsek ke hampir semua lini kehidupan memaksa aktor-aktor bidang agraris menyesuaikan diri. Di tengah pusaran perdagangan bebas, cukup tampak bahwa industri pertanian berbasis kapitalistik semakin kokoh. Ini meningkatkan risiko kerusakan genetik, lingkungan, budaya, serta kesehatan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top