Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Memupuk Kembali Olahraga yang Mati Suri Usai Ditinggal Belanda

Foto : ANTARA/Khalis Surry

Atlet Aceh Fauzan menguasai bola saat laga babak penyisihan korfball nomor K8 ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumatera Utara di GOR Merah Putih, Kota Sabang, Aceh, Sabtu (14/9/2024).

A   A   A   Pengaturan Font

Banda Aceh - Adelia (18) terlihat begitu senang. Senyumnya terus merekah, sembari membolak balik dan memperhatikan sekeping medali emas di tangan kanan sementara tangan kirinya menggenggam boneka gajah atau maskot PON XXI Aceh-Sumatera Utara.

Ia merupakan salah satu pemain tim korfball Jakarta. Mereka baru saja menekuk Jawa Barat dengan kedudukan akhir 16-10 pada laga final, sehingga tim Jakarta berhak membawa pulang medali emas korfball nomor K8.

Adelia memiliki tubuh mungil. Rambutnya dikuncir ke belakang. Ia pakai nomor punggung dua. Kalau di sepak bola, nomor dua identik dengan pemain bertahan, namun dalam korfball, Adelia bisa bermain sebagai penyerang sekaligus bertahan.

Ia tampil begitu dominan. Lebih dari selusin skor yang dicetak Jakarta pada laga penentuan juara itu, bisa dibilang hampir separuh tercetak melalui tangannya.

Pemilik nama lengkap Adelia Rahma Zalianty ini menjadi salah satu pencetak sejarah baru di dunia korfball Indonesia. Ia dan seratusan pemain korfball dari berbagai provinsi tampil perdana di PON, setelah sekian dekade olahraga ini mati suri usai Belanda hengkang dari Tanah Air.

"Senang banget akhirnya korfball ada lagi di PON. Kami berharap ini bisa berkelanjutan sampai PON-PON selanjutnya," kata Adelia.
PON Aceh-Sumut merupakan kali perdana korfball dilombakan kembali usai mati suri. Olahraga ini pernah dipertandingkan pada PON pertama hingga keempat, zaman penjajahan. Setelah Belanda hengkang dari Indonesia, korfball tak pernah dimainkan lagi karena olahraga orang Belanda.

Namun kini, korfball hidup lagi. Pengurus Pusat Persatuan Korfball Seluruh Indonesia (PP PKSI) memilih Aceh sebagai tempat bersejarah dalam memupuk lagi olahraga zaman Belanda ini untuk kembali membumi di tengah masyarakat Tanah Air sebagai olahraga prestasi.

Pada PON XXI, korfball melombakan tiga nomor pertandingan yaitu nomor K8 atau delapan lawan delapan, K4-2 atau empat lawan empat dengan dua tiang serta K4-1 atau empat lawan empat dengan satu tiang.

Ada 10 provinsi yang mengirimkan perwakilan pada korfball PON XXI, di antaranya Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DIY Yogyakarta, Aceh, Bali, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Barat.

Sejarah

Korfball sudah lama ada, diciptakan di Belanda pada 1902. Olahraga ini juga menjadi salah satu cabang olahraga pendiri Ikatan Sport Indonesia (ISI) pada 1938 yang menjadi cikal bakal Komite Olahraga Nasional (KONI).

Olahraga ini pernah dipertandingkan pada PON perdana 1948 hingga PON keempat. Karena dianggap sebagai olahraga orang Belanda, maka secara otomatis korfball tak lagi dipertandingkan di PON saat Belanda hengkang dari Tanah Air.

Olahraga ini baru muncul kembali di Indonesia sekitar 1983. Tokoh pendiri yakni Surowo Abdul Manaf, salah seorang tentara Mastrip masa perjuangan.

Menurut Technical Delegate korfball PON XXI Adelaida Koraag, kala itu Surowo dan koleganya mulai rindu dengan olahraga ini, sehingga mulai memainkan kembali. Lalu, ia mengajarkan kepada anak-anaknya, hingga terus berkembang di era sekarang.

"Awalnya olahraga ini adalah olahraga santai, olahraga family, tapi lama kelamaan ternyata ini mengasikkan dan bisa menuju ke arah prestasi," ujar Adel.

Pada 1987, menurut Ketua Bidang Hubungan Internasional PP PKSI ini, tim korfball Indonesia pernah ikut dalam kejuaraan dunia di Belanda. Adel ikut membela tim korfball Indonesia pada masa itu.

Para pemain berangkat ke Belanda secara mandiri, lantaran korfball belum terdaftar sebagai anggota KONI. Sementara secara internasional, korfball Indonesia sudah diterima menjadi anggota International Korfball Federation (IKF) sejak 1984.
Usai mengikuti berbagai ajang internasional pada era 80-an, olahraga ini kembali vakum. Mereka para mantan pemain korfball di era order baru itu pelan-pelan tetap melanjutkan tongkat estafet keberlanjutan olahraga ini.

"Maka kami, yang saat itu muda, mulai melanjutkan olahraga ini sampai 2015 hingga bisa diterima menjadi anggota KONI," ujarnya.

Pada 2016 silam, korfball sudah pernah melakukan laga eksibisi pada PON Jawa Barat sebagai persiapan mengikut PON XX Papua. Namun, kala itu tuan rumah Papua tidak siap untuk tim korfball sehingga dibatalkan.

PP PKSI tak menyerah. Mereka mengajukan kepada Aceh dan Sumatera Utara yang merupakan tuan rumah PON XXI 2024, dengan harapan korfball bisa kembali ke ajang empat tahunan itu.

Ternyata Aceh siap dengan korfball, sehingga secara otomatis Aceh bersedia menerima korfball untuk dipertandingkan di PON XXI. Bahkan, pencapaian tuan rumah Aceh juga luar biasa, mampu mengunci medali emas pada nomor K4-2.

Mix gender

Korfball merupakan olahraga mix gender, yang dimainkan campuran antara laki-laki dan perempuan. Pada nomor K8, pemain terdiri atas empat laki-laki dan empat perempuan dalam satu tim, kemudian K4-2 meliputi pemain dua laki-laki serta dua perempuan dalam satu tim, begitu juga nomor K4-1.

Olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas sekaligus kesetaraan gender. Korfball tidak bisa dimainkan hanya oleh laki-laki atau perempuan saja, namun harus campuran.

Perlombaan olahraga ini mirip seperti bola basket, hanya saja yang membedakan komposisi pemain. Olahraga ini juga tidak ada dribble, melainkan hanya passing. Untuk tiangnya menggunakan keranjang tanpa papan pantul, dengan ketinggian tiga setengah meter.

Saat bertanding, pemain laki-laki hanya boleh menjaga sesama jenis, begitu juga pemain perempuan. Dalam aturan main, pemain dilarang menjaga lawan jenis. Apabila terjadi, maka dinyatakan pelanggaran dan diberikan hadiah lemparan bebas bagi tim lawan sebagian hukuman.

Dalam PON XXI, pertandingan korfball berlangsung dalam empat kuarter. Masing-masing kuarter diberi durasi waktu bermain 12 menit setengah.

Olahraga ini sangat menjunjung sportivitas, dalam pengertian tidak bola kontak body, tidak boleh sikut-menyikut, ketika senggol sedikit langsung diberikan lemparan bebas, ujar Adel.

Sambutan warga

Dengan dipertandingkan kembali dalam PON, maka menjadi nadi bagi korfball untuk hidup dan dikenalkan lagi secara masif di tengah masyarakat.

PON XXI bak menjadi nyawa kedua bagi korfball Indonesia. Gagal memulai babak baru di ujung timur Indonesia empat tahun lalu, kini korfball hidup kembali dari mati suri dari ujung barat Indonesia.

Selama PON XXI, perlombaan tiga nomor korfball tersebut berlangsung di GOR Merah Putih, Kota Sabang, Aceh sejak 9-16 September 2024. Masyarakat lokal ramai menonton pertandingan korfball baik pada babak penyisihan hingga final.

Saya senang sekali melihat antusiasme masyarakat lokal untuk menonton. Salah satunya saat final nomor lomba pertama K4-2, penuh. Dan itu luar biasa, ujar Adel.

Pulau Weh Sabang menjadi titik balik korfball kembali ke kancah olahraga Indonesia. Usai diperlombakan pada ajang PON Aceh-Sumut, PKSI akan membentuk tim nasional korfball Indonesia guna menyongsong Sea Games 2025 serta kejuaraan internasional lainnya.

Ajang PON XXI juga menjadi salah satu wadah bagi pengurus PKSI untuk menyeleksi atlet-atlet potensi dari seluruh daerah di Tanah Air untuk ikut dalam seleksi nasional timnas korfball Indonesia.

"Ini momen bersejarah bagi korfball kembali lagi di PON. Pastinya kita sangat berbangga, dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh panitia yang terlibat sudah memastikan perlombaan korfball berjalan dengan lancar," kata Ketua Umum PP PKSI Rian Putra Utama.

PON selanjutnya, korfball juga berencana menambah satu nomor perlombaan, yaknibeachkorfball atau korfball pantai. Pertandingan eksibisi juga telah dilakukan pada PON XXI di pantai Pulau Weh Sabang.

Sudah saatnya olahraga korfball kembali membumi di tengah masyarakat Indonesia. Membangun eksistensi sekaligus mengejar prestasi dari berbagai ajang kejuaraan internasional.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top