Selasa, 14 Jan 2025, 06:15 WIB

Memicu Perubahan Siklus Hidrolog

Foto: afp/ Frederic J. BROWN

Kerusakan bumi yang disebabkan ulah manusia atau biasa disebut dengan antroposen menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Hal ini menyebabkan berbagai dampak yang salah satunya adalah gempa bumi.

1736781722_5188bd4618465e1bc054.jpg

Foto: afp/ Frederic J. BROWN

“Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas manusia begitu hebat dan meluas sehingga terasa di seluruh planet kita bahkan berbicara tentang Antroposen” tegas Christophe Larroque, dosen di Université de Reims-Champagne Ardenne dan di Laboratorium Geoazur. “Kami bertanya-tanya tentang dampaknya terhadap kegempaan,” imbuhnya.

Profesor Seismologi Eksperimental dan Pengeboran di Freie Universität Berlin Marco Bohnhoff mengatakan pengaruh perubahan iklim terhadap gempat bumi adalah topik baru dan hanya ada sedikit kelompok peneliti yang menelitinya. Namun demikian minat terhadapnya terus meningkat.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Mei lalu, Marco Bohnhoff dan rekan-rekannya merangkum apa yang saat ini diketahui. Selama beberapa dekade dan abad, aktivitas manusia akan mengubah jam seismik pada patahan, yang memicu semakin banyak gempa bumi kecil dan besar.

“Dengan kata lain, ketika patahan berada di ambang kehancuran, siap bergeser dan menimbulkan gempa bumi, perubahan iklim dapat menjadi pemicunya, yang mempercepat terjadinya gempa bumi,” katanya dikutip dari laman Polytechnique Insight.

Dengan demikian sudah jelas cuaca memengaruhi gempa bumi. Pada tahun 2020, Prancis dilanda badai Alex, yang menghasilkan hujan sangat lebat di tenggara negara itu, hingga 600 mm dalam waktu kurang dari 24 jam. Selama 100 hari berikutnya, 188 gempa bumi berkekuatan hingga 2 skala Richter yang terlalu lemah untuk dirasakan oleh masyarakat umum tercatat di lembah Tinée, di taman nasional Mercantour.

1736781730_ec834966973f01044d8d.jpg

Foto: afp/ Daniel SLIM

“Ini adalah temuan yang signifikan: kami mencatat banyak gempa bumi di area ini dalam tiga bulan seperti yang terjadi dalam 5 tahun” ungkap Christophe Larroque.

Pengamatan pertama tentang pengaruh cuaca terhadap kegempaan dimulai pada awal tahun 2000-an. Di Prancis, pada tahun 2002, setelah hujan lebat seperti saat Badai Alex, peningkatan aktivitas seismik tercatat pada bulan-bulan berikutnya di Provence bagian barat.

Pada tahun 2005, serangkaian 47 gempa bumi yang tidak biasa tercatat dalam rentang waktu hanya 12 jam di Swiss bagian tengah, setelah hujan lebat (300 mm dalam 3 hari). Contoh lain di Nepal, sebuah tim mencatat jumlah gempa bumi yang lebih rendah di musim panas (-37 persen) daripada di musim dingin, yang menunjukkan bahwa musim hujan memengaruhi kegempaan.

Contoh juga ada untuk peristiwa cuaca lainnya. California, misalnya, memiliki musim hujan dan musim kemarau yang bergantian ketika salju dan air terkumpul di pegunungan, danau, dan waduk. Pola musiman ini telah terbukti mengubah tingkat kegempaan di wilayah tersebut. Dan di Turki, osilasi pada permukaan Laut Marmara yang terkait dengan variasi musiman juga berkorelasi dengan jumlah gempa bumi.

“Sejauh ini, gempa bumi yang terkait dengan peristiwa meteorologi sebagian besar berkekuatan rendah, meskipun hal ini tidak menutup kemungkinan gempa bumi berkekuatan lebih besar di masa mendatang,” jelas Christophe Larroque.

“Hal ini menimbulkan tantangan nyata dalam hal pengamatan, karena kita perlu menggunakan jaringan perekaman seismologi berkualitas tinggi untuk merekam gempa bumi kecil ini secara akurat. Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan dan penggandaan jaringan seismologi telah meningkatkan pemahaman kita,” paparnya.

Mekanisme yang Terjadi

Mekanisme apa yang menjelaskan korelasi antara cuaca dan kegempaan ini? “Sejumlah proses sedang berlangsung, dan sulit untuk mengidentifikasi mana yang bertanggung jawab,” jawab Christophe Larroque.

1736782259_be8d4fe3f9d79db4dc17.jpg

Foto: afp/ NASA EARTH OBSERVATORY

Mengenai badai Alex, Christophe Larroque dan rekan-rekannya baru saja menerbitkan analisis inovatif yang menyatukan sejumlah disiplin ilmu yang berbeda. “Kami menentukan lokasi gempa bumi yang tepat, melacak migrasinya dari waktu ke waktu, dan memodelkan berbagai hipotesis untuk memahami proses yang terlibat,” jelas Christophe Larroque.

Misalnya, tim telah menunjukkan bahwa hujan menghasilkan tekanan fluida berlebih yang menjalar di kedalaman yang dikenal sebagai front tekanan hingga mengguncang patahan yang sudah tertekan. Patahan tersebut kemudian mulai bergeser hingga memicu gugusan gempa bumi kecil.  hay

Redaktur: Haryo Brono

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan: