Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Memburu Devisa Pariwisata

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kondisi perekonomian Indonesia disebut-sebut berada dalam lampu kuning karena sejumlah indikator tidak menyala terang. Di antaranya, kurs rupiah yang terhempas hingga 14.650 rupiah per dollar AS. Ini terlemah tiga tahun terakhir. Kemudian, defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) melebar seiring peningkatan kebutuhan impor akibat kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah.

Bank Indonesia (BI) melaporkan defisit transaksi berjalan kuartal II-2018 sebesar 3 persen atau sebesar 8 miliar dollar AS. Angka ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya 1,96 persen dan lebih lebar dari kuartal I-2018 sebesar 2,6 persen atau sebesar 5,5 dollar AS. Naiknya impor juga mempengaruhi kondisi CAD. Bank sentral mencatat impor lebih tinggi dari ekspor. Memang, impor ini tidak semata untuk kegiatan konsumsi, tapi produksi karena yang diimpor bahan baku dan modal yang meningkat.

Soalnya, situasi perekonomian global saat ini masih terus berubah sehingga memengaruhi sentimen pasar. Aliran dana keluar dari negara-negara berkembang, seperti Indonesia, tak terbantahkan. Ujung-ujungnya, cadangan devisa negara pun tergerus. Tercatat, cadangan devisa dari posisi tertinggi 132 miliar dollar AS pada Januari 2018 menjadi 118 miliar dollar AS pada Juli 2018.

Pemerintah dan bangsa Indonesia mesti bersatu menjaga cadangan devisa jangan sampai habis untuk membendung sentimen negatif perubahan global. Selain perlu membatasi impor, kita juga harus membangun sektor pariwisata sebagai lumbung devisa.

Lagi pula, trickle down effect dari sektor pariwisata merupakan keunggulan dari basis ekonomi lokal melalui penyerapan tenaga kerja lokal dan pemanfaatan sumber daya lokal yang mendukung pula perwujudan ekonomi inklusif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia periode Januari-Juni 2018 sebanyak 7,53 juta kunjungan. Jumlah tersebut meningkat 13,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pencapaian ini masih sejalan dengan target 17 juta wisman pada tahun 2018. Dengan asumsi rata-rata pengeluaran wisman mencapai 1.200 dollar AS per kunjungan, sektor pariwisata digadang-gadang bisa menyumbang devisa sekitar 20,4 miliar dollar AS atau setara 273,91 triliun rupiah. Nilai tersebut naik 21,43 persen dari tahun 2017 yang mencapai 16,8 miliar rupiah.

Nilai pengeluaran wisman itu mesti digenjot lagi. Sebab, negara-negara tetangga mampu menyerap kunjungan wisman dua kali lipat dari Indonesia. Bahkan, Thailand menempati peringkat pertama dengan jumlah kunjungan wisman mencapai 32 juta orang, disusul Malaysia sebanyak 26 juta orang.

Kita berharap pelaksanaan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang merupakan promosi bagi negara-negara peserta. Setidaknya, para peserta merasa senang berada di Indonesia, kemudian akan kembali lagi bersama rombongan lainnya di tahun depan dan khusus untuk berpariwisata.

Selain itu, kemajuan sektor pariwisata selayaknya menjadi salah satu etalase ekonomi Pertemuan Tahunan IMF-World Bank pada Oktober 2018 mendatang di Bali. Ditambah lagi dengan sejumlah event internasional lainnya, sudah seharusnya perburuan devisa melalu sektor pariwisata menjadi proyek bersama yang berkelanjutan.

Hanya kepada pariwisata kita berharap perekonomian nasional tidak lagi berada di lampu kuning. Di saat banyak negara berbenah, pariwisata Indonesia mesti mampu menjadi salah satu sektor sumber penerimaan devisa dan motor pertumbuhan ekonomi nasional.

Untuk itu, kita mesti segera membangun sumber daya manusia yang bisa mendatangkan wisman, mendampingi wisman menikmati objek wisata, dan mengajak wisman kembali lagi ke Indonesia. Di sinilah pentingnya koordinasi antarkementerian dan antarpemerintah daerah guna membangun industri pariwisata yang menghasilkan devisa berkelanjutan.

Komentar

Komentar
()

Top