Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Memberi Sembako Bukan Solusi Atasi Gizi Buruk

Foto : ISTIMEWA

sembako

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kecukupan gizi anak sebagai generasi penerus perlu dipastikan. Langkah ini penting untuk mencegah terjadinya gizi buruk yang bisa berdampak pada kekerdilan (stunting) yang masih menjadi masalah dalam meningkatkan indeks pembangunan masyarakat.

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat mengatakan, dasar dari generasi yang produktif itu adalah anak yang secara fisik sehat dan bertumbuh kembang optimal. Caranya dengan memberi anak gizi yang cukup dan menghindarkan anak dari asupan yang tinggi kandungan gula, garam, dan lemak.

"Anak-anak yang cukup gizi, fisiknya akan sehat, tumbuh kembang otak optimal dan saat usia dewasa nanti akan menjadi generasi yang unggul," kata dia melalui siaran pers Jumat (7/1).

Lebih lanjut, Arif menegaskan mempersiapkan generasi unggul adalah cara permanen untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia. Ia menilai selama ini cara yang dilakukan untuk memutus mata rantai tersebut hanya sekedar memberi bantuan sosial berupa sembako, seperti beras, minyak, mie instan, gula, kopi, dan susu kental manis.

Menurut Arid cara tersebut tidak akan mengubah keadaan, anak-anak dari keluarga miskin yang mengkonsumsi bansos-bansos seperti ini dimasa depannya besar kemungkinan akan tetap berada di lingkaran kemiskinan. Sebab, intervensi seperti ini hanya untuk menghilangkan lapar, tapi tidak memberi asupan pada otak, tidak mempengaruhi perkembangan otak.

"Maka tidak heran mereka tidak akan pernah bersaing di pasar global, mereka akan sulit memasuki dunia white collar," pungkas Arif.

Oleh karena itu, bersama lembaga yang dikelolanya, YAICI dan juga dengan dukungan mitra kerja seperti PP Aisyiyah, PP Muslimat NU dan HIMPAUDI, Arif menggagas model edukasi yang tidak hanya sekadar memberikan informasi, namun juga membiasakan masyarakat melakukan hal-hal baik yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Sejak akhir 2021, YAICI mulai menggagas program Gerakan 21 Hari (G21H) untuk membiasakan anak mengkonsumsi makanan bergizi dengan mengusung konsep mindful parenting. Hasilnya, dari 30 peserta (ibu dan anak), hanya 2 anak yang gagal. Sisanya, sebanyak 28 peserta akhirnya bisa terlepas dari kebiasaan makan yang buruk.

Menurut Melly Amaya Kiong, Founder Komunitas Menata Keluarga sekaligus praktisi mindful parenting Gerakan 21 Hari (G21H) konsep mindful parenting efektif dalam mengubah kebiasaan anak. "Penerapan konsep Mindful Parenting dengan pendampingan oleh kader selama 21 hari, memonitoring perubahan-perubahan anak, ini ternyata bisa mewujudkan kebiasaan makan yang baik pada balita," kata dia.

Arif mengungkapkan, tahun ini, YAICI akan melanjutkan program pendampingan G21H ini agar dapat memberi dampak yang lebih luas lagi bagi masyarakat dan masa depan anak-anak. "YAICI mengedukasi masyarakat perihal gizi anak dan pola konsumsi keluarga sebagai upaya pencegahan stunting dan gizi buruk," ujar dia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top