Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Industry 4.0

Membangun Talenta Muda Berbakat di Era Digital

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Potensi ekonomi digital Indonesia begitu potensial, namun ada kendala besar yang menghambat, yaitu soal kualitas dan kuantitas talentanya.

Indonesia membutuhkan banyak tenaga kerja di sektor teknologi untuk mendongkrak industri ekonomi digital yang saat ini tengah berkembang. Namun sayangnya, tenaga kerja lokal sampai dunia kampus belum sepenuhnya siap menjawab kebutuhan ini.

Menurut Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Ignatius Untung, ada ironi yang harus direnungkan, yakni bagaimana tenaga muda Indonesia mengisi kebutuhan tenaga di era digital yang serba massif ini. "Bisa dibayangkan menurut data yang dirilis BPS menyebutkan angka pengangguran kita memang berkurang, tapi untuk kelompok lulusan D3 dan S1, angkanya justru meningkat. Ironi sekali," kata Ignatius di sela even digital industry job fair bertajuk idEAWorks, beberapa waktu lalu.

Merunut pada riset yang dilakukan Google, AT Kearney & Amvesinda pada 2017, sektor industri ekonomi digital sudah menduduki posisi tiga besar investasi di Indonesia. Tak hanya itu, data yang dirilis The PPRO Payments and e-Commerce Report 2018, mencatat Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan e-commerce tertinggi di dunia sebesar 78 persen.

Data ini menjadi satu dasar bagi pelaku industri ekonomi bahwa ada kebutuhan yang mendasar untuk talenta berkualitas yang siap bersaing dengan talenta impor di tengah gencarnya investasi asing di industri ekonomi digital Indonesia.

Menurut Ignatius ada kesenjangan mendasar antara perguruan tinggi dengan industri karena terganjal masalah soft skill. "Saat ini perusahaan tidak butuh talenta digital yang hanya mahir secara teknis melainkan juga memiliki soft skill mumpuni. Soft skill itu memiliki peranan besar, kalau technical skill kita bicara soal komputer itu aplikasi. Tapi tanpa operating system atau soft skill, aplikasi itu tidak bisa diinstal dengan baik," katanya.

Diakuinya pula, sebenarnya ada gap antara kampus dan industri yang terhitung sangat besar. "Ketika lulus mereka tidak siap untuk bekerja. Sehingga penting untuk memikirkan profesi di era ekonomi digital," sambungnya.

Kurangnya talenta digital yang bisa direkrut perusahaan digital pun menjadi perhatian pemerintah. Staf Khusus Menkominfo Lis Sutjiati mengatakan Indonesia membutuhkan 600 ribu talenta digital setiap tahunnya, dan ini masih sulit dipenuhi.

"Jadi jangan marah-marah kalau sekarang Go-Jek outsourcing ke India segala macam. Dia sampai mengais di Indonesia, sudah diambil tapi masih kurang," kata Lis.

Indonesia saat ini memiliki empat startup unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak. Menkominfo Rudiantara sempat memprediksi setidaknya ada dua unicorn baru dalam 2-3 tahun ke depan.

Artinya dalam skala besar Tanah Air dapat mengembangkan potensi di bidang ekonomi digital, terutama dalam menghadapi industri 4.0, "kita punya potensi ekonomi digital yang besar. Bagaimana talentanya? Kita kebanyakan potensi, tetapi kapan jadinya?" ungkap Lis.

Membenahi Sistem Pendidikan

Mengutip riset McKinsey, lanjut Lis, Indonesia diprediksi memiliki 180 juta populasi di usia produktif sebagai penggerak ekonomi, dengan sembilan juta harus melakukan shifting profesi dan dua juta profesi bakal tidak relevan lagi di 2030.

Indonesia juga diperkirakan menjadi negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2030 berdasarkan metode Purchasing Power Parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja. "lantas 180 juta ini mau kerja apa? Ini yang menjadi tantangan terbesar kita. Indonesia butuh sembilan juta talenta di bidang digital untuk bisa memperlancar semua sektor potensial kita. Tidak hanya e-commerce dan fintech, tapi juga kesehatan, agrikultur, dan pendidikan," paparnya.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi era ekonomi digital di masa depan adalah mencetak talenta-talenta baru melalui sejumlah program. Salah satunya ada Indonesia Digital Talent Scholarship yang menggaet sejumlah mitra global dalam penyediaan kurikulum, seperti IBM dan Cisco.

"Targetnya sampai 2019 ini ada 20 ribu talent muda. Walaupun nggak cukup banyak untuk memenuhi yang 600 ribu itu, tapi kita harus memulai," jelas Lis.

Menurutnya, langkah itu dirasa tak cukup, sebab kualitas tenaga ahli digital lokal juga bisa dipercepat melalui berbagai cara, tak terkecuali melalui sektor pendidikan. "Kita sudah tidak bisa pakai kurikulum konvensional untuk menambah talenta baru. Kurikulumnya harus disruptif. Begitu juga industri harus kasih kurikulum supaya bisa sejalan dengan industri," ungkapnya.

Perlu diketahui kemampuan hard skill, seperti coding sudah bisa diperkenalkan sebagai mata pelajaran di sekolah. Lis menceritakan kurikulum coding idealnya diterapkan sejak SD, layaknya seperti mata pelajaran matematika yang wajib hadir.

"Sedang diupayakan, nantinya akan seperti itu. Kurikulum coding akan hadir di SD, SMP, dan SMA. Kemudian di jenjang yang lebih tinggi ada mata kuliahnya," ungkapnya.

Ide tersebut adalah rekomendasi dari Menkominfo, di mana Rudiantara iri melihat anak-anak usia dini di Singapura mendapat ilmu coding sejak TK. Lis pun melihat potensi tersebut juga bisa terwujud di Tanah Air. Untuk itulah, ia tengah mencari solusi, khususnya di tenaga pengajar. ima/R-1

Memupuk Potensi melalui Beasiswa

Sementara itu, Presdir PT Lotte Mart Indonesia dan PT Lotte Shopping Indonesia Joseph Buntaran, menjelaskan talenta untuk menjawab kebutuhan industri saat ini dirasa sangat penting dihadirkan, untuk itu pihaknya menyalurkan beasiswa kepada 58 mahasiswa dengan total nilai 26.100 dolar AS (setara Rp370 juta) dan beasiswa per orang sebanyak 450 dolar AS.

Yang menarik, selain memiliki talenta dengan ditandai syarat penerima harus memiliki minimal IPK 3,20 bagi mahasiswa berprestasi, Beasiswa ini juga ditunjukan bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi dengan syarat minimal IPK 2,80 periode penerimaan beasiswa maksimal 2 kali dalam 1 tahun.

"Beasiswa itu kami harapkan agar pelajar tidak perlu bingung biaya, Jadi mereka bisa fokus dengan kuliah dan meningkatkan kualitas diri demi kepentingan masa depannya dan negara," ujarnya.

Joseph mengatakan, beasiswa ini merupakan agenda yang sudah terlaksana sebelumnya sejak 2010 dan saat ini sudah dilakukan sebanyak 18 kali. "Sekarang 58 mahasiswa, mudah-mudahan ke depan bisa lebih banyak lagi," katanya.

Sejauh ini total beasiswa sudah mencapai 562 mahasiswa, dengan total universitas yang tergabung dalam program ini menjadi 11, di antaranya Universitas Atmajaya, ITB, UI, Universitas Islam As Syafiiyah, Unnas.

"Dari catatan yang menerima beasiswa dari beragam fakultas, memang kita tidak memfokuskan pada bidang pendidikan digital tertentu, sejauh ini kita ingin memfasilitasi mahasiswa yang memiliki prestasi, dan untuk mereka yang memiliki masalah finansial dalam pendidikannya," pungkas Joseph. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top