Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Psikologi Anak

Membangun Keintiman Bersama si Kecil

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam sebuah keluarga, kedekatan bersama anak, mutlak diperlukan. Bukan hanya untuk menjalin komunikasi verbal semata, namun juga untuk membangun interaksi psikis antara orang tau dengan anak.

Di tengah padatnya masyarakat yang serba bergerak cepat dan teknologi yang semakin canggih, kerap kali itu membuat keluarga kurang memiliki waktu untuk membangun keintiman dan kedekatan bersama.

Itu dikarenakan anak membutuhkan tiga kebutuhan dasar, yaitu merasa aman, disayang dan diakui oleh orang tua. Yang mana kebutuhan-kebutuhan tersebut penting untuk membangun konsep diri positif anak.

Untuk membangun kedekatan bersama anak, salah satunya dapat dilakukan dengan cara bermain. Itu dikarenakan bermain dapat banyak menstimulasi emosi dan kognitif anak sehingga dapat memenuhi kebutuhan emosi anak.

"Karena dalam proses bermain itu ada banyak hal yang tersimulasi, mulai dari simulasi kognitif, kreativitas, kemudian ada juga simulasi emosi dari proses bermain itu. Kemudian, orang tua bisa mengenal kebutuhan emosi anak," tutur Ayoe Sutomo, M. Psi, psikolog anak dalam acara peluncuran Cadbury Dairy Milk Lickables pada rangka merayakan momen kebersamaan dengan keluarga.

Selain itu, output yang dihasilkan pun merupakan perasaan senang dan itu bisa menjadi investasi ke depan untuk anak dalam proses belajar dan melalui suatu hal.

Karena anak yang bahagia dalam mempelajari sesuatu atau saat tengah mengenal sesuatu yang baru akan jauh lebih mudah dan paham akan hal tersebut. Yang terpenting dalam bermain bersama anak adalah adanya interaksi yang positif untuk kelekatan emosi antara orang tua dan anak. Itu nantinya akan menjadi sesuatu yang positif dan baik untuk anak sehingga ia bisa memiliki konsep diri yang bagus dan ia mempunyai pandangan yang bagus untuk dirinya.

Untuk waktunya sendiri dapat dilakukan sekitar 15 hingga 30 menit asalkan perhatian orang tua penuh pada anak. Dapat dilakukan sebelum anak berangkat sekolah, di mana anak dalam kondisi yang segar kala itu atau bermain setelah orang tua pulang bekerja. Namun, ketika interaksi dilakukan setelah orang tua usai bekerja, harus memperhatikan jam biologis anak karena dapat mengganggu siklus beristirahat anak.

"Waktu yang diperlukan sebenarnya tidak lama, sekitar 20 sampai 30 menit untuk kualitas yang intense agar hubungan tetap dekat saja antara orang tua dan anak," kata Ayoe.

Ia menambahkan bahwa dalam berinteraksi dengan anak juga diperlukan yang namanya kreativitas. Dilontarkan oleh Ayoe, salah satu kendala yang dihadapi orang tua adalah ketika telah memiliki waktu bersama dengan anak adalah bingung apa yang harus dilakukan. Akibatnya, mereka memainkan lagi dan lagi permainan yang telah dicoba dan menimbulkan kebosanan. Maka dari itu, diperlukan yang namanya kejutan agar dapat membuat anak bersemangat berinteraksi dengan orang tua.

"Makanya harus benar-benar kreatif untuk memilih topik dan hal yang disukai anak. Jika ingin mengajukan pertanyaan, jangan yang membosankan seperti 'Tadi gimana di sekolah? Tugas-tugasnya gimana?'," kata Ayoe.

Orang tua harus menyesuaikan dengan usia anak sehingga memiliki pendekatan yang tepat. Ke pada anak-anak yang lebih kecil dapat menggunakan metode dengan cara membacakan dongeng untuk menggali informasi dari anak. Untuk anak yang lebih besar, bisa berinteraksi mengenai hobi atau kesukaannya. gma/R-1

Pentingnya Komunikasi

Berinteraksi penting dilakukan pada anak sejak dini karena membantu anak melakukan komunikasi dua arah. Jika sejak kecil anak disibukkan dengan gadget atau dirinya sendiri, anak dapat kurang terstimulasi dengan aspek yang lain sehingga menalami kesulitan atau lambat dalam pembicaraan dua arah.

Interaksi dengan orang lain pun perlu sekali dilakukan untuk melatih anak bersosialisasi dengan lingkungannya, sehingga anak bisa belajar bertahan di luar lingkungannya. Namun, pastinya harus dengan bimbingan orang tua. Karena jika tidak diiringi dengan bimbingan orang tua, pengaruh dari luar keluarga mudah sekali masuk. Kalau itu adalah pengaruh yang negatif, maka anak dapat memiliki konsep diri yang buruk.

Permasalahan yang sering kali dialami oleh orang tua dan anak adalah terjadinya perselisihan beda pendapat sehingga mengakibatkan anak membantah perkataan orang tua. Dijelaskan oleh Ayoe, anak-anak yang membantah umumnya memiliki alasannya sendiri kenapa melakukan hal tersebut dan biasanya akibat alasan-alasan tertentu sesuai dengan usianya.

Pada kriteria umur yang lebih kecil, sebelum memasuki usia remaja, rasa keingin tahuan anak sangatlah tinggi. Akhirnya, ia membantah untuk membutuhkan penjelasan dari orang tua kenapa harus melakukan hal yang dikatakan oleh orang tuanya.

"Semisalnya disuruh tidur siang, anak akan bertanya kenapa harus tidur siang. Itulahh yang menjadi tantangan orang tua untuk memberikan jawaban-jawaban yang tepat akan pertanyaan itu," ujar Ayoe.

Jika orang tua menjawab hal tersebut dengan keliru, dapat berdampak pada persepsi anak di masa depannya. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami persepsi yang keliru di masa depan dikarenakan jawaban yang pernah diberikan oleh orang tuanya saat masih kecil.

Lain lagi pada masa praremaja sekitar usia 12 tahunan, di mana usia anak ketika tengah mencari jati diri. Saat usia itu, menurut Ayoe, anak biasanya membantah karena ia ingin mencoba apa yang ingin lakukan dan ingin diketahui. Tetapi, orang tua tidak mampu mengkomunikasikan baik dan buruknya terhadap pilihan tersebut.

"Sebetulnya, kalau sudah masuk ke usia remaja, kuncinya adalah di hubungan komunikasi," katanya.

Jika orang tua mampu mengkomunikasikannya dengan baik ke pada anak, maka proses membantah anak tidak akan terjadi, melainkan proses diskusi. Anak dapat mengutarakan apa yang ia ingin coba lakukan dan orang tua dapat mengungkapkan pendapatnya juga mengenai yang anak hendak lakukan.

"Seringnya orang tua itu, anak sudah remaja, tetapi pendekatannya masih dianggap anak-anak, sehingga pendekatannya juga usia kanak-anak. Semisanya, 'pakai baju ini aja ya,' jadinya malah terjadi bantah-bantahan," cerita Ayoe.

Maka dari itu, perlunya komunikasi dengan baik dengan anak untuk menghindari konflik seperti itu. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top