Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Memahami Perumpamaan Yesus dalam Kitab Suci

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Berhikmat dengan Perumpamaan

Penulis : Dr Josep Susanto

Penerbit : Obor

Cetakan : April 2019

Tebal : 137 halaman

ISBN : 978-979-565-846-7

Tradisi kebijaksanaan dalam Kitab Suci bisa didekati dari berbagai sudut. Salah satu yang ditawarkan buku ini, mengajak pembaca menjadi pribadi yang berhikmat melalui teks-teks perumpamaan Yesus yang ditampilkan dalam Injil. Ketika Yesus memilih gaya perumpamaan dalam pewartaan-Nya, sebenarnya Dia tidak menciptakan sebuah gaya baru yang sama sekali berlainan dengan gaya pengajaran pada zaman-Nya.

Gaya perumpamaan sudah dikenal sejak lama oleh umat Israel. Meski demikian, dapat dikatakan bahwa secara cemerlang Yesus menggunakan gaya yang memang sudah berkembang dalam tradisi Yahudi kuno tersebut (hlm ix). Perumpamaan mengandung kekuatan yang menarik keingintahuan dan menggetarkan rasa pembaca Kitab Suci. Pengajaran seorang guru yang menggunakan gaya perumpamaan bertujuan mendidik para murid untuk menjadi lebih pandai, lebih berpengetahuan, dan lebih memahami intisari pengajaran sang guru.

Misalnya, perumpamaan benih yang tumbuh secara rahasia dalam Markus 4: 26-29 tentang Kerajaan Allah. Pada bagian awal ditampilkan gambaran seorang petani yang hanya pasif menunggu pertumbuhan benih yang dia tanam. Dia cuma menabur benih lalu kembali kepada ritme kehidupan sehari-hari. Benih berakar, bertunas tumbuh, dan berbuah tanpa diketahui si petani. Dalam hal ini Yesus dalam pengajaran-Nya mau menekankan sisi misteri pertumbuhan benih.

Selain itu, Yesus hendak memberikan pengajaran pula, ada sesuatu yang lebih dahsyat lagi dari misteri tumbuhnya biji, yaitu intervensi Allah dalam sejarah kehidupan manusia. Yesus mau mengatakan, sejarah jaminan keselamatan Allah secara penuh telah dimulai pada zaman-Nya. Tak seorang pun dapat mencegah atau mempercepat kedatangannya. "Yang dituntut dari manusia adalah kesetiaan dan mengikuti irama keselamatan Allah dalam diri Yesus sambil menanti kedatangan masa tersebut hingga akhirnya memperoleh panen yang berlimpah," (hlm 43).

Yesus juga memberi perumpamaan orang Samaria. Pembaca diajak masuk ke dalam rangkaian kisah dramatis. Sekali lagi Yesus tampil sebagai seorang guru luar biasa yang dengan sabar menyusun sebuah kisah menarik dalam pengajaran. Kisah ini diawali dengan informasi tentang seorang pejalan kaki yang turun dari Yerusalem ke Jeriko, daerah yang sepi dan rawan kejahatan. Ia dirampok habis-habisan, termasuk pakaian dan seluruh atribut yang menempel di tubuh. Perumpamaan ini hendak mengatakan, orang yang luka tidak mempunyai tanda kebangsaan atau status sosial. Orang tersebut digambarkan sebagai manusia yang sedang dalam keadaan memerlukan bantuan.

Lalu, datanglah dua pejalan kaki. Seorang imam dan seorang Lewi. Dua tokoh ini dianggap orang saleh dan diharapkan membantu orang malang tadi. Pembaca terkejut karena keduanya hanya melihat dan melewatinya begitu saja. Lalu datanglah seorang Samaria. Dalam sejarah orang Israel, ada permusuhan antara orang Yahudi dan orang Samaria.

Pembaca yang sudah akrab dengan situasi ketegangan politik-keagamaan tersebut pasti menebak bahwa orang Samaria ini akan melakukan tindakan yang sama, bahkan lebih buruk dari tindakan imam dan orang Lewi tadi. Langkah orang Samaria yang justru membantu orang yang dirampok tersebut, jelas mengejutkan pembaca dan menghancurkan penafsiran sempit tentang ketaatan terhadap hukum Taurat. Ini juga membuka kedok kebencian yang sering kali dianggap wajar dan benar oleh para pemimpin agama serta pengikutnya.

Perumpamaan orang Samaria juga berhubungan dengan pewartaan Kerajaan Allah yang dilakukan Yesus dan pemerintahan-Nya tentang kasih Allah kepada para pendusta serta orang-orang di luar kelompok Yahudi. "Bagi Yesus, dalam Kerajaan Allah, tindakan kasih tidak dapat dikotak-kotakkan oleh identitas kebangsaan, kesukuan, ataupun keagamaan sekalipun," (hlm 89).

Buku berusaha memberikan suatu pegangan menjadi pribadi berhikmat dalam memahami dan mengalami kekuatan Sabda Yesus. Pembaca diajak berani mewartakan perumpamaan Yesus dalam konteks zaman sekarang. Diresensi Miftahul Khoiri, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta

Komentar

Komentar
()

Top