Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERADA

Memahami Islam yang "Rahmatan lil "˜alamin"

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Tak ayal, sikap saling membenarkan pendapat sendiri tak bisa dihindarkan. Bermula dari kegentingan itulah, buku ini hadir sebagai upaya menyejukkan situasi. Pembaca akan dibawa untuk merenungi kehidupan dan memperbaiki kehidupan rohani. Buku ini mengajak memahami agama, khususnya Islam, yang rahmatan lil 'alamin.

Sehingga Tuhan benar-benar memiliki sifat rahman kepada semua makhluk. Pembaca diajak untuk cermat memilih dan memilah ceramah yang bermanfaat. Sebab dewasa ini, banyak sekali khotbah menyeramkan. Ironisnya, orang-orang yang demam agama menelan mentah-mentah yang disampaikan si dai.

"Cermatilah, kawan-kawan. Ceramah-ceramah dalam bentuk apa pun yang disampaikan siapa pun, termasuk via media digital, jika tidak menyuarakan mau'izhah hasanah, hikmah, dan rahmatan lil 'alamin, pastilah itu bukan dilakukan oleh ulama pewaris para nabi. Matikan segera channel YouTube yang Anda putar. Jauhilah dia. Sesungguhnya Rasulullah, para sahabat, dan para ulama sesudahnya, tidak mengajarkan kebencian-kebencian dalam perbedaan pandangan dan paham apa pun," (hal 145).

Jika dicermati, sesungguhnya kekacauan beragama ini bermula daripada nafsu dan akal yang menduduki posisi tertinggi dalam diri. Padahal di dalam kitab Ihya 'Ulumuddien, Imam Ghazali mengumpamakan tubuh manusia seperti kerajaan, di mana hati sebagai raja dan akal sebagai penasihat.

Mengapa bukan akal yang menjadi raja? Sebab akal selalu menemukan cara untuk membenarkan perbuatan kita. Sedangkan nafsu, dia memiliki peran ganda. Suatu saat menjadi pengawal setia, tapi di sisi lain bisa menjadi pengawal yang berkhianat pada raja. Jika seseorang menggunakan akalnya sebagai raja, besar kemungkinan nafsu menjadi hulubalang yang buruk.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top