Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Meluruskan Otonomi Daerah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Indra L Nainggolan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Pamekasan. KPK juga menetapkan beberapa orang tersangka di antaranya Bupati Pamekasan, Achmad Syafii, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudi Indra Prasetya. Kemudian, Kepala Inspektorat Pemerintahan Kabupaten Pemekasan, Sucipto Utomo, Kepala Desa Dasukan pada Kecamatan Pademawu, Agus Mulyadi, dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Pemerintahan Kabupaten Pamekasan, Noer Sollehhodin.

Sebelumnya, sudah ada beberapa kepala daerah ditetapkan tersangka KPK, di antaranya Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, tersangka menyalahgunakan kewenangan penerbitan izin usaha pertambangan. Bupati Klaten, Sri Hartini, terkait kasus jual beli jabatan, dan belum lama Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, bersama istrinya, Lily Maddari, terkait suap proyek jalan.

Berbeda dengan beberapa kasus pada kepala daerah tersebut, kasus Bupati Pamekasan justru melibatkan lembaga pengawas internal dan eksternal. Keterlibatan Kepala Inspektorat Pemerintahan Kabupaten Pemekasan menjadi perhatian penting dalam konteks pemerintahan daerah. Sebab, tugas dan fungsinya sebagai pengawas internal lembaga eksekutif daerah justru disalahgunakan dengan terlibat suap.

Melihat fakta tersebut konsep pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah serta asas tugas pembantuan menjadi perhatian serius. Konsep otonomi daerah provinsi, kabupaten, dan kota, bahkan pemerintahan desa mengandung pengertian kebebasan mengatur dan mengurus diri sendiri. Ini justru menimbulkan dilematis dengan adanya berbagai kasus kepala daerah sebagai tersangka kasus korupsi.

Dulu, semangat otonomi daerah seluas-luasnya keras disuarakan, sekarang justru menimbulkan persoalan tersendiri seperti raja-raja kecil. Maka harus ada pembenahan konsep otonomi daerah (OD). Amanat Konstitusi Pasal 18 Ayat 5 UUD 1945 menyatakan, "Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat." Poinnya OD dilaksanakan bila UU mengatur lebih rinci urusan pemerintahan yang dilimpahkan pusat kepada satuan pemerintah daerah.

Konsekuensinya, kewenangan menjadi tanggung jawab penerima, namun sewaktu-waktu dapat diambil kembali pemerintah pusat. Maksudnya dalam pemerintahan negara kesatuan yang memiliki kekuasaan mutlak pemerintahan pusat. Inilah kandungan asas kedaulatan rakyat yang diselenggarakan pemerintah pusat sebagai kekuasaan asal atau sisa (residual power) dan kewenangan (authority) sebagai legalized power berada di daerah (Jimly Asshiddiqie: 2006).

Bangunan hukum ingin menciptakan hubungan pemerintahan pusat dan daerah dalam suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jangan sampai satu sama lain berjalan sendiri-sendiri. Tujuan pelimpahan kewenangan agar setiap daerah bebas mengelola wilayahnya sesuai kebutuhan masing-masing. Sebab bila pusat mengelola seluruh kegiatan pemerintahan dikhawatirkan tidak dapat menjangkau daerah-daerah.

Dalam menjalankan OD seluas-luasnya dibutuhkan pengawasan terhadap kepala daerah sebagai penanggung jawab. Kekuasaan tanpa pengawasan akan terjadi penyalahgunaan kewenangan (abuse of power). Pengawasan ini untuk menghindari kesalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai pelayan publik. Dalam OD seluas-luasnya, pengawasan berada pada lembaga-lembaga di daerah. Organ-organ pemerintahan setempat harus dapat menjalankan fungsi sebagai check and balances system.

Peran Pusat

Dalam kasus suap di Pamekasan, pelimpahan kewenangan diikuti juga dengan upaya pengawasan pada lembaga pengawas daerahnya masing-masing. Sudah seharusnya Inspektorat Pemerintahan Kabupaten Pemekasan menjalankan fungsi pengawasan. Begitu juga dengan lembaga penegak hukum yang berada dalam satuan pemerintahan daerah harus bergerak sesuai dengan aspek penegakan hukum.

Penegak hukum harus dapat mengemban tanggung jawab, sedangkan untuk pengawasan kebijakan atau politis dimiliki lembaga DPRD. Manakala fungsi pengawasan daerah kurang maksimal, pusat sebagai pemilik kewenangan asal harus turut mengawasi.

Pasal 7 Ayat 1 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, "Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan." Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 377 untuk Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi serta Pasal 378 kabupaten/kota. Ketentuan kedua pasal tersebut belum menjawab secara rinci makna pengawasan. Selain itu, juga masih dibutuhkan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah yang tentunya akan membutuhkan waktu.

Juga dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah belum terdapat pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh masyarakat. Keterlibatam rakyat sangat penting dalam konteks OD. Sebab OD diperhadapkan kebebasan untuk mengatur dan mengurus daerahnya secara mandiri.

Kemandirian bukan hanya terdapat pada pelayanan publik, namun keterlibatan masyarakat memajukan daerah. Maka, untuk menjalankan amanat konstitusi Pasal 18 Ayat 5 UUD 1945, pelimbahan kewenangan bukan hanya diberikan kepada lembaga pemerintahan daerah, tetapi rakyat memiliki hak memajukan daerah.

Apabila warga berpartisipasi besar daerah akan berkembang. Inilah konsep negara hukum demokratis yang menghendaki partisipasi masyarakat. Negara menjunjung asas kedaulatan untuk memilih kepala daerah maupun legislator. Namun dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab harus ada pengawasan lebih lanjut.

Inilah keterlibatan rakyat dalam pengawasan OD. Melihat kronologis dugaan suap pengamanan perkara penyimpangan dana desa Dassokan yang sebelumnya diawali dengan laporan masyarakat atau LSM kepada kejaksaan penyimpangan 100 juta oleh kepala desa menjadi contoh. Rakyat mengontrol penyalahgunaan kewenangan. Berdasarkan kejadian ini jelas partisipasi masyarakat penting dan sejalan dengan OD.

OD dalam UU No 23 Tahun 2014 harus disempurnakan. Berdasarkan fakta kasus tersangka kepala daerah sangat dibutuhkan pengawasan dari satuan pemerintahan pusat maupun masyarakat. Hal ini untuk menguatkan kebebasan mengatur dan mengurus daerah guna mewujudkan kesejahteraan warga setempat.

Penulis Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta

Komentar

Komentar
()

Top