Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 21 Des 2019, 01:00 WIB

Melestarikan Tenun Lewat Pariwisata

Foto: koran jakarta/teguh rahardjo

Usai berwisata ke Pulau Komodo, sebelum kembali ke Jakarta, mampirlah dulu ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), atau sebaliknya, sebelum menikmati Kepulauan Komodo, mampirlah di Kupang. Karena memang saat berwisata ke Pulau Komodo, oleh-oleh yang dibawa pulang hanya berupa kaos bergambar komodo atau mungkin hanya patung binatang komodo.

Oleh-oleh NTT yang ekslusif tentunya adalah kain tenun. Ada banyak corak ragam tenun dari NTT, khususnya di kawasan Kupang. Seperti halnya kain tenun kebanyakan di Indonesia, produksinya sangat terbatas, bahkan nyaris punah.

Kain tenun di Kupang kini mulai dilestarikan bahkan sudah menjadi tujuan wisata di daerah tersebut. Meninjau pembuatan kain tenun ikat langsung ke rumah produksinya hingga membeli untuk oleholeh, bisa menjadi alternatif wisata jika kebetulan sedang berada di NTT. Setidaknya ada beberapa kampung tenun di Kupang, antara lain Rote, Alor, Timor dan Sabu.

Namun yang lebih terkenal adalah tenun ikat khas Pulau Rote. Koran Jakarta belum lama ini menelusuri keunikan kampung pembuat tenun Rote tersebut. Tenun Ikat Tenun ikat Rote menjadi salah satu entitas budaya NTT yang bertahan bahkan semakin bekembang.

Tenun ikat Rote yang kemudian terkenal adalah Tenun Ina Ndao. Adalah Yus Lusi dan sang istri, Dorce Lusi, yang kemudian mengembangkan produksi tenun di Sentra Tenun Ina Ndao, yang beralamat di Jalan Kebun Raja II, Kecamatan Naikoten I, Kota Kupang, NTT. Sentra tenun yang dibangunnya kini sudah mulai terasa membangkitkan ekonomi dikawasan tersebut. Terlebih semakin banyak institusi swasta dan pemerintah yang memberikan bantuan.

Dorce Lusi sendiri mengaku menenun sudah sejak usia muda karena meneruskan keahlian orang tuanya. Ia mulai serius mengembangkan tenun Rote bersama suaminya mulai tahun 1991 lalu.

Namun, tentunya tidak mudah karena selain memerlukan ketekunan, peminat tenun atau konsumennya pun sedikit. Rumah tenun Ina Ndao juga menjadi rumah tinggal pasangan ini. Saat disambangi, rumah produksi tenun sedang ramai oleh ibu-ibu yang sedang membuat kain tenun.

Rumah produksi berlantai dua, baik dilantai dasar dan lantai dua, semuanya diepnuhi dengan kegiatan produksi pembuatan Ina Ndao. Setelah bertahun-tahun menekuni tenun, akhirnya produksi Ina Ndao mulai ramai justru saat terjadi krisis moneter tahun 1997.

Produk budaya tenun Rote buatan mereka justru tahan terhadap krisis. Produk budaya yang dihasilkan turun-temurun itu berhasil booming. Pesanan bernilai ratusan justru mulai mereka terima.

Pesanan semakin banyak tentunya membutuhkan produksi yang lebih cepat. Sayang, penenun yang ada saat itu sudah sedikit dan didominasi warga berusia lanjut. Sedikit demi sedikit ia memberikan pelatihan menenun kepada tetangga sebelah rumah. Lambat laun, semakin banyak warga yang ikut berlatih membuat tenun dan ikut menikmati hasil ekonomis dari tenun NTT itu.

Institusi pemerintah dan swasta pun mulai mengetahui upaya pelestarian budaya tenun NTT dan aktif membantu melalui program CSR. Bank Indonesia, PT Astra hingga PT Pupuk Sriwijaya adalah beberapa di antaranya yang ikut membantu Ina Ndao melestarikan tenun khas Rote. Sejak berdiri 1991, sentra tenun ikat Ina Ndao telah melatih ribuan orang.

Pelatihan yang diberikan mulai dari pemintalan, pewarnaan, desain motif, kelenturan kain, kerapian, dan proses menenun. Hasilnya, sentra Ina Ndao setiap bulan memproduksi 40 lembar kain, yang dihasilkan belasan penenun tetap. Belum termasuk produksi dari para binaan di 16 kabupaten dan kota yang berjumlah ratusan lembar setiap bulan.

Serba-alami Saat menyambangi tenun Ina Ndao, akan dijelaskan proses produksi sejak awal atau pembuatan benang hingga menjadi kain tenun. Semua proses dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan alami. Di dinding dari ruang produksi Ina Ndao terpampang gambar dari alur atau proses pembuatan tenun. Tahap pertama tentunya adalah menyiapkan benang. Benang dipintal menggunakan alat yang juga tradisional dari kapas, atau kadang menggunakan benang yang sudah ada terbuat dari bahan katun. Gulungan benang yang sudah penuh akan disisihkan untuk dipersiapkan pada tahap berikutnya yakni menghani.

Menghani adalah proses menyusun bola-bola benang yang sudah dibuat untuk di tatat dan diikat. Benang diikat di atas hani, alat tenun, sehingga dinamakan menghani. Proses ini cukup penting karena menjadi awal pembuatan motif tenun. Proses kemudian berpindah pada pengikatan kain tenun. Inilah mengapa Ina Ndao disebut sebagai tenun ikat. Setelah diikat sesuai rencana motif yang akan dibuat, langkah berikutnya adalah melakukan pewarnaan.

Benang yang sudah diikat dicelupkan ke dalam pewarna alami. Pewarna menggunakan bahan-bahan alam, misal warna kuning dari kunyit, warna biru dengan daun nila, akar kembo untuk membuat warna merah cerah. Terkadang juga menggunakan mengkudu untuk mendapatkan warna kuning khas tenun Ina Ndao. Proses pencelupan memakan waktu yang cukup lama agar warna meresap pada benang tenun sehingga bertahan lama atau tidak luntur.

Kemudian dijemur hingga kering, dan tahap berikutnya setelah kering adalah pembukaan ikatan. Benang kemudian diatur di atas mesin tenun dan penenunan pun siap untuk dilakukan. Prosesnya cukup panjang. Mulai dari pembuatan benang hingga menjadi produk kain tenun dibutuhkan dua minggu.

Itu untuk ukuran kain tenun 2,5 meter panjang dan lebar satu meter. Setiap tahapan dikerjakan oleh orang yang berbeda, meski sebenarnya mereka memiliki kemampuan untuk membuat semua prosesnya. Wisatawan yang datang juga tidak hanya sekadar berfoto, ada kesempatan untuk ikut mencoba menenun dengan alat tenun tradisional yang ada.

Soal harga, karena semua dikerjakan dengan cara tradisional dan menggunakan bahan alami, tentu cukup mahal dibandingkan tenun hasil industri tekstil. Tidak jauh dari rumah produksi, terdapat toko yang menjual beragam ukuran kain tenun.

Selain lembaran kain tenun, juga terdapat produk fashion yang sudah jadi seperti kemeja, jas, celana panjang, hingga tas. Harganya pun berfariasi, mulai 50 ribu untuk syal kecil hingga jutaan rupiah untuk seledang ukuran besar.

Menjajal Kuliner Khas Kupang

Selain oleh-oleh kain tenun, wisatawan juga bisa menikmati keunikan kuliner Kupang, seperti ikan kuah kuning yang gurih. Ikan dari sajian kuliner di Kupang masih segar karena memang kawasan ini cukup dekat dengan pantai. Atau sei sapi, kuliner yang berbahan daging sapi asap khas dari NTT.

Sei sapi disajikan dalam sajian sei sapi lada hitam yang nikmat, bisa menjadi pilihan kuliner khas NTT. Kupang atau NTT secara keseluruhan adalah daerah penghasil daging sapi dan ikan laut. Olahan daging sapi yang terkenal adalah sei sapi.

Untuk oleh-oleh, sei sapi yang sudah dikemas kedap udara juga bisa menjadi pilihan saat berwisata di Kupang. Nah, jika ingin menikmati olahan sei sapi, banyak restoran di Kupang yang siap melayani.

Sei sapi ini dapat dinikmati dengan dipanaskan atau dibakar/diasap sudah enak. Tapi, ada juga yang diolah dengan bumbu, seperti memasak sei sapi lada hitam. Rasanya sungguh gurih dengan aroma asap yang kental saat di kunyah. Sajian lain yang juga menjadi andalan rumah makan di Kupang adalah ikan kuah asam.

Ikan melimpah di Kupang karena kawasan ini juga terkenal dengan wisata baharinya. Sepintas ikan kuah asam khas Kupang sangat mirip dengan sup ikan yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Namun, sesuai namanya, ikan kuah asam lebih didominasi rasa asam yang menyegarkan sekaligus gurih ikan segar.

Ikan kuah asam di Kupang berbahan dasar ikan karang yang segar hasil tangkapan nelayan tradisional dari Pelabuhan Tenau. Ikan dari Teluk Kupang menghasilkan kuah kaldu yang lezat saat dipadukan dengan bahan-bahan bumbu yang sederhana.

Kadang ada pula yang menambahkan dengan potongan wortel dan kentang sebagai pelengkap ikan kuah asam. Selain daging ikan yang gurih, bagian yang paling disukai orang adalah kepala ikan yang rasanya memang paling lezat. tgh/E-3

Redaktur:

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.