Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 20 Apr 2021, 01:02 WIB

Medsos Jadi Panggung Wanita Yahudi Ortodoks

Foto: Istimewa

Teknologi telah membantu para wanita Yahudi dari golongan Ortodoks mengejar karir dalam menyanyi. Dengan menggunakan media sosial (medsos) mereka bisa menyanyi tanpa melanggar larangan agamanya.

Penganut Yahudi Ortodoks dikenal sangat ketat dan kaku dalam menginterpretasikan hukum dari kitab Taurat yang jumlahnya 613 hukum. Salah satu hukumnya, wanita dewasa dilarang menyanyi di hadapan pria. Ini disebut dengan "kol isha" atau suara atau nyanyian perempuan.

Namun, berkat Youtube dan Instagram wanita dari komunitas tersebut terobati. Mereka memanfaatkan celah aturan. Misalnya, penyanyi Devorah Schwartz dapat tampil di panggung virtual dan menemukan penontonnya. Mengenakan wig warna pirang, riasan wajah penuh dan gaun leher tinggi lengan panjang, dia melangkah ke atas panggung.

Tentu saja meski virtual, penontonnya tetap diharuskan berkelamin wanita. Ia memposting lagu-lagunya ke Instagram dengan menuliskan penafian (disclaimer), "Hanya untuk wanita dan anak perempuan." Penafian tidak membuat dimaklumi. Tapi tetap mendapat penentangan dari komunitasnya dengan menyebutnya sebagai kol isha.

Schwartz cukup revolusioner. Hal semacam itu pada satu dekade lalu bahkan tidak pernah terlintas pada imajinasi paling liar dari komunitas Yahudi Ortodoks. Sebab bagi wanita dengan bakat music, langkah tersebut akan menjadi sangat rumit.

Tertawa

Tinggal di Monsey, New York, Schwartz mengajar vokal dan menari di sekolah Yahudi. Pada posisi tersebut dia merasa telah mencapai puncaknya, hingga memutuskan untuk belajar dengan pelatih vokal Steven Schnurman. Pelatihnya kemudian mengatakan, "Kamu memiliki suara klasik. Kamu bisa menjadi bintang internasional."

Schwartz menertawakan klaim Schnurman. Apalagi suaminya adalah seorang mahasiswa di Lakewood Yeshiva, sebuah perguruan tinggi bagi pria Yahudi Ortodoks. "Saya tidak melihatnya sebagai sebuah pilihan," katanya kepada laman Glamour.

"Lagu saya tidak akan pernah dinyanyikan di pesta pernikahan, tidak akan pernah diputar di toko-toko, seperti lagu laki-laki. Ini menyedihkan, tapi itu pilihan yang saya buat," ungkap Schwartz.

Bahkan suaminya mengingatkannya, dia masih bisa membuat aktivitas kosher (halal) lain tanpa perlu menyanyi. "Saya mendapat banyak pelecehan daring pada awalnya karena apa yang saya lakukan sangat berani dan sangat berbeda serta sangat baru," kata Schwartz.

Ia kemudian memblokir akun-akun yang melecehkannya. Sekarang tiga tahun sejak kemunculan pertamanya, Schwartz telah memiliki hampir 20.000 pengikut di Instagram. "Tapi sekarang ada ledakan besar di industri ini, orang-orang terbiasa. Mereka menghargainya," ujar dia.

Kini motivasi Schwartz dia merasa bertanggung jawab pada generasi wanita Yahudi di masa depan. "Jika Anda melihat bintang pop sekarang, hal itu bukan tentang musiknya. Ini semua tentang gender," katanya.

"Saya memiliki misi berbeda untuk memberdayakan para gadis dan wanita muda. Bisakah kita memberi mereka sesuatu yang menyenangkan. Musik pop, di mana mereka tidak perlu pergi menonton dan mendengarkan musik lain di luar sana," ujar dia.

Menurut asisten profesor di Universitas Georgetown sekaligus penulis buku tentang seni pertunjukan wanita Yahudi Ortodoks, Jessica Roda, Instagram adalah platform yang sempurna untuk musik wanita.

"Ini kemudian dikenal sebagai alat yang diperlukan untuk membangun bisnis. Bahkan di komunitas yang paling konservatif, media sosial diizinkan untuk membangun bisnis," kata Roda. "Itu sangat menarik karena seni menjadi bisnis."

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.