Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ragam Masker Terbaru

Masker Wajah dari Bakteri

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Masker pada umumnya memiliki bentuk dan desain bisa menutupi seluruh bagian mulut dan hidung, sehingga tidak semua orang dapat menggunakan masker tersebut. Masih banyak orang-orang yang berkebutuhan khusus, yakni penyadangdisabilitas yang memerlukan masker yang bisa membaca gerak bibir atau melihat wajah.


Lupakan menjahit masker dengan menggunakan bahan kain atau yang lainnya. Sekarang sudah ada pembuat masker penutup wajah yang menumbuhkan bahan dari bakteri dan bisa digunakan sebagai bahan dasar masker wajah. Laman Trendhunter.com mengungkapkan, sekalipun masih dalam tahap contoh model, namun inovasi yang dilakukan ini mampu menarik banyak perhatian orang yang sibuk mencari masker di tengah mewabahnya Covid.19.

Pada saat persediaan masker pelindung banyak dibuat dari berbagai macam jenis bahan, Sum Studio mulai membuat prototipe masker alternatif dan berkelanjutan yang terbuat dari selulosa bakteri , merupakan produk sampingan dari bakteri yang disebut xylinum acetobacter. Masker wajah ini dapat ditanam dengan menggunakan beberapa bahan pokok dapur seperti air, teh, gula, dan sampel kecil dari bakteri, yang dapat bersumber dari sesuatu seperti teh kombucha tanpa rasa.

Proses menumbuhkan masker membutuhkan waktu beberapa minggu dan itu bisa diatur untuk membuatnya lebih nyaman dipakai. Tidak seperti banyak masker, bahan organik bersifat tembus cahaya atau transparan, yang berarti bahwa mulut pemakai dapat dilihat secara jelas.Topeng Xylinum prototipe belum diuji untuk sifat pelindungnya tetapi ia menawarkan cara yang inventif dan berkelanjutan untuk berpikir tentang masa depan produksi alat pelindung diri (APD).


Kekurangan masker N95, khususnya, sebagian disebabkan oleh satu bahan utama dalam masker tersebut yaitu filter berbasis polimernya, terbuat dari serat plastik, bukan tenunan buatan. Kemudian dua desainer mengembangkan prototipe untuk alternatif yang menawarkan pendekatan radikal, lebih berkelanjutan untuk rantai pasokan APD.

Garrett Benisch dan Elizabeth Bridges dari Sum Studio membuat masker, yang disebut masker Xylinum, dari selulosa bakteri, produk sampingan dari bakteri umum yang disebut xylinum acetobacter. Menurut Benisch dan Bridges, seseorang dapat menumbuhkan bakteri dengan beberapa bahan sederhana yang ada di dapur seperti air, teh, gula, dan sampel bakteri kecil xylinum acetobacter. Bahan terakhir itu mungkin terdengar menakutkan, tetapi mudah ditemukan, cukup gunakan kombucha tanpa rasa.

"Masker prototipe dan ilmu yang dirujuk digabungkan bersama untuk menunjukkan bahwa biodesign memiliki potensi nyata untuk inovasi dan dampak yang cepat," kata Benisch.

Saat bakteri berkembang biak, ia menciptakan lembaran selulosa datar di permukaan cairan tempat ia hidup. Tetapi ada yang lebih menarik lagi. Jika melihat lembar itu di bawah mikroskop, maka akan melihat rajutan ketat serat selulosa bahwa partikel virus harus bekerja keras untuk menembus mereka. Bahan yang dihasilkan memiliki tebal 0,25 inci. Ini biasanya memakan waktu sekitar dua minggu. Lalu bahan bisa digantung hingga kering, dan diberi perawatan permukaan tambahan, seperti waterproofing dan meminyaki untuk memberikan tekstur lembut pada kulit.

Banyak orang yang menunggu hingga 0,75 inci tebalnya, yang bisa memakan waktu empat minggu lagi. Bahannya juga tembus cahaya, yang artinya jika itu berubah menjadi masker transparan, pengguna bisa membaca bibir atau melihat senyum orang yang mengenakannya. itu, membuatnya lebih inklusif untuk orang-orang yang sulit mendengar, dan lebih ramah untuk hampir semua orang.


Halangan yang dihadapi untuk membuat bahan masker adalah bila bakteri menganyam serat yang terlalu ketat sehingga sulit pengguna untuk bernapas dengan mudah. Untuk memperbaikinya, Benisch dan Bridges mengutip penelitian Virginia Tech yang menambahkan partikel lilin ke permukaan pertumbuhan bakteri. Bakteri kemudian harus menenun serat selulosa di sekitar gumpalan lilin sehingga ketika lilin itu meleleh, lembaran akan memiliki potongan mikroskopis ruang negatif -dan menciptakan porositas yang dapat memungkinkan untuk bernapas dan filtrasi.

Benisch dan Bridges mengatakan biomask akan memiliki filtrasi yang setara dengan masker respirator N95, yang dianggap sebagai standar emas, meskipun penting untuk dicatat bahwa itu spekulatif, karena belum diuji. Mereka menambahkan bahwa bahan tersebut sangat mudah diproduksi sehingga dapat ditanam di mana saja, termasuk rumah sakit, dan dapat tumbuh dalam segala jenis wadah, sehingga dapat ditanam dengan spesifikasi standar.

Dibandingkan dengan topeng N95 tradisional, yang dimaksudkan untuk dibuang setelah sekali pakai, biomasks dapat digunakan kembali dan kemudian masker yang tidak dipakai lagi bisa menjadi kompos mudah hancur seperti sayuran rumah tangga. ars

Komentar

Komentar
()

Top