Marak Relokasi Pabrik dari Tiongkok ke Asia Tenggara
Kebijakan Perdagangan
Foto: AntaraBANGKOK – Beberapa perusahaan barubaru ini memindahkan pabrik mereka dari Tiongkok ke Asia Tenggara. Relokasi itu untuk mengantisipasi kemungkinan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump, akan mengenakan tarif tinggi pada Beijing jika kembali menduduki Gedung Putih. Seperti dikutip dari The Straits Times, Trump yang memperoleh kemenangan gemilang pada hari Selasa (5/11), telah mengancam akan menerapkan tarif sebesar 60 persen pada barangbarang yang masuk ke AS dari Tiongkok, jauh lebih tinggi dari pungutan sebesar 7,5 persen hingga 25 persen yang dikenakannya pada masa jabatan pertamanya. Kebijakan itu akan membawa risiko besar bagi ekonomi terbesar kedua di dunia. “Asia Tenggara, dengan pabrik mobil dan elektronik dari Thailand hingga Vietnam dan Malaysia, kemungkinan akan mendapat keuntungan dengan mengorbankan Tiongkok,” kata dua eksekutif, dua kelompok bisnis, seorang pengacara, dan seorang analis di wilayah tersebut.
Pengembang kawasan industri juga telah mempekerjakan penutur bahasa Mandarin dan mempersiapkan lahan untuk pabrik, sebuah tanda bagaimana Trump yang akan menjabat pada bulan Januari, dapat mengatur ulang rantai pasokan global. CEO WHA Group, Jareeporn Jarukornsakul, mengatakan saat Trump mempersiapkan kampanyenya untuk merebut kembali kursi kepresidenan awal tahun ini, panggilan dari pelanggan Tiongkok membanjiri WHA (Warehouse Asia) Group, salah satu pengembang kawasan industri terbesar di Thailand.
“Ada relokasi ke Asia Tenggara, tetapi putaran ini akan lebih intens,” katanya, mengacu pada masa jabatan pertama Trump pada 2017–2021. “WHA sedang memperluas tenaga penjualannya dan menambahkan penutur bahasa Mandarin ke tim yang mengawasi pemeliharaan dan administrasi kawasan industri yang mencakup lebih dari 12.000 hektare (30.000 hektare) di Thailand dan Vietnam,” kata Jareeporn.
“Dari 90 pabrik yang telah dibuka tahun ini di kawasan industri yang dikelola di seluruh Asia Tenggara oleh Amata Corp Thailand, sekitar dua pertiganya adalah perusahaan yang merelokasi fasilitas dari Tiongkok,” kata pendiri dan ketua pengembang WHA Group,Vikrom Kromadit. Trump akan menjadi “pukulan telak” bagi Tiongkok karena berpotensi menggandakan jumlah perusahaan yang ingin pindah dari sana ke kawasan industri Amata seluas 150 kilometer persegi (60 mil persegi) di empat negara Asia Tenggara.
“Konstruksi dimulai bulan ini di kawasan industri Amata di Laos, tempat Tiongkok membangun jalur kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan Kunming di Tiongkok barat daya dengan Ibu Kota Laos, Vientiane,” katanya. Sementara Thailand, pusat manufaktur mobil regional, telah menarik lebih dari 1,4 miliar dollar AS investasi dari produsen mobil Tiongkok ke industri kendaraan listriknya yang berkembang pesat. “Kami menginginkan banyak investasi dari Tiongkok sehingga kami dapat menjual ke Amerika,” kata Menteri Perdagangan Thailand, Pichai Naripthaphan. Malaysia juga berharap untuk menarik lebih dari 100 miliar dollar AS investasi baru ke sektor semikonduktornya guna memperoleh keuntungan setelah penataan kembali rantai pasokan.
“Pergeseran ini dapat memberi Malaysia peluang baru untuk meraih pangsa ekspor yang lebih besar ke Amerika Serikat dan pasar utama lainnya,” kata Soh Thian Lai, Presiden Federasi Produsen Malaysia. “Namun risiko tetap ada, terutama dengan beberapa indikasi bahwa Trump mungkin mempertimbangkan tarif impor dari negara- negara di seluruh kawasan,” kata Leif Schneider, kepala firma hukum internasional Luther di Vietnam. Vietnam, eksportir utama ke AS dengan surplus perdagangan bilateral sebesar 90 dollar miliar antara Januari dan September, bersiap menghadapi volatilitas di bawah Trump. “Trump harus memilih, Anda boleh saja anti Tiongkok, tetapi Anda harus punya beberapa teman di Asia Tenggara,” kata Jareeporn dari WHA.
Belajar dari Pengalaman
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, Indonesia perlu belajar dari pengalaman perang dagang antara AS dan Tiongkok saat Trump menjabat Presiden AS pada 2017-2021. Saat itu, Indonesia tidak mendapatkan relokasi industri dari perusahaan AS atau Tiongkok untuk pindah ke Indonesia karena perang dagang. Negara-negara yang diuntungkan justru merupakan tetangga dekat Indonesia di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, bahkan Malaysia.
“Ini juga harus jadi pelajaran agar tidak terulang lagi ketika perang dagang tarifnya naik Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi untuk menarik industri manufaktur terutama yang sifatnya high tech yang bisa meningkatkan nilai tambah,” ujar Bhima. Dengan demikian, dia menilai upaya perbaikan iklim investasi menjadi kunci untuk membuat Indonesia makin menarik bagi investor yang ingin melakukan relokasi pabriknya.
Berita Trending
- 1 Kunto Aji Persembahkan Video Musik "Melepas Pelukan Ibu" yang Penuh Haru di Hari Ibu
- 2 Kasihan, Mulai Tahun Depan Jepang Izinkan Penembakan Beruang
- 3 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 4 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Tertabrak Burung, Pesawat Penumpang Azerbaijan Jatuh di Kazakhstan
- Kado Natal Istimewa, Wamendagri Bima Serahkan Dokumen Kependudukan untuk Bayi Lahir 25 Desember
- Tinjau Sejumlah Gereja di Bandung, Wamendagri Bima Arya Pastikan Perayaan Natal Berlangsung Lancar
- Gibran Sapa Ribuan Jemaat GBI Keluarga Allah di Solo
- Ini Dia Kue Khas Natal dari Berbagai Negara