Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

MA Korting Vonis Anas Urbaningrum Jadi 8 Tahun

Foto : Antara/Istimewa.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memotong vonis mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah menjadi 8 tahun penjara.

"Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh pemohon/terpidana Anas Urbaningrum pada 30 September 2020 telah diputus oleh MA. Hakim Agung PK, alasan permohonan PK pemohon/terpidana yang didasarkan pada adanya 'kekhilafan hakim' dapat dibenarkan," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, di Jakarta, Kamis (1/10).

Pada tingkat pertama, Anas divonis 8 tahun penjara dan denda 300 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar 57,59 miliar rupiah dan 5,26 juta dollar AS.

Sedangkan pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara namun KPK mengajukan kasasi terhadap putusan itu sehingga MA memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara ditambah denda 5 miliar rupiah subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti 57,59 miliar rupiah subsider 4 tahun kurungan dan masih ditambah hukuman pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik.

Majelis Hakim Agung PK yang menangani perkara Anas terdiri dari Sunarto sebagai Ketua majelis yang didampingi Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (hakim ad hoc Tipikor) masing-masing sebagai hakim anggota.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda sebanyak 300 juta rupiah subsider pidana kurungan selama 3 bulan. Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Anas Urbaningrum berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalan pidana pokok," tambah Andi.

Majelis PK juga memutuskan Anas Urbaningrum wajib untuk membayar uang pengganti kerugian kepada negara sebanyak 57,592 miliar rupiah dan 5.261.070 dollar AS yang bila tidak dibayarkan maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Terdapat sejumlah alasan majelis PK mengabulkan permohonan Anas tersebut.

"Bahwa alasan-alasan pemohon PK atas dasar kekhilafan hakim dapat dibenarkan karena judex juris telah salah dalam menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan fakta hukum tentang tindak pidana yang terjadi telah dilakukan oleh pemohon PK kemudian judex juris mengubah pasal dakwaan yang terbukti di tingkat judex facti dari padal 11 UU Tipikor menjadi Pasal 12 huruf a UU Tipikor," ungkap Andi Samsan.

Judex juris adalah majelis hakim yang ada di tingkat kasasi (MA) sedangkan judex facti adalah majelis hakim yang ada di pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi.

Menurut Andi Samsan, setelah majelis PK mencermati alat-alat bukti baik dari keterangan saksi-saksi maupun alat bukti lainnya ternyata uang maupun fasilitas lain yang diterima oleh Anas baik melalui PT Adhi Karya maupun dari Permai Group adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

Dana-dana tersebut sebagian dijadikan marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi usaha agar mendapat proyek yang didanai APBN. Dari bukti-bukti bon sementara yang diajukan sebagai bukti terlihat uang yang dikeluarkan diberikan tanda/kode huruf untuk kepentingan siapa, siapa yang mengeluarkan dan nanti uang tersebut diganti dengan proyek mana yang akan didapat.

Sebagaimana keterangan saksi-saksi baik dari PT Adhi Karya maupun Permai Group, tidak ada satupun saksi yang menerangkan Anas telah melakukan lobi kepada pemerintah agar perusahaan tersebut mendapat proyek dan tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan tersebut atas kendali Anas.

"Hanya satu saksi di Permai Group yang menerangkan hal tersebut yaitu Nazaruddin, sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti lain adalah unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi) yang tidak mempunya nilai pembuktian," ungkap Andi Samsan.

Bahwa dalam proses pencalonan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, saksi-saksi yang hadir dalam penggalangan suara mengatakan Anas tidak pernah berbicara teknis bagaimana uang didapat untuk pendanaan pencalonan Anas sebagai ketua umum dan hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung.

Dari fakta hukum uang yang dikeluarkan untuk pendanaan pencalonan Anas sebagai Ketua Umum dari sipatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi Anas sebelumnya, kebetulan orang-orang tersebut duduk dalam struktur organsiasi perusahaan serta dari kader Partai Demokrat pendukung Anas yang punya akses dalam perusahaan tersebut. Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top