Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 25 Feb 2023, 06:15 WIB

Lore Lindu, Surga Keragaman Hayati di Garis Wallacea

Foto: Istimewa

Berada di dalam garis Wallacea, Sulawesi memiliki keragaman hayati yang tidak ditemui di luar garis itu. Kekayaan flora dan fauna secara lengkap, juga peninggalan peradaban prasejarah dapat dilihat di Taman Nasional Lore Lindu.

Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) di Sulawesi Tengah menawarkan kekayaan yang luar biasa. Seperti entitas serupa lainnya, taman ini memiliki fungsi sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Taman Nasional Lore Lindu berada di selatan Kabupaten Donggala dan bagian barat Kabupaten Poso. Ditetapkan oleh UNESCO sebagai kawasan cagar biosfer pada 1977, tempat ini memiliki luas 217.991,18 hektare dengan jarak dari Kota Palu mencapai 147 kilometer, sementara dari pusat Kota Poso jaraknya sekitar 60 kilometer.

Secara geologis, TNLL berada di antara dua patahan utama Sulawesi tengah. Di kawasan pegunungan, pada umumnya terbuat dari batuan asam sepertischists, granit, dangneissesyang memiliki sifat peka terhadap erosi. Pada bagian timur yaitu dataran danau yang berawan dan datar ditemukan formasilakustrin. Bagian barat terdapat formasi aluvium berbentuk kipas aluvial.

Sedangkan jenis tanah lapisan dan jenis tanah yang ada di TNLL terbagi menjadi empat, yaituinceptisol,alfisol,ultisol, danentisol. Suhu di kawasan taman nasional ini berada pada kisaran antara 26 hingga 32 derajat Celsius dengan curah hujan rata-rata 2.000 sampai 3.000 mm setiap tahun.

Kelembaban udara rata-ratanya 86 persen dengan kecepatan angin 3,6 kilometer per jam. Bagian selatan TNLL merupakan daerah tangkapan air dari tiga sungai besar. Ketiga sungai tersebut adalah Sungai Lariang, Sungai Palu, dan Sungai Gumbasa.

Sebagai kawasan pelestarian alam berbagai jenis flora, TNLL memiliki cukup beragam tipe ekosistem. Misalnya ekosistem hutan hujan dataran rendah, ekosistem hutan pegunungan atas, ekosistem rawa, ekosistem sabana, dan ekosistem sungai atau dataran banjir.

Berada di dalam garis imajiner Wallacea, sebuah garis hipotetis yang memisahkan wilayah geografi hewan Asia dan Australasia, TNLL menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik langka yang hanya terdapat di Sulawesi. Kawasan ini memiliki bermacam karakteristik seperti kawasan pegunungan, rawa, danau, dan hutan dalam satu kompleks.

Danau Lindu di kaki Gunung Nokilalaki dengan luas 3.488 hektare berada pada ketinggian kurang lebih 1.000 mdpl yang tergolong dalam kategori danau tektonik menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan setempat. Puncak tertingginya adalah Gunung Rorekatimbu yang berada pada ketinggian 2.355 mdpl.

Kawasan hutan TNLL memiliki beberapa tipe ekosistem hutan yang berbeda-beda. Taman nasional ini juga memiliki curah hujan yang berbeda. Di bagian utara, curah hujan berkisar antara 2.000-3.000 mm per tahun dan di bagian selatan mencapai 3.000-4.000 mm per tahun.

Secara ekologis tempat ini menjadi daerah tangkapan air bagi 3 sungai besar di Sulawesi Tengah, yakni sungai Lariang, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Kawasan tersebut sebagai rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna yang berstatus endemik.

Hutannya yang lebih menjadi pelindung bagi flora endemik, yakni leda (Eucalyptus deglupta) dan wanga Wanga (Figajeta flaris sp). Pohon leda memiliki kulit pohon berwarna warni seperti halus berwarna kuning, coklat sampai ungu. Pohon ini dapat mencapai ukuran tinggi 50 meter dan diameter batang 200 sentimeter.

Keduanya jenis pohon ini memiliki baunya yang harum, sehingga dijadikan bahan kosmetik kecantikan. Selain leda dan wanga, bisa ditemui juga tumbuhan sejenis rotan, pohon ara, aren, damar, kantong semar, pangi, dan masih banyak lagi.

Anggrek merupakan jenis yang juga menjadi primadona di kawasan TNLL. Saat ini ada dua lokasi budidaya anggrek yaitu di Mataue dan Telaga Tambing. Koleksi anggrek endemik yang dibudidayakan sebanyak 42 jenis. Beberapa jenis diantaranya adalahAerides odoratum,Acanthephippium javanicum,Arundina bambusifolia,Cymbidium finlaysonianum,Dendrobium macrophyllum, danEria coronaria.

TNLL menjadi habitat dari berbagai jenis fauna asli Sulawesi. Mulai dari mamalia, burung, reptil khas Sulawesi dapat ditemukan hidup di taman nasional ini. Beberapa contoh mamalia antara lain babirusa (Babyrousa celebensis), pelanger sulawesi (Phalanger celebensis), tarsier (Tarsius diane), monyet sulawesi (Macaca tonkeana), anoa (Bubalus depressicornisdanBubalus quarlesi), civet (Macrogalidia musschenbroeckii), dan kuskus atau marsupialia yaitu mamalia berkantung.

Jenis-jenis burung yang hidup di TNLL, antara lain maleo (Macrocephalon maleo), elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus), dan burung enggang (Rhyticeros cassidix). Sedangkan jenis reptil mulai dari king cobra (Ophiophagus hannah), dan ular piton (Python reticulatus). Juga terdapat 21 jenis spesies kadal besar.

Taman nasional tersebut juga memiliki 55 jenis kelelawar, 230 jenis burung, 38 jenis tikus sebanyak 31 diantaranya adalah jenis endemik, 5 jenis bajing, dan ribuan serangga berbentuk aneh namun cantik seperti kupu-kupu yang hidup di kawasan taman nasional ini.

Desa dan Gunung

Saat ini sekitar 117 desa terletak di dalam taman nasional, dan 64 desa lainnya berada di kawasan perbatasan. Desa-desa tersebut ditinggali oleh empat kelompok etnis utama yaitu Kaili, Behoa, Bada, dan Pekurehua.

Pertanian padi dan jagung, dan perkebunan kakao adalah beberapa contoh mata pencaharian utama masyarakat setempat.

Sebagai kawasan yang memiliki topografi beragam, TNLL memiliki puncak tertinggi yaitu Gunung Rorekatimbu yang gagah menjulang. Ketinggian puncaknya mencapai 2.355 mdpl menjadikan gunung ini menjadi tujuan para pendaki menguji ketangguhan.

Kawasan TNLL terbuka bagi para wisatawan baik Nusantara maupun mancanegara. Laman Lore Lindu Info menyebutkan tiket masuk sehari di kawasan tersebut sebesar 5.000 rupiah untuk wisatawan domestik, sedangkan untuk mancanegara sebesar 150.000 rupiah.

Di dalam kawasan mereka dapat memilih beberapa paket yang ditawarkan pengelola. hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.