Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Fiskal

Lonjakan Subsidi Kembali Bebani APBN

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and - KO
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta menyelesaikan secara bertahap masalah fundamental, khususnya upaya mencapai swasembada pangan dan energi agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih sehat dan tidak terus-menerus dibebani subsidi.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan subsidi pangan itu hanya bersifat sementara dan tidak bisa pemerintah memberi subsidi terus-menerus.

"Sangat tidak bijak bila subsidi diberikan untuk jangka panjang, misalnya persoalan minyak goreng. Seharusnya minyak goreng itu kan harganya bisa lebih murah, tetapi karena ada yang bermain dalam situasi ini dan memanfaatkan momentum ini maka harga minyak goreng jadi liar," tuturnya.

Pemerintah, jelasnya, harus mampu mendorong produsen minyak goreng untuk menurunkan harga dalam negeri supaya terjangkau masyarakat luas. "Kalau tidak mau, hak guna lahan untuk tanam kelapa sawit dicabut saja. Negara harus tegas, menindak para pemain ini," kata Esther.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan kenaikan berbagai komoditas termasuk minyak akan mengancam keberhasilan pemulihan ekonomi karena adanya distorsi dalam konsumsi dan investasi.

"Peningkatan subsidi merupakan langkah untuk menyangga pemulihan ekonomi. Namun tetap harus diperhatikan sumber dana pembiayaan subsidi yang tidak memberatkan APBN di masa mendatang, terutama beberapa indikator seperti utang dan penerimaan pajak tidak dalam kondisi yang baik," kata Suhartoko.

Tanpa Penyesuaian

Dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan kebutuhan beban subsidi dan kompensasi menahan gejolak harga komoditas tahun ini naik 291 triliun rupiah dari target sebelumnya sebesar 152,5 triliun rupiah, sehingga totalnya mencapai 443,6 triliun rupiah. Peningkatan itu dengan asumsi harga minyak mentah atau ICP sebesar 100 dollar AS per barel, sedangkan dalam APBN sebelumnya ditetapkan 63 dollar AS per barel.

Lonjakan subsidi yang signifikan itu karena harga minyak dunia yang melonjak, sementara tidak ada kebijakan penyesuaian harga. Kenaikan beban subsidi dan kompensasi tersebut terdiri dari subsidi energi yang naik dari 134 triliun rupiah menjadi 208,9 triliun rupiah dan kompensasi yang meningkat dari 18,5 triliun rupiah menjadi 234,6 triliun rupiah.

"Kompensasi meningkat sangat tinggi karena barang-barang yang tadinya tidak diatur juga tidak dinaikkan. Pertalite dalam hal ini tidak diubah harganya," kata Menkeu.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan energi menjadi masalah utama dunia karena faktor geopolitik. Inggris dan Tiongkok baru-baru ini menghadapi goncangan harga gas.

"Dengan perang Russia-Ukraina, semua jadi menderita. Energi dan pangan merangkak naik. Maka diperlukan kebijakan yang tidak bergantung pada impor," kata Aditya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top