Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Logika Bengkok Pembakaran Sekolah

Foto : Dok. Polda Kalteng

Yansen Binti memenuhi panggilan Polda Kalteng untuk pemeriksaan

A   A   A   Pengaturan Font

Ungkapan apa yang harus digunakan untuk menggambarkan manusia-manusia supersakit jiwa karena tega membakar institusi pendidikan. Apakah para pembakar itu tidak mempunyai anak yang harus bersekolah sehingga tempat belajar harus dibakar. Belum lama ini, tujuh sekolah dasar (SD) di Palangkaraya, Kalteng, dibakar para pecundang.

Menurut polisi, yang menjadi otak pembakaran adalah anggota DPRD Kalteng. Dia anggota Partai Gerindra bernama Yansen Binti, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul, mengatakan rencananya anggota DPRD Kalimantan Tengah, Yansen Binti, memerintahkan sejumlah orang untuk membakar 10 sekolah dasar.

Beruntung baru tujuh sekolah yang terlaksana dibakar. Ada kejanggalan logika di dalam kasus ini. Logika bengkok pertama adalah, katanya, pembakaran untuk mencari perhatian gubernur Kalteng, Sugianto Sabran, karena dulu dekat, sekarang renggang. Logika bengkok kedua, konon, itu untuk mengejar proyek.

Untuk yang terakhir ini mungkin termasuk "modus" baru karena biasanya para pengusaha mengejar proyek dengan menyogok pemberi proyek. Logika bengkok berikutnya, ini dilakukan oleh wakil rakyat yang semestinya memfasilitasi suara masyarakat. Mengapa wakil rakyat justru mencederai fasilitas umum untuk orang banyak.

Logika bengkok selanjutnya, banyak sekolah rusak dengan anggaran terbatas negara berusaha memperbaiki atau merenovasi. Ini malah yang sudah bagus dibumihanguskan. Ini cara berpikir yang menggelikan secara keseluruhan. Para pecundang itu mengeksekusi pembakaran sekolah secara bertahap, 4 Juli hingga 30 Juli 2017.

Yang dibakar adalah SD Negeri 1 Palangka, SD Negeri 4 Menteng, SD Negeri 4 Langkai, SD Negeri 1 Langkai, SD Negeri 5 Langkai, SD Negeri 8 Palangka, dan SD Negeri 1 Menteng. Pertanyaan selanjutnya, apakah mereka ini orang waras? Sebab kalau tidak sakit jiwa, tentunya tidak mungkin membakar sarana mencerdaskan anak-anak bangsa yang akan menjadi penerus.

Yang menyedihkan, anggota Gerindra, Yansen Binti, menurut polisi, juga merupakan tokoh setempat yang cukup berpengaruh di Palangkaraya. Untuk itu, agar tidak terjadi konflik kepentingan, dia dibawa ke Jakarta untuk diperiksa di Bareskrim. Dalam kasus ini, polisi menetapkan sembilan tersangka, termasuk Yansen.

Polisi menyebut Yansen sebagai auctor intellectualis (otak atau dalang) yang menggerakkan delapan tersangka lainnya untuk membakar. Yang perlu dipertanyakan, seperti inikah potret anggota legislatif daerah? Seperti inikah hasil pembinaan partai terhadap anggotanya. Di mana tanggung jawab partai. Tentu partai dapat mengelak, itu tidak terkait partai.

Akan tetapi, untuk sebuah partai yang bertanggung jawab, tentu juga bertanggung jawab atas tindakan anggota-anggotanya. Meski tidak terkait langsung, partai sebagai induk keanggotaan tersangka, harusnya tetap bertanggung jawab karena partailah yang mestinya membina para anggota. Untuk partai keseluruhan yang berkiprah di Indonesia, ke depan, harus ada semacam penandatanganan pakta integritas.

Isinya, partai harus bertanggung jawab atas perilaku anggota-anggotanya. Dengan kata lain, kalau ada anggota partai yang korup apalagi bertindak seperti anggota Gerindra ini partai bisa dibekukan atau dibubarkan. Hal ini penting agar partai politik benar-benar menyeleksi ketat keanggotaan. Jangan setiap orang diterima sebagai anggota tanpa melihat rekam jejak.

Selama ini, partai politik selalu lepas tangan untuk cuci tangan terhadap perilaku negatif anggota-anggotanya. Malahan, partai lalu menjaga jarak dengan anggota yang jahat agar tidak terciprat citra kejahatannya.

Komentar

Komentar
()

Top