Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 05 Mei 2018, 05:00 WIB

Literasi Kesehatan Era Digital

Foto: KORAN JAKARTA/ONES

Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) telah merilis hasil survei Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia tahun 2017 mencapai 143,26 juta jiwa (54,68 persen total penduduk). Dari jumlah tersebut, 49,52 persen berada di rentang usia 19-34. Diperkirakan penggunaan ponsel pintar di Indonesia menembus 50,08 persen dengan rata-rata durasi 1-3 jam per hari.

Penggunaan ponsel pintar saat ini bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga bagian gaya hidup dan kebutuhan dasar masyarakat era digital. Indonesia telah menjadi salah satu negara melek teknologi informasi dalam beberapa dekade terakhir. Akan tetapi, kemajuan pesat tersebut tidak sejalan dengan tingkat literasi.

Menurut studi "Most Littered Nation In the World 2016" tingkat literasi Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara, hanya setingkat di atas Botswana, sebuah negara di Afrika Selatan. Dalam sebuah test The Programme for the International Assessment of Adult Competencies-- tes kompetensi sukarela untuk orang dewasa -- 16 tahun ke atas oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2016 memperlihatkan, tingkat literasi orang dewasa Indonesia berada pada posisi terendah dari 40 negara yang mengikuti program ini.

Terpaan informasi menuntut untuk bijak dalam menghadapi derasnya berbagai arus informasi (information overload) termasuk informasi kesehatan. Tentu ini masih ingat tentang pesan broadcast daftar berbagai macam produk minuman instan yang dapat merusak otak. Klaim air mineral merek tertentu yang memiliki khasiat penyembuhan penyakit juga pernah menjadi polemik yang menimbulkan pro kontra.

Juga pernah ada tayangan televisi terkait alat kesehatan yang bisa menurunkan kadar kolesterol dan gula darah. Kementerian Kesehatan pada akhir tahun 2017 lalu telah menandatangani MoU terkait Pengawasan Iklan dan Publikasi Kesehatan dengan beberapa lembaga terkait. MoU ini diharapkan dapat membatasi informasi hoax melalui beredarnya iklan terkait produk kesehatan tertentu, termasuk pangan.

Masyarakat dituntut tidak menelan mentah-mentah informasi dalam ponsel, tetapi mampu secara literasi kesehatan untuk menangkal hoax kesehatan. Invasi hoax kesehatan sebenarnya dapat dicegah melalui edukasi. Melalui literasi kesehatan, diharapkan orang mampu menggunakan teknologi digital, komunikasi, dan jaringan dalam mengartikan, mengakses, mengatur, mengintegrasikan, mengevaluasi, menghasilkan dan mengomunikasikan informasi kesehatan.

Ini terutama yang terkait dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan. Dibutuhkan kemampuan literasi kesehatan untuk memaksimalkan pencarian informasi yang valid, akurat, dan dapat diandalkan. Rakyat harus bisa membaca petunjuk resep dan label obat. Kemudian, cara memilih obat yang baik. Juga harus bisa membaca label kandungan gula pada produk makanan/ minuman.

Literasi kesehatan yang baik juga diperlukan saat seseorang mencari informasi terkait gejala penyakit yang diderita atau orang lain. Berbagai macam media kini telah tersedia untuk memfasilitasi upaya literasi kesehatan secara digital. Salah satunya melalui media sosial.

Facebook, Twitter dan Instagram merupakan media sosial yang memiliki banyak konten dapat dijadikan sebagai referensi informasi kesehatan. Namun, pembaca juga harus tetap cerdas memilah dan memilih konten dengan sumber kredibel (tenaga medis, akademisi, praktisi kesehatan). Sebab menurut sebuah survey, 92 persen hoax justru bersumber dari media sosial.

Aplikasi

Selain media sosial, saat ini sudah banyak tersedia aplikasi kesehatan berbasis mobile (Mhealth Apps) yang dapat diunduh di ponsel pintar secara gratis. Sebuah jurnal internasional menulis, terdapat 8.000 Mhealth Apps di Google Play Application store. Kemudian, lebih dari 20. di Apple store.

Diperkirakan pada tahun 2018, sebanyak 50 persen penduduk dunia dari berbagai profesi mengunduh dan menggunakan Mhealth Apps tersebut. Aplikasi-aplikasi tersebut berisikan konten terkait info aktual berbagai isu kesehatan. Di antaranya, menghitung body mass index, kesehatan jantung, gaya hidup sehat melalui aktivitas fisik.

Ada juga fitur chat online dengan dokter/spesialis untuk konsultasi langsung kesehatan. Bahkan ada juga fitur layanan vaksinasi, imunisasi, dan cek laboratorium di rumah. Pentingnya literasi digital juga didukung penuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang pada tahun 2017 meluncurkan Gerakan Literasi Nasional (GLN).

Kemdikbud menuliskan bahwa literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan isu provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau penipuan. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif masyarakat. GLN juga mengenalkan konsep literasi digital di lingkungan keluarga agar terjadi berbagai peningkatan jumlah dan variasi.

Frekuensi literasi digital yang dibaca anggota keluarga meningkat. Keluarga haraus bijak menggunakan internet. Penguatan budaya literasi dapat dimulai dari keluarga. Orangtua diharapkan dapat menjadi teladan dalam menggunakan media digital yang bertanggung jawab.

Budaya literasi keluarga juga dapat meningkatkan kemampuan anggota dalam menggunakan dan mengelola media digital secara bijak, cerdas, cermat, dan tepat. Ini penting untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota keluarga sehingga lebih harmonis.

Gemasih Pintanine, Penulis Bekerja di Badan PPSDM Kesehatan

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.