Elga Ahmad Prayoga, Université de Genève
Ramadan membawa banyak pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan kaum muslim, termasuk dalam ragam bahasa dan cara berkomunikasi. Sepanjang bulan suci ini, umat Islam di Indonesia kerap menggunakan sejumlah istilah khusus atau jargon yang mungkin berbeda dengan jargon Ramadan di negara lain.
Jargon adalah daftar istilah yang secara spesifik dipakai oleh kelompok profesional atau sosial-budaya tertentu. Jargon membuat komunikasi berlangsung lebih mudah, karena informasi yang kompleks bisa tersampaikan dengan cara yang ringkas dan jelas.
Tujuan penggunaan jargon bisa bermacam-macam. Jargon berperan penting dalam membentuk dan memperkuat identitas kelompok, serta mempererat rasa kebersamaan dan saling memiliki. Jargon juga berfungsi untuk membedakan anggota komunitas dengan orang luar sekaligus melestarikan dan warisan budaya tertentu.
Jargon Ramadan ala Indonesia
Melalui penelusuran laman daring, pencarian di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan diskusi langsung, saya mendata berbagai jargon Ramadan yang biasa digunakan muslim Indonesia:
Jargon | Definisi |
---|---|
ahlan wa sahlan | Kependekan dari ungkapan dalam bahasa Arab yang artinya: Engkau kami anggap sebagai keluarga dan engkau singgah (di kediaman kami) dengan tenteram dan tanpa kesulitan. Kalimat ini digunakan untuk menyambut dan menghormati tamu yang datang |
berbuka | Mengakhiri puasa pada petang hari |
berkat | - Karunia Tuhan yang membawa kebaikan - Makanan dan sebagainya yang dibawa pulang sehabis menghadiri acara tertentu - Mendatangkan kebaikan; bermanfaat; berkah |
bulan puasa | Kata lain dari Ramadan |
fidiah | Denda—biasanya berupa makanan pokok, misalnya beras—yang harus dibayar oleh seorang muslim karena melanggar salah satu ketentuan dalam ibadah puasa karena penyakit, usia, dan sebagainya |
halalbihalal | Kegiatan maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat |
hijriah | Sistem penanggalan umat Islam berdasarkan peredaran bulan terhadap Bumi. Disebut Hijiriah karena tahun pertamanya terjadi peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah pada 662 Masehi |
hilal | Bulan sabit muda yang pertama kali terbit sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriah |
husnuzan | Prasangka baik |
iftar | Buka puasa |
iktikaf | Diam beberapa waktu di dalam masjid dengan niat ibadah |
imsak | Terbit fajar penanda mulai berpuasa |
infak | Pemberian atau sumbangan—dilakukan dengan harta atau material—untuk kebaikan |
kakaren | Makanan sisa kenduri atau Lebaran |
khatam | Selesainya membaca Al-Qur’an secara lengkap dari awal hingga akhir |
kuliah subuh | Ceramah rohani yang diberikan secara singkat selepas salat subuh |
kultum | Kuliah tujuh menit; ceramah singkat keagamaan |
lailatulqadar | Malam di antara sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, yang dianggap penuh keberkahan dan pelipatan pahala |
Lebaran | Kata lain dari Idulfitri, hari raya umat Islam |
marhaban ya Ramadan | Dalam bahasa Arab, artinya: Selamat datang Ramadan |
minal ‘aidin wal-faizin | Ungkapan dalam bahasa Arab yang artinya: Semoga kita semua termasuk golongan yang kembali (fitrah, suci) dan termasuk orang yang meraih kemenangan (melawan hawa nafsu), biasanya disandingkan dengan ucapan selamat Idulfitri. |
mudik | Pulang ke kampung halaman |
munggahan | Tradisi berkumpul dan makan bersama dengan keluarga atau teman untuk menyambut bulan Ramadan |
nasyid | Lagu keislaman, biasanya dinyanyikan secara berkelompok |
ngabuburit | Menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa |
nuzululquran | Waktu turunnya Al-Qur'an pertama kali sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad saw. pada tanggal 17 Ramadan |
nyadran | Berziarah untuk mendoakan leluhur keluarga dan membersihkan makam mereka menjelang Ramadan |
qada | Pelaksanaan kewajiban ibadah di luar waktu yang telah ditentukan |
sahur | Makan pada dini hari untuk persiapan melakukan ibadah puasa |
sedekah | Pemberian sesuatu—bisa dilakukan dengan non-harta atau non-material—untuk kebaikan |
selawat | Doa kepada Allah SWT, yang ditujukan untuk Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabatnya |
silaturahmi | Hubungan persahabatan atau persaudaraan |
suuzan | Prasangka buruk |
tadarus | Kegiatan membaca dan mempelajari kitab suci Al-Qur'an, biasanya dilakukan secara berkelompok |
tahniah | Ucapan selamat |
takbiran | Mengumandangkan takbir—Allahu Akbar ‘Allah Mahabesar’—sebagai bentuk pengagungan kepada Allah SWT, umumnya dilakukan pada dua hari raya, yakni Idulfitri dan Iduladha |
takjil | Camilan atau minuman untuk berbuka puasa |
taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim | Ungkapan dalam bahasa Arab yang artinya: Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadan) kami dan kamu. Wahai Allah Yang Maha Mulia, terimalah amalan kami, biasanya disandingkan dengan ucapan selamat Idulfitri |
tarawih | Salat yang hukumnya tidak wajib, yang dikerjakan selama Ramadan, setelah salat Isya dan sebelum salat Subuh |
zakat | Salah satu kewajiban dalam Islam, yang mengatur nilai harta yang wajib dikeluarkan kepada orang yang berhak menerimanya |
zakat fitrah | Zakat yang wajib diberikan oleh setiap orang Islam setahun sekali menjelang Idulfitri |
Sebagian besar istilah dalam daftar di atas adalah kata serapan dari bahasa Arab—bahasa yang dipakai dalam kitab suci Al-Qur'an. Sementara itu, sebagian kata diserap dari bahasa lainnya, seperti “munggahan”, “ngabuburit” dan “kakaren” dari bahasa Sunda, serta “nyadran” dari bahasa Sansakerta.
Namun, beberapa istilah dalam jargon ini tercipta melalui penyesuaian dengan konteks lokal di Indonesia. Misalnya, “halalbihalal” mendeskripsikan acara saling memaafkan pada hari Lebaran atau beberapa waktu setelahnya. Sebenarnya, tradisi khas muslim Indonesia ini lahir dari situasi politik yang bergejolak pascakemerdekaan.
Meski “halalbihalal” dibentuk dari kata “halal"—artinya: diizinkan—dalam bahasa Arab, tetapi istilah ini tidak dikenali dalam bahasa tersebut.
Selain itu, kebiasaan halalbihalal nyatanya tidak dilakukan di negara-negara berbahasa resmi Arab, seperti Mesir dan Arab Saudi. Contohnya, saat salat Idulfitri usai, para jemaah tidak berhalalbihalal dengan saling bersalaman sambil berucap maaf secara khusus, layaknya di Indonesia.
Begitu pula dengan kebiasaan meminta maaf—baik secara lisan maupun tulisan melalui pesan singkat—yang disertai ungkapan ”minal ‘aidin wal-faizin“ dan ”taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim“. Ini juga merupakan budaya muslim Indonesia, karena tahniah Idulfitri di negara lain biasanya hanya berupa ucapan selamat merayakan hari besar—tanpa permintaan maaf—meski terkadang diikuti juga dengan dua ungkapan di atas.
Selain contoh yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa tradisi dan istilah lain, seperti: munggahan, ngabuburit, nyadran, kuliah subuh, dan kultum, juga hanya ditemukan di Indonesia.
Sementara itu, kata "nasyid” telah mengalami penyempitan makna sebagai lagu tentang keislaman saja—biasanya dinyanyikan secara berkelompok. Padahal, makna “nasyid” sebenarnya dalam bahasa Arab, yakni suara atau syair untuk membangkitkan semangat dengan tema yang umum.
Kini, seluruh kata dalam jargon Ramadan telah tercantum dalam KBBI. Ini berarti jargon tersebut telah diakui dan terintegrasi dalam bahasa dan budaya Indonesia.
Tak hanya di Indonesia
Selain untuk melakukan refleksi secara spiritual tentang hubungan diri dengan Tuhan, Ramadan juga dijadikan kebanyakan orang muslim sebagai kesempatan untuk bertemu dan berkumpul dengan orang lain. Hal ini berdampak positif pada kohesi sosial dan komunikasi dalam komunitas mereka.
Bahkan, di Kairo (di Mesir) yang biasanya mobilitas perempuan untuk bepergian sendirian dibatasi oleh norma, sebuah penelitian disertasi mengungkap bahwa Ramadan justru menciptakan kondisi sebaliknya. Artinya, perempuan jadi lebih mudah memiliki akses ke ruang publik sepanjang Ramadan daripada di bulan-bulan lainnya. Tindak kejahatan menurun dan tempat-tempat publik menjadi relatif lebih aman, karena semua orang dituntut menjaga tingkah lakunya ketika menjalankan ibadah puasa.
Kegiatan-kegiatan semacam berbuka puasa bersama, tadarus, dan salat tarawih menjadi wadah untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi di antara umat Islam. Artinya, aktivitas tersebut mampu mempererat hubungan, menciptakan relasi baru, dan menjalin dialog, sehingga kekompakan komunitas meningkat secara keseluruhan.
Di negara-negara yang warganya bukan mayoritas muslim, khususnya di kawasan Amerika dan Eropa, kegiatan-kegiatan khas selama Ramadan seperti puasa, salat berjamaah, dan berbuka puasa bersama dianggap dapat meningkatkan visibilitas kaum muslim kepada masyarakat luas, terutama tentang praktik ibadah, ide-ide, dan pandangan mereka tentang Islam.
Di Inggris, studi menunjukkan bahwa penyelenggaraan acara berbuka puasa bersama secara rutin oleh pekerja muslim di tempat kerja telah meningkatkan kesadaran instansi terkait kebutuhan karyawan selama Ramadan. Hal ini mendorong permintaan akan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi perubahan rutinitas tidur dan tantangan yang dihadapi pekerja muslim selama bulan puasa, terutama di negara-negara Barat.
Terlebih lagi, saat ini, media sosial (medsos) memungkinkan umat Islam untuk terhubung secara global dan mendiskusikan makna menjadi seorang muslim modern secara terbuka. Medsos juga memberikan ruang kepada mereka untuk berbagi pengalaman dan tradisi, sehingga mendorong rasa keingintahuan dari kalangan non-muslim.
Tren di medsos ini telah memunculkan bentuk baru komunikasi tentang khazanah Ramadan berikut jargonnya kepada masyarakat luas, sehingga dialog antaragama menjadi hal yang lumrah. Di sinilah peran jargon untuk memperkuat ekspresi Ramadan yang berbeda-beda antarmuslim di belahan dunia, sekaligus memopulerkannya kepada non-muslim.
Tak sekadar ibadah, tapi juga ekspresi budaya
Ramadan bukan hanya bulan refleksi spiritual bagi umat muslim, tetapi juga momentum penting untuk mempererat hubungan sosial. Di Indonesia, Ramadan diwarnai dengan penggunaan jargon khusus yang memengaruhi cara berkomunikasi dan membentuk identitas komunitas muslim. Jargon tersebut mencerminkan adaptasi dengan budaya lokal.
Perkembangan medsos semakin memperluas jangkauan komunikasi tentang Ramadan. Umat muslim dapat berbagi pengalaman dan tradisi mereka secara global, serta mempromosikan pemahaman lintas budaya.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap jargon Ramadan menjadi krusial untuk meningkatkan toleransi dan komunikasi antaragama.
Sony Saepuloh telah membantu penulis untuk mencari padanan istilah-istilah dalam bahasa Arab.
Elga Ahmad Prayoga, Doctorant, Université de Genève
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.