Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Lawan Rezim Brutal dengan Bantuan Video Game

Foto : War of Heroes - The PDF Game

Gim “Online” I Anggota Angkatan Pertahanan Rakyat di Myanmar ­menunjukkan video game online War of Heroes di ponsel mereka.

A   A   A   Pengaturan Font

Seorang pensiunan guru sejarah di Myanmar bernama U Sein Lin belum pernah bermain video game seumur hidupnya. Tapi sekitar sebulan yang lalu, saat menggulir laman media sosialFacebook, dia menemukanWar of Heroes - The PDF Gamedan dia telah memainkannya hampir tanpa henti sejak saat itu.

Bagi Sein Lin, 72 tahun, membunuh tentara virtual Myanmar adalah cara berpartisipasi dalam perlawanan nyata terhadap militer yang kejam di negaranya yang telah membunuh ribuan warga setelah merebut kekuasaan lewat kudeta tahun lalu.

Sejak debut pada Maret,War of Heroestelah diunduh lebih dari 390.000 kali. Banyak pemain mengatakan mereka termotivasi oleh janji pencipta permainan video game ini untuk menyumbangkan hasil keuntungan yang mereka dapat untuk membantu membiayai pasukan perlawanan di Myanmar dan membantu mereka yang terlantar akibat pertempuran di kehidupan nyata.

"Meskipun saya tidak bisa membunuh tentara yang secara brutal membunuh warga sipil, membunuh dalam permainan juga memuaskan," kata Sein Lin. "Dengan satu atau lain cara, bermain game dan mengklik permainan sampai saya mati akan membantu revolusi," imbuh dia.

Militer Myanmar, yang dikenal dengan nama Tatmadaw, sebelumnya telah memerintah negara itu selama setengah abad dan telah lama berperang dengan warganya sendiri. Sejak menggulingkan pejabat terpilih dalam kudeta tahun lalu, rezim telah berusaha untuk menghancurkan perbedaan pendapat dengan menangkap para pemimpin oposisi, menembak mati pengunjuk rasa yang tidak bersenjata, membom perkemahan gerilyawan serta membakar ribuan rumah.

Banyak penentang rezim telah melarikan diri ke hutan, di mana mereka telah membentuk People's Defence Force (PDF) atau Angkatan Pertahanan Rakyat, pasukan tentara dengan lebih dari 60.000 pejuang di bawah kepemimpinan pemerintah bayangan yang menamakan diri mereka Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG). Selain itu sejumlah pejuang serupa menempatkan diri di daerah perkotaan dengan membentuk unit gerilya semi-otonom yang dikenal sebagai pasukan pertahanan rakyat setempat.

War of Heroesdiciptakan oleh tiga pengembang kelahiran Myanmar yang meninggalkan negara itu sebelum para jenderal merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021. Salah satunya, Ko Toot, mengatakan bahwa mereka termotivasi untuk membuat gim ini setelah penangkapan dan penghilangan kolega mereka di industri teknologi atau anggota keluarganya yang terlibat dalam protes antikudeta.

Versi berbayar dari gim ini dirilis pada pertengahan Juni lalu dan dalam beberapa hari saja gim ini mulai masuk dalam daftar 10 gim teratas di App Store Apple di Amerika Serikat, Australia, dan Singapura. "Setiap orang Myanmar di seluruh dunia sedang mengunduhnya," kata Toot.

Dalam permainan, pemain pergi berperang dan membunuh tentara rezim, naik peringkat saat permainan menjadi lebih sulit. Pada level yang lebih tinggi, pemain dapat menargetkan mata-mata sipil, selebritas pengkhianat yang mendukung junta dan pemimpin kudeta.

Sejauh ini, para pengembang gim ini mengatakan bahwa mereka telah menyumbangkan 90.000 dollar AS yang sekitar seperlima darinya telah digunakan untuk membantu orang-orang terlantar dan sisanya telah disumbangkan ke lebih dari dua lusin kelompok pertahanan lokal.

Kian Populer

Permainan ini telah menarik beberapa penggemar yang tidak terduga, di antaranya seorang biksu Buddha dan anggota Tatmadaw.

U Pyinnyar Won Tha, 32 tahun, seorang biksu di Lashio, sebuah kota di timur laut Myanmar, adalah pemain yang kerap memainkan gim ini. Meskipun Buddha mengatakan untuk tidak membunuh makhluk hidup, kata dia, orang-orang di Myanmar harus membela diri dari junta.

"Memainkan gim PDF bertentangan dengan ajaran Buddha, tetapi saya tidak merasa bersalah karena kami sekarat di bawah rezim militer," kata dia. "Jika seseorang mengancam hidup kita, kita harus membunuh mereka hanya untuk membela diri. Jika tidak, mereka bisa membunuh kita kapan saja," imbuh dia.

Permainan ini menjadi sangat populer sehingga beberapa tentara juga bermain. Sejak kudeta, jumlah pembelot meningkat. Mereka yang tetap di militer tetapi menentang rezim dikenal dengan julukan "semangka": hijau tentara di luar dan merah, mewakili gerakan pro-demokrasi, di dalam.

Seorang tentara, yang namanya dirahasiakan demi keselamatannya, mengatakan dia akan membelot jika dia bisa, tetapi dia tahu bahwa Tatmadaw akan membalas dendam pada keluarganya. "Setelah kudeta, saya benar-benar ingin membunuh para jenderal diktator dan tentara yang melihat rakyat sebagai musuh mereka," kata dia.NYTimes/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top