Sabtu, 01 Feb 2025, 16:57 WIB

Laporan: Tiongkok terus Mensubsidi Ekspor Fentanil

Presiden Joe Biden menyambut Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 15 November 2023 di California. Tiongkok telah sepakat untuk membatasi pengiriman bahan kimia yang digunakan untuk membuat fentanil, obat yang menjadi penyebab utama epidemi overdosis di AS.

Foto: Istimewa

WASHINGTON - Para penyelidik dari komite DPR Amerika Serikat, pada hari Selasa (28/1),  merilis sebuah laporan yang merinci apa yang mereka gambarkan sebagai bukti baru bahwa pemerintah Tiongkok terus "secara langsung" mensubsidi "pembuatan dan ekspor fentanil ilegal."

Dikutip dari National Public Radio (NPR), menurut laporan tersebut, pejabat Tiongkok mendorong produksi bahan kimia prekursor dengan memberikan "hibah dan penghargaan berupa uang kepada perusahaan yang secara terbuka memperdagangkan bahan fentanil ilegal."

Secara khusus, para peneliti menemukan perusahaan yang memproduksi prekursor dan analog fentanil dapat mengajukan keringanan pajak negara dan manfaat keuangan lainnya setelah mengekspor produk tersebut.

Fentanil jalanan telah memicu lonjakan kasus overdosis yang fatal, menewaskan puluhan ribu orang di AS setiap tahun.

Pemerintahan Jor Biden dan para ahli kebijakan narkoba mengatakan Tiongkok adalah sumber utama bahan kimia prekursor yang digunakan oleh geng narkoba Meksiko untuk memproduksi opioid jalanan yang kuat.

November lalu, sejumlah pejabat AS mengatakan mitra mereka di Tiongkok berjanji akan menindak tegas industri fentanil ilegal.

"Kami mengambil tindakan untuk secara signifikan mengurangi aliran bahan kimia prekursor dan mesin cetak pil dari Tiongkok ke belahan bumi Barat," kata Presiden Joe Biden, setelah pertemuan puncak dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping di California.

"Ini akan menyelamatkan nyawa dan saya menghargai komitmen Presiden Xi mengenai masalah ini."

Namun, lima bulan setelah pengumuman tersebut, sebuah laporan yang dihasilkan oleh tim bipartisan dengan Komite Khusus DPR AS mengenai Partai Komunis Tiongkok menemukan potongan pajak dan insentif lainnya tampaknya masih berlaku.

Peran Tiongkok dalam produksi fentanil telah didokumentasikan sebelumnya
Banyak temuan yang sebelumnya sudah diketahui oleh para ahli kebijakan obat-obatan. Temuan-temuan tersebut tampaknya mengonfirmasi laporan bahwa birokrasi pemerintah Tiongkok membantu produksi dan ekspor zat-zat terkait fentanil.

Dalam buku tahun 2019, Fentanyl, jurnalis Ben Westhoff menulis tentang "serangkaian keringanan pajak, subsidi, dan hibah lainnya" yang menguntungkan perusahaan Tiongkok yang memproduksi analog fentanil.

Investigasi NPR pada tahun 2020 menemukan jaringan perusahaan Tiongkok yang karyawannya secara terbuka memasarkan prekursor fentanil dan menjualnya kepada klien di Meksiko dan Amerika Serikat.

Akan tetapi, meskipun ada upaya diplomatik AS untuk membendung produksi prekursor, Tiongkok hanya berbuat sedikit untuk menegakkan hukum internasional dan domestik yang melarang produksi fentanil.

Menurut laporan DPR yang dirilis Selasa, pejabat Tiongkok tampaknya telah mengambil langkah-langkah untuk menyembunyikan insentif keuangan yang terkait dengan fentanil, tetapi gagal mengakhirinya.

Salah satu penyelidik mengatakan kepada wartawan bahwa jelas perusahaan berkontribusi langsung terhadap krisis overdosis dengan memanfaatkan manfaat yang tersedia melalui birokrasi Tiongkok yang rumit.

"Fakta bahwa [bahan kimia prekursor] ini disubsidi hanya untuk ekspor adalah apa yang memungkinkannya untuk disalurkan dengan harga yang murah," kata staf tersebut, yang berbicara secara anonim untuk menguraikan rincian laporan menjelang sidang komite hari ini.

Penyelidik mengatakan mereka menemukan bukti bahwa banyak perusahaan yang disubsidi memasarkan produk mereka langsung kepada pembeli gelap di Meksiko, menggunakan mata uang kripto untuk membantu menyembunyikan transaksi.

"Daripada menyelidiki pengedar narkoba, dinas keamanan (Tiongkok) tidak bekerja sama dengan penegak hukum AS, dan bahkan memberi tahu target investigasi AS saat mereka menerima permintaan bantuan," kata laporan itu.

NPR meminta komentar dari Gedung Putih pada Senin malam, tetapi tidak mendapat balasan hingga berita ini ditulis.

Laporan DPR menunjukkan sejumlah kemungkinan motif pemerintah China yang diduga membantu produksi fentanil ilegal.

"Krisis fentanil telah membantu kelompok kriminal terorganisasi [yang terkait dengan Partai Komunis Tiongkok] menjadi pencuci uang utama di dunia, memperkaya industri kimia [Tiongkok], dan berdampak buruk bagi warga Amerika," simpul para penyelidik.

Sidang komite hari Selasa akan mencakup kesaksian tentang peran Tiongkok dalam perdagangan gelap fentanil dari mantan Jaksa Agung AS William Barr, Ray Donovan, mantan Pejabat Badan Penegakan Narkoba, dan David Luckey, pakar kebijakan narkoba di RAND Corporation.

Dengan lebih dari 110.000 kematian akibat overdosis obat setiap tahun di AS, fentanil telah menjadi titik api utama dalam kampanye presiden 2024. Anggota staf yang terlibat dalam penyusunan laporan terbaru ini menggambarkan penyelidikan tersebut sebagai upaya bipartisan.

Redaktur: Selocahyo Basoeki Utomo S

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: