Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Peran Lembaga Pengawas

Kurang Peka, Kontribusi OJK pada Penanganan Krisis Sangat Minim

Foto : Sumber: UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai kurang peka terhadap krisis akibat dampak pandemi Covid-19.

Hal itu terlihat ketika otoritas fiskal dan moneter atau pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sudah mengerahkan semua daya upaya dengan berbagai insentif agar perekonomian bisa pulih, sedangkan otoritas pengawas lembaga keuangan hanya melakukan relaksasi aturan.

OJK tercatat hanya melakukan relaksasi aturan yang memungkinkan industri jasa keuangan lebih leluasa merestrukturisasi kredit dan pembiayaan. Namun, lembaga tersebut tidak peka untuk mengurangi tarif pungutan kepada industri jasa keuangan yang sedang terpuruk dan berusaha untuk bangkit.

Pakar Ekonomi dari Universitas Diponegoro Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan mestinya saat pandemi selain mengeluarkan aturan relaksasi kredit dan pembiayaan, OJK juga menunda atau mengurangi beban iuran ke industri.

"Hal itu dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Pertama, karena kondisi pandemi ini sulit bagi industri keuangan untuk meningkatkan pendapatannya. Belum lagi ada kemungkinan debitur menunggak kreditnya," kata Esther.

Selain itu, setiap pengumpulan dana harus jelas pertanggungjawaban kepada pemberi dana. "Jika uang itu dipungut dari industri keuangan maka wajib bagi OJK untuk melakukan transparansi ke mana alokasi uang itu digunakan," kata Esther.

Seperti halnya uang yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga wajib ada pelaporan, pengawasan, dan evalausi atas penggunaan dana tersebut.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan seharusnya OJK tidak membebani sektor jasa keuangan, tetapi lebih fokus dan mengutamakan tupoksinya dalam pengawasan agar masyarakat merasa terjamin memanfaatkan layanan jasa keuangan.

"OJK harus lebih bertaji sebagai pengawas seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu," kata Bambang.

Selain itu, OJK harus mampu memberikan ketenangan dan perlindungan kepada masyarakat terutama dalam penempatan dana.

OJK sendiri dalam pungutan iuran tahunannya ke bank umum, bank perkreditan rakyat, asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, modal ventura, dan lembaga jasa keuangan lainnya menetapkan besaran pungutan 0,045 persen atau minimal 10 juta rupiah dari total aset perusahaan.

Lanjutkan Pendidikan

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menjelaskan realisasi penerimaan pungutan tahun 2020 sebesar 6,21 triliun rupiah, sehingga dengan pagu anggaran tahun 2021 sebesar 6,2 triliun rupiah, maka terdapat sisa pungutan 11,6 miliar rupiah.

"Kelebihan pungutan akan digunakan untuk penguatan dan pengembangan pegawai dengan menambah pendidikan formal S2 dan S3 di luar dan dalam negeri," kata Wimboh.

n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top