Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kerja Sama Multilateral

KTT Davos Dibayangi Perdagangan Global yang Kacau dan Krisis Iklim

Foto : ISTIMEWA

Ajang World Economic Forum di Davos, Swiss

A   A   A   Pengaturan Font

DAVOS - Para pemimpin dunia dan bisnis mulai Senin (16/1) akan berkumpul di Davos dalam KTT Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF). Ajang tahunan ini dibayangi perang di Ukraina, krisis iklim, dan perdagangan global yang kacau.

Dilansir oleh Deutsche Welle, WEF di Davos selama setengah abad telah mengumpulkan para eksekutif dan pembuat kebijakan untuk mendorong globalisasi. Namun, proses itu sekarang mulai terhambat dan bahkan situasi cenderung berbalik, akibat ketegangan geopolitik baru dengan berbagai krisis yang sedang melanda dunia.

Pandemi Covid-19 meningkatnya persaingan AS-Tiongkok, dan terutama invasi Russia ke Ukraina telah membuat beberapa politisi dan pakar bahkan berspekulasi tentang "berakhirnya era globalisasi", yang dulu mulai bergulir cepat dalam satu dekade setelah pertemuan Davos pertama pada 1971.

Klaus Schwab adalah ilmuwan dan ahli ekonomi dari Jerman yang menggagas agenda pertemuan tahunan di Pegunungan Alpen setiap musim dingin itu. Sekalipun hanya berbentuk pertemuan informal tanpa kesepakatan mengikat, KTT Davos selama beberapa dekade selalu menjadi sorotan media, lembaga-lembaga internasional dan organisasi non-pemerintah. Namun, belum pernah dunia begitu terpecah seperti saat ini.

"Tema pertemuan kali ini adalah 'kerja Sama di Dunia yang Terfragmentasi'," kata ketua eksekutif dan pendiri WEF, Klaus Schwab, kepada wartawan minggu ini.

Kanselir Jerman, Olaf Scholz, dan Sekjen PBB, Antonio Guterres, termasuk di antara tokoh paling menonjol yang akan menghadiri forum tersebut, bersama hampir 400 menteri dan pembuat kebijakan, 600 CEO dan berbagai media, LSM, dan tokoh akademis.

Dampak Perang Dagang

Satu sesi akan membahas apakah sedang menuju "de-globalisasi atau re-globalisasi", sementara sesi yang lain akan mengkajiulang dampak perang dagang, perang nyata, krisis biaya hidup, dan krisis iklim.

"Tidak ada keraguan pertemuan tahunan ke-53 kami di Davos akan berlangsung dengan latar belakang geopolitik dan geoekonomi yang paling kompleks dalam beberapa dekade terakhir. Begitu banyak yang dipertaruhkan," kata Borge Brende, mantan menteri luar negeri Norwegia, yang kini menjadi presiden pertemuan itu.

Russia diperkirakan tidak akan diwakili secara resmi, menggarisbawahi perubahan mencolok sejak 2021, ketika Presiden Vladimir Putin masih berpidato kepada para delegasi melalui video, atau ketika dia 2009 hadir secara langsung.

"Ada beberapa tahun di mana terdengar nada harapan, bahwa kita akan kembali ke situasi normal yang lama. Saya pikir, sekarang harus diakui bahwa era itu telah berakhir," kata Karen Harris, seorang ekonom di perusahaan konsultan Bain & Company.

Konflik di Ukraina dan pengaruhnya pada kebijakan energi dan pertahanan global akan menjadi tema yang menonjol selama pertemuan lima hari di Davos. Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), Jens Stoltenberg, akan tampil tampil bersama Presiden Polandia, Andrzej Duda, yang meminta Barat lebih tegas lagi terhadap invasi Moskow.

Tidak jelas, apakah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, akan memberikan pidato lewat video seperti yang dia lakukan pada pertemuan Mei tahun lalu.Tetapi beberapa menteri dan pemimpin militer Ukraina akan termasuk di antara delegasi besar yang diharapkan bisa melobi untuk mendapatkan lebih banyak bantuan senjata dan dukungan keuangan dari Barat.

Perubahan iklim akan menjadi salah satu isu utama. Penyelenggara menyatakan tertarik untuk berdiskusi guna membantu mempersiapkan putaran pembicaraan global berikutnya, COP28, yang akan berlangsung di Uni Emirat Arab mulai 30 November mendatang.

Seperti biasanya, para aktivis berencana menggunakan pertemuan itu untuk kegiatan mereka. Terutama mereka ingin mengingatkan negara-negara kaya dan perusahaan energi tentang perlunya membiayai transisi energi negara-negara berkembang, dan membayar kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam akibat perubahan iklim.

Tapi seperti pada setiap tahun, sebagian besar aktivitas di Davos akan dilakukan secara tertutup di hotel bintang lima, tempat para CEO dan investor mengambil kesempatan untuk membuat kesepakatan dan membangun jaringan secara tatap muka.

Dalam beberapa KTT terakhir di Davos, kritik terhadap pertemuan tersebut sudah muncul, yang menuduh pertemuan itu hanya sekadar alibi saja untuk para pengusaha dan manajer tingkat tinggi, yang kemudian di ruang tertutup membuat deal-deal yang menguntungkan mereka saja.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top