KRI Nanggala-402
Foto: ANTARA/Oky LukmansyahKapal selam KRI Nanggala-402 dari jajaran Armada II Surabaya hilang kontak di perairan utara Bali, Rabu (21/4), sekitar pukul 04.25 WIB. Kapal selam mengalami kontak hilang ketika akan menerima otoritasi peluncuran torpedo nomor 8.
Peluncuran torpedo ini merupakan rangkaian kegiatan latihan yang tergabung dalam Gugus Tugas Penembakan Senjata Strategis TNI AL. Latihan ini sedianya digelar Kamis (22/4). Akan tetapi, akibat peristiwa ini memaksa latihan tersebut dibatalkan.
Setidaknya ada 53 personel yang ada dalam KRI Nanggala-402, yang harus diselamatkan. Mereka, meliputi 49 ABK, satu komandan satuan atas nama Letkol Laut (P) Heri Octavian, dan tiga personel arsenal.
Tim penyelamat harus berburu dengan waktu. KRI Nanggala-402 memang memiliki persediaan oksigen. Tapi, persediaan oksigen di KRI Nanggala-402 itu hanya untuk 72 jam ke depan, atau sekitar tiga hari setelah hilang kontak. Jadi, bila hilang kontak Rabu pukul 03.00 WIB, persediaan oksigen itu hanya sampai Sabtu pukul 03.00 WIB.
Kapal buatan Jerman pada 1977 itu bergabung dalam jajaran TNI AL sejak 1981. Sejak itu, KRI Nanggala-402 sudah 15 kali menembak torpedo kepala latihan. Kemudian juga telah menembak torpedo kepala perang sebanyak dua kali dengan sasaran kapal eks KRI dan hasilnya tepat sasaran.
Sertifikat kelayakan masih berlaku hingga tanggal 25 Maret tahun 2022.
Karena itu, TNI yakin kapal selam ini masih dalam kondisi layak beroperasi sehingga dilibatkan dalam Gugus Tugas Penembakan Senjata Strategis TNI AL.
Terlepas dari persoalan usia, teknis dan penyebab kapal itu tenggelam, yang paling penting saat ini adalah bagaimana secepatnya bisa menyelamatkan 53 personel yang ada dalam KRI Nanggala-402.
Singapura mengirim MV SWIFT Rescue, yang berangkat dan bergerak Rabu malam menuju perairan Bali, dengan estimasi tiga hari perjalanan. Kementerian Pertahanan mengerahkan KRI Rigel dan KRI Rengat dari Satuan Ranjau untuk mencari dengan piranti side-scan-sonar.
TNI Angkatan Laut juga telah mengirim sinyal ISMERLO (Internasional Submarine Escape and Rescue Liaison Officer) dan sudah ditanggapi oleh beberapa negara, antara lain Angkatan Laut Singapura, Australia, dan India.
Pencarian kapal selam KRI Nanggala-402 ini bukan hal mudah. Apalagi kondisi geografis Bali sebagai pulau vulkanik yang dikelilingi laut yang sangat dalam. Bali adalah pulau vulkanik yang dikelilingi oleh air yang sangat dalam - hingga 1.590 meter. Ini akan menjadi salah satu faktor yang akan menghambat peluang untuk menemukan orang yang selamat.
Kasus hilangnya KRI Nanggala-402 dapat menjadi momentum untuk melakukan evaluasi alutsista agar kejadian serupa tidak terulang kembali, termasuk evaluasi terkait perkembangan Minimum Essential Force (MEF) yang sudah berjalan 11 tahun. MEF merupakan kekuatan pokok minimal yang harus dimiliki untuk pertahanan suatu negara.
Ini perlu benar-benar dievaluasi agar dapat meminimalisir timbulnya permasalahan pada mesin atau peralatan pada alutsista yang bisa berakibat fatal terhadap prajurit yang bertugas di masa mendatang.
Evaluasi perkembangan MEF tersebut tidak hanya untuk kapal selam, namun juga alutsista matra lainnya, seperti TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Udara.
Berita Trending
- 1 Kasad: Tingkatkan Kualitas Hidup Warga Papua Melalui Air Bersih dan Energi Ramah Lingkungan
- 2 Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut
- 3 Tak Tinggal Diam, Khofifah Canangkan Platform Digital untuk Selamatkan Pedagang Grosir dan Pasar Tradisional
- 4 PLN Rombak Susunan Komisaris dan Direksi, Darmawan Prasodjo Tetap Jabat Direktur Utama
- 5 Sosialisasi dan Edukasi yang Masif, Kunci Menjaring Kaum Marjinal Memiliki Jaminan Perlindungan Sosial
Berita Terkini
- Semen Padang FC Tahan Imbang Klub Malaysia Super League dengan Skor 2-2
- Kader Golkar DKI Diminta Bekerja Keras Menangkan Cagub Jakarta RIDO
- Menekraf Luncurkan Program Baru di Aceh
- Terus Bertambah, Polisi Tetapkan 22 Tersangka pada Kasus Judi Online yang Libatkan Oknum Komdigi
- Timnas MLBB Putri Raih Kemenangan Sempurna Pada Laga Perdana IESF 2024