Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Polemik Pencalegan - Bawaslu Menyatakan Tidak Membuat Norma Baru

KPU: OSO Tak Masuk DCT Jika Tak Mundur dari Pengurus Partai

Foto : ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

SOROTI POLEMIK - Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva (kiri), Ketua Bawaslu Abhan (kanan) dan pakar hukum tata negara Said Salahuddin menyampaikan pendapatnya pada diskusi bertema “Masa Depan Putusan Bawaslu” di Media Center Bawaslu, Jakarta, Jumat (18/1). Diskusi tersebut membahas polemik atas tindak lanjut putusan Bawaslu mengenai pengabulan kepesertaan Oesman Sapta.

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPUU), Wahyu Setiawan menghargai sikap OSO yang enggan mundur sebagai Ketum Hanura, meski KPU telah memberinya waktu hingga 22 Januari agar mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik sebagaimana putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 dan sebagai syarat agar dapat dimasukkan dalam DCT.

Namun Wahyu menegaskan, pihaknya juga akan tetap pada pendiriannya yakni tidak memasukkan OSO ke dalam DCT. Wahyu juga belum memastikan langkah apa yang akan diambil menyikapi hal tersebut karena ia tak mau berspekulasi apapun. "KPU sudah memberi kesempatan. Hak Pak OSO kalau ia tidak mau mengundurkan diri, kan itu hak warga negara," tandasnya.

Sementara mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva menilai, Putusan Bawaslu Nomor: 008/LP/PL/ADM/ Rl/00.00/Xll/2018 tanggal 9 Januari 2019 yang memerintahkan KPU memasukkan Oesman Sapta Odang Odang (OSO) ke dalam daftar calon tetap (DCT) caleg DPD sudah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Hamdan, putusanBawaslu wajib ditaati KPU karena dalam memutus perkara administratif caleg DPD terkait OSO, Bawaslu menerapkan asas hukum 'in concreto', karena telah diterapkan dalam setiap perkara.

Yang dimaksud Hamdan sebagai asas 'in concreto' ialah, adanya putusan PTUN Jakarta No. 242 yang memerintahkan KPU menjalankan perintah untuk menerbitkan surat keputusan (SK) daftar calon tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019 yang memuat nama OSO di dalamnya. Bawaslu tidak merasa inkonsistensi dalam putusannya.

Karena ketika Bawaslu menolak gugatan sengketa administrasi nomor 036/PS.REG/BAWASLU/ IX/2018 atas nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, Abhan menjelaskan, bahwa saat itu yang menjadi patokan Bawaslu dalam memutus perkara ialah karena saat itu hanya ada putusan MK No: 30/ PUU-XVI/2018 yang bersifat "in abstracto" atau lebih kepada norma, sehingga Bawaslu tidak mengabulkan gugatan OSO untuk dimasukkan dalam DCT.

Namun setelah keluarnya putusan MA No.65P/ HUM/2018 dan putusan PTUN Jakarta No.242/G/SPPU/2018/ PTUN-JKT tanggal 14 November 2018, itu menjadi pegangan Bawaslu dalam memutuskan agar KPU memasukkan OSO ke dalam DCT. Hal itu dianggap Hamdan sebagai hal yang wajar dan bukanlah suatu pertentangan putusan antar lembaga pengadilan.

"Bagi saya putusan Bawaslu yang memerintahkan KPU terkait kasus OSO ini betul. Karena Bawaslu hanya mem-forward (meneruskan) putusan PTUN," ujar Hamdan dalam sebuah diskusi di media center Bawaslu, Jakarta, Jumat.

Bukan Norma Baru

Hal senada disampaikan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin berpendapat, jika KPU tidak menkalankan putusan Bawaslu untuk memasukkan OSO ke dalam DCT, maka sama saja KPU membiarkan 807 caleg DPD lainnya tidak sah atau cacat hukum.

Ketua Bawaslu Abhan, menilai dalam memutus perkara OSO tidak membentuk norma baru. Ia bersikeras putusan Bawaslu sudah sesuai dengan putusan MK, MA dan PTUN.

rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top