Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tata Kelola Negara I Investor Hindari Negara yang Korupsinya Tinggi

KPK: Tidak Sedikit Negara Gagal Wujudkan Cita-cita karena Korupsi

Foto : Sumber: Transparency International – Litbang KJ/an
A   A   A   Pengaturan Font

» Dana yang dikorupsi dapat menghapus hak-hak warga negara yang membutuhkan, terutama warga miskin.

» Korupsi kebijakan yang krusial seperti impor pangan membunuh nasib jutaan rakyat Indonesia.

JAKARTA - Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi (KPK) menyatakan sejumlah persoalan serius yang harus diselesaikan negara adalah bencana alam, terorisme dan radikalisme serta narkotika. Selain itu, masalah yang dinilai lebih serius lagi adalah persoalan korupsi yang harus dientaskan.

Hal itu kembali disampaikan Ketua KPK, Firli Bahuri, di hadapan 20 perwakilan partai politik pada acara kick off pendidikan politik cerdas dan berintegritas di Jakarta, baru-baru ini.

"Kenapa kita harus menyelesaikan persoalan korupsi, karena fakta menunjukkan ada dan tidak sedikit negara yang gagal mewujudkan cita-citanya karena korupsi merajalela," kata Firli.

Korupsi, jelasnya, bukan hanya sekadar tindak pidana yang diatur di dalam UU, namun merupakan suatu perbuatan kejahatan yang serius. "Kejahatan yang bisa merampas dan mengurangi hak-hak kita sebagai warga negara. Bahkan hak asasi manusia pun bisa dirampas karena korupsi. Karena itu, kami menganggap bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang juga melawan kemanusiaan," kata Firli.

Menanggapi pernyataan Ketua KPK, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan korupsi harus diberantas karena menghambat performa ekonomi suatu negara.

Korupsi, ketidaktransparanan dan ketidakstabilan kebijakan ekonomi, serta lembaga pemerintah yang tidak efisien akan meningkatkan risiko dan ketidakpastian iklim investasi, sehingga mengurangi aliran modal asing yang masuk. Korupsi di lembaga pemerintah juga akan mendistorsi investasi publik.

"Korupsi yang merajalela akan memperburuk integritas lembaga pemerintah dan meningkatkan keengganan investor asing untuk menanamkan modalnya ke suatu negara. Biasanya investor asing akan menghindari negara yang tingkat korupsinya tinggi," tegas Esther.

Di Asia, papar Esther, Singapura termasuk negara terbersih keempat di dunia dengan indeks persepsi korupsi sebesar 85 (Transparency International, 2018). Singapura mempunyai index economic of freedom terbaik kedua di dunia setelah Hong Kong, dengan skor secara umum sebesar 89,4.

Hal itu karena Singapura memberikan jaminan kepastian hukum baik dalam property right, integritas pemerintah, maupun efektivitas yudisialnya. Regulasi pun dibuat sangat efisien di bidang bisnis, tenaga kerja, maupun moneter.

"Investor pun nyaman, sehingga tidaklah mengherankan bila aliran modal asing ke Singapura juga relatif besar," kata Esrher.

Lebih lanjut dikatakan, negara dengan tingkat korupsinya rendah akan lebih menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya.

Kalau Indonesia berani mengentaskan korupsi yang dibarengi kepastian hukum yang jelas serta kebijakan yang lebih efisien, investor akan melirik dan berlomba-lomba untuk masuk.

Kejahatan Luar Biasa

Secara terpisah, pakar kebijakan publik dari Universitas Brawijaya Malang, Andy Fefta Wijaya, mendukung pernyataan ketua KPK tersebut karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary) yang dapat menghilangkan hak asasi manusia.

"Dana yang dikorupsi apalagi dalam jumlah yang sangat besar dapat menghapus hak-hak warga negara yang membutuhkan dana tersebut seperti masyarakat miskin, dan tertinggal. Oleh karena itu, pelaku tindak korupsi ini perlu diberikan hukuman yang berat," kata Andy.

Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan korupsi di birokrasi jadi masalah yang tak kunjung usai termasuk yang krusial seperti korupsi kebijakan yang membunuh nasib jutaan rakyat Indonesia. "Seperti impor pangan, ini kan korupsi kebijakan. Saat puncak panen malah impor, ini yang juga mesti jadi perhatian," kata Dwijono.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top