Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dugaan Penyimpangan - Pemberian Sumbangan Harus Dicatat Akurat

KPK Telusuri Rusaknya Alat Pendeteksi Tsunami

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Akibat tidak berfungsinya alat pendeteksi dini tsunami, Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyelidiki rusaknya alat tersebut.

JAKARTA - Tidak berfungsinya alat pendeteksi tsunami atau yang dikenal dengan buoy sehingga masyarakat Sulawesi Tengah (Sulteng) tidak mendapatkan peringatan dini tsunami dinilai terjadi kelalaian dan penyelewengan fasilitas milik negara. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berniat menyelidiki kasus tersebut.

"Buat kami itu jadi lebih menarik ketika kemarin early warning system dari tsunami itu enggak jalan. Itu menarik, (buoy) itu enggak jalan kenapa? Dapat dipastikan di sini ada kesalahan. Itulah yang coba kami dalami," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/10).

Rusaknya buoy mencuat setelah gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Sulteng, pada Jumat (28/9) lalu. Saat terjadi gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami biasa akan ada pesan singkat yang dikirim secara bersamaan kepada masyarakat. Namun, saat kejadian kemarin sistem tersebut tak berjalan.

Saut menyebut pihaknya bakal mempelajari tidak beroperasinya buoy untuk mendeteksi tsunami sejak 2012 silam. Tak berfungsinya buoy itu pertama kali disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Ya, nanti kami lihatlah, kenapa peralatan itu bisa enggak berfungsi semuanya. Kami akan coba pelajari dan jika terjadi penyelewengan akan kami ungkapkan ke publik," kata Saut.

Pemberian Sumbangan

Tidak hanya masalah rusaknya buoy, kata Saut, pihaknya juga akan mendalami pemberian dana dari sejumlah daerah kepada korban gempa dan tsunami di Sulteng. Pemberian sumbangan tersebut secara kasat mata memang tidak ada yang salah hanya saja dia mengingatkan bahwa pencatatan peruntukan dana tersebut harus jelas.

"Tapi yang saya katakan uang keluar-masuk mesti jelas peruntukannya. Mereka juga punya sumber dana dan lain-lain. Karena bisa saja masalah penggunaan dana bantuan itu bukan korupsi, melainkan kesalahan manajemen," katanya.

Saut menegaskan tidak menutup kemungkinan pihaknya akan membuka kantor di Palu, seperti saat gempa dan tsunami terjadi Aceh 2004 silam. Itu dilakukan karena dana bantuan, khususnya yang dari luar negeri dengan jumlah besar, harus dipantau penggunaannya agar tak terjadi penyimpangan.

"Kenapa dulu waktu kejadian Aceh KPK ada di sana, berkantor di sana? Ya bisa jadi nanti kami berkantor juga di Palu. Kalau angkanya cukup besar dan tidak efisien, nanti kan negara luar melihatnya kalau negara kita tidak amanah. Dari dana bantuan kemanusiaan tersebut, ada pihak yang ingin menyelewengkan," katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyebut Indonesia tidak lagi memiliki buoy untuk mendeteksi tsunami sejak 2012 silam. "Sejak 2012 enggak ada yang beroperasi, padahal dibutuhkan untuk peringatan dini. Bisa ditanyakan ke BMKG, mengapa 2012 sampai sekarang enggak diadakan, mungkin ya soal dana," kata Sutopo.

Sutopo saat itu mengeluhkan mitigasi bencana yang terkendala masalah anggaran. "Pendanaan bencana itu terus turun tiap tahun. Ancaman bencana meningkat, kejadian bencana meningkat, anggaran BNPB justru turun. Ini berpengaruh terhadap upaya mitigasi. Pemasangan alat peringatan dini terbatas anggaran yang berkurang terus," ujar Sutopo.

Pada Desember 2017, Sutopo juga pernah menyatakan hal serupa bahwa Indonesia memiliki total 22 buoy yang tersebar di perairan nusantara yang kondisinya rusak total. Buoy merupakan sistem pelampung yang diletakkan di tengah laut untuk mendeteksi gelombang pasang dan tsunami. Buoy ini adalah salah satu opsi teknologi pendeteksi dini tercepat atas peluang terjadinya tsunami di wilayah Indonesia.

mza/tgh/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Mohammad Zaki Alatas, Antara

Komentar

Komentar
()

Top