KPK Ingatkan BPKH Titik Rawan Korupsi Penyelenggaraan Haji
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengenai titik-titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.
Selain itu, KPK juga menemukan permasalahan soal penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang tidak sesuai dengan ketentuan dan berpotensi menggerus dana pokok setoran jamaah. Sebagai contoh, pada 2022, BPIH per jamaah sebesar Rp39 juta dari biaya riil seharusnya Rp98 juta per orang.
KPK menjelaskan bahwa pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji diperoleh dari setoran jamaah dan nilai manfaat dari dana kelolaan haji per tahun. Pada pelaksanaannya, dana tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu direct cost dan indirect cost.
Saat ini, indirect cost digunakan subsidi direct cost dengan membiayai selisih biaya penerbangan, akomodasi selama di Mekkah dan Madinah. Dengan kebijakan Pemerintah yang sejauh ini tidak menaikkan BPIH, dapat dilihat indirect cost (subsidi) terhadap direct cost semakin meningkat setiap tahunnya hingga lebih dari 50 persen.
Terhadap kondisi itu, Firli mengatakan harus segera ada solusi agar tidak menjadi "bom waktu", di mana indirect cost dari dana manfaat akan cepat habis, sehingga berpotensi merugikan jamaah yang masih dalam masa tunggu. KPK menilai jika kondisi itu terus berlangsung, maka dana manfaat itu akan habis pada 2026-2027.
Oleh karena itu, Firli mengingatkan BPKH melakukan perbaikan sistem pembiayaan haji, seperti melakukan efisiensi dengan memangkas hal-hal tidak diperlukan, agar pembiayaan tidak membengkak. Pos-pos yang dihilangkan tersebut dapat diganti atau memanfaatkan sumber daya yang selama ini tersedia.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Sriyono
Komentar
()Muat lainnya