![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Kotak Kosong Dalam Pilkada 2020
Bakal paslon Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa (mengenakan lurik) didampingi istri dan parpol pendukung usai pendaftaran di Kantor KPU Surakarta, Jumat (4/9).
Foto: ANTARA/Bambang Dwi Marwoto.Helat demokrasi tingkat daerah dimulai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah secara resmi membuka pendaftaran calon kontestan pilkada serentak tahun 2020 Jumat (4/09).
Yang menarik adalah dalam kontestasi bulan Desember ini setidaknya pemilihan kepala daerah di 34 daerah berpotensi besar diikuti calon tunggal melawan kotak kosong.
Tren calon tunggal melawan kotak kosong terus meningkat setiap tahun. Pada pilkada tahun 2015 terdapat tiga daerah yang memiliki satu calon. Jumlah itu terus naik, berturut-turut sembilan calon tunggal pada pilkada 2017 dan 16 pada tahun 2018.
Kini, jika kesepakatan politik yang sudah diumumkan tidak berubah, setidaknya dari 270 daerah yang bakal menggelar pilkada nanti, 34 di antaranya hanya akan memiliki satu pasangan calon.
Fenomena kotak kosong dalam pilkada ramai dibicarakan sejak Juli 2018. Saat itu kotak kosong mengalahkan calon tunggal pasangan Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal dalam pemilihan kepala daerah Kota Makassar. Kotak kosong menang dengan selisih suara 36.000 lebih,
Kotak kosong ini bisa jadi tidak mewakili kotak kosong yang nyata. Karena di Makassar saat itu sedianya ada 2 pasang calon wali kota. Pertama adalah pasangan Munafri Arifuddin -Rachmatika, dikenal dengan sebutan pasangan Appi-Cicu.
Pasangan kedua yang sedianya maju adalah petahana Ramdan "Danny" Pomanto-Indira. Atas putusan Mahkamah Agung akibat laporan dari pasangan Appi-Cicu, pasangan petahana Ramdan "Danny" Pomanto-Indira didiskualifikasi.
Keunggulan kotak kosong di Kota Makassar menjadi sejarah baru pilkada di Indonesia. Belajar dari pemilihan wali kota Makassar itu ternyata kekuatan rakyat masih memiliki peran besar dalam pemilihan umum. Mayoritas elite parpol pendukung pasangan Appi-Cicu, yakin akan menang gemilang tanpa lawan.
Tetapi kenyataan berkata lain. Ternyata hasilnya malah berbuah sebaliknya. Masyarakat lebih banyak memilih kotak kosong ketimbang calon tunggal dukungan partai politik, Kejadian ini sekaligus membantah kebiasaan yang kerap terjadi, sebagaimana dalam pilkada serentak 2015 dan 2017 calon tunggal selalu menang dalam pemilihan.
Selama ini partai politik memiliki dominasi kuat dalam perhelatan pesta demokrasi, sehingga terkadang menapikkan peran dan fungsi dari pemilik kedaulatan itu sendiri yaitu rakyat.
Kenyataan di pilkada Kota Makassar Juli 2018 itu seolah membuka lebar-lebar mata seluruh komponen bangsa, bahwa sejatinya pemilihan umum kepala daerah harus dapat benar-benar menampilkan tokoh pilihan rakyat, bukan hanya pilihan elite partai politik.
Minimnya calon pasangan kepala daerah dalam Pilkada penyebabnya sistemik. Pertama, partai politik belum memiliki sistem rekrutmen politik yang mapan dan demokratis. Alhasil, pencalonan dalam kandidasi politik, seperti Pilkada, hanya bersifat pragmatis, jangka pendek.
Kedua, ketentuan ambang batas pencalonan dalam Pilkada memberikan sumbangsih yang besar. Angka 20 persen kursi dan 25 persen suara justru memenjarakan partai politik dan mematikan inisiatif dalam melahirkan figur-figur baru untuk maju dalam pencalonan.
Ketiga, tingginya syarat dukungan dalam pencalonan perseorangan. Persoalan tersebut membuat jalur alternatif dalam pencalonan menjadi tidak produktif. Kata lain, banyak orang yang gagal dan terbebani dengan syarat-syarat yang berat.
Sejatinya partai politik merupakan kendaraan politik rakyat dalam mengisi kekosongan jabatan di pemerintahan. Calon tunggal memang tidak melanggar asas demokrasi, kepantasan pun tidak dilanggar. Masyarakat tetap memiliki dua pilihan,memilih calon yang tersedia atau mencoblos kotak kosong atau tidak menggunakan hak suara.
Tapi dengan calon tunggal ini masyarakat tak disuguhi calon alternatif. Rakyat tidak mendengar debat program dan visi-misi antarcalon. Pemilih tidak bisa memberikan suara kepada calon yang menawarkan konsep pembangunan terbaik. Ī½
Penulis: Arip, CS Koran Jakarta, Dika, Dimas Prasetyo, Dio, Fathrun, Gembong, Hamdan Maulana, Hayyitita, HRD, Ichsan Audit, Ikn, Josephine, Kelly, Koran Jakarta, Leni, Lukman, Mahaga, Monic, Nikko Fe, Opik, Rabiatul Adawiyah, Rizky, Rohmad, Sujar, Tedy, User_test_2, Wahyu Winoto, Wawan, Zaky
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Masih Jadi Misteri Besar, Kementerian Kebudayaan Dorong Riset Situs Gunung Padang di Cianjur
- 2 Ada Efisiensi Anggaran, BKPM Tetap Lakukan Promosi Investasi di IKN
- 3 Cap Go Meh representasi nilai kebudayaan yang beragam di Bengkayang
- 4 Regulasi Pasti, Investasi Bersemi! Apindo Desak Langkah Konkret Pemerintah
- 5 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara