Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Koruptor Jangan "Nyaleg"

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Suyatno

Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang larangan mantan terpidana korupsi (koruptor) menjadi calon legislatif segera dikirim ke Kemenkum HAM harus didukung demi politik yang bersih dan bermartabat. Sementara itu, masih saja Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan mantan napi korupsi dalam Pileg dikembalikan pada UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 240 Ayat 1 huruf g dalam rapat dengan KPU.

Ketiga lembaga ini menghendaki perlakuan mantan narapidana korupsi (napikor) dengan Pasal 240 huruf g tersebut dikatakan persyaratan caleg "tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana." Deklarasi di depan publik dianggap cukup untuk memenuhi persyaratan mantan napikor untuk dicalonkan sebagai caleg.

Penggunaan pasal itu menunjukkan telah berlaku tindakan mendegradasi tipikor selevel dengan tindak pidana biasa, bukan lagi extra ordinary crime. Syarat dan ketentuannya berlaku sama dengan tindak pidana biasa. DPR pun berpegang pada frasa secara terbuka dengan jujur mengemukakan pada publik akan membolehkan seorang mantan napikor untuk nyaleg.

Pegangan seperti itu yang patut dikembalikan pada rakyat dalam menginginkan para calon wakilnya untuk duduk di gedung DPR dan DPRD. Tentu mereka akan berkata, menginginkan wakil yang benar- benar bersih, bukan mantan napi. Penentuan caleg ini masuk dalam perspektif rekrutmen politik. Gabriel Almond (1956) mengatakan rekrutmen politik merupakan proses penyeleksian rakyat dalam kegiatan politik dan jabatan pemerintahan. Implikasi rekrutmen sangat berpengaruh terhadap arah perjalanan politik suatu masyarakat.

Prosesnya meliputi pemilihan, seleksi, dan pengangkatan seseorang atau sekelompok untuk menjalankan peranan tertentu dalam sistem politik atau pemerintahan (Ramlan Surbakti 2010). Proses itu bisa meliputi pendidikan, pelatihan sehingga seorang kandidat memperoleh kepercayaan untuk dicalonkan.

Pemilihan calon yang bersih akan melahirkan harapan berjalannya sistem politik yang maju dan berwibawa dalam menciptakan kesejahteraan umum berkeadilan. Terbebasnya caleg dari kasus korupsi bisa memberi nilai kredibilitas tinggi pelaksanaan pemilu. Saluran rekrutmen benar-benar merupakan arena untuk memilih putra-putri terbaik negeri yang bersih dari kasus korupsi dan pidana lainnya.

Pemilu juga dipercaya sebagai sarana demokrasi untuk membangun negara bersih dari korupsi melalui rekruitmen politik berkualitas. Cara ini memberi pemahaman, tersedia cukup banyak kader bisa dipercaya untuk menjadi wakil-wakil yang memikirkan kesejahteraan rakyat. Caleg bebas napikor juga dapat mendatangkan citra partai yang tak tercemar korupsi. Tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai akan semakin tinggi.

Banyak nilai positif bila larangan caleg napikor oleh KPU tersebut bisa diwujudkan. Di antaranya, menghapus paham upaya untuk memperlemah perlawanan terhadap korupsi. Mantan terpidana korupsi dan pidana lainnya tidak boleh mencalonkan diri. KPU melarang bekas terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual mecalonkan diri. Kian permisifnya terhadap koruptor untuk mencalonkan diri bisa diakhiri, apalagi bila vonis kasus korupsi semakin tinggi. Rata-rata vonis kasus korupsi semakin pendek. Tahun 2016 tercatat hanya dihukum dua tahun satu bulan, lebih pendek dari tahun 2013 yang masih dua tahun 11 bulan, rata-rata.

Larangan juga dapat menghindarkan kecenderungan sikap yang bermakna menyia-nyiakan kepercayaan publik. Masih banyak calon pemimpin unggul bersih dari kasus hukum.

Dampak lainnya, dapat mencegah penurunan partisipasi politik secara drastis. Peneliti Para Syndicate, Fahri Huseinsyah, mengatakan banyak warga tidak menggunakan hak pilih karena calon legislatif yang diusung terjerat kasus hukum dan tidak layak.

Ironisnya, ada juga kandidat tersangkut kasus hukum yang bisa terpilih. Berarti status terpidana seringkali ditutupi dengan cara-cara lain yang juga tidak fair agar terpilih. Kesadaran masyarakat untuk tidak memilih calon terpidana belum terbangun. Padahal masih banyak calon berintegritas. Status terpidana dibungkus dengan cara-cara yang melanggar aturan main pemilihan untuk menutup-nutupi kasusnya.

Dukung KPU

Ada cara mendukung agar larangan napikor menjadi caleg yang tengah diperjuangkan KPU bisa lebih diterima masyarakat. Rakyat harus tegas menyatakan menolak kandidat berstatus terpidana. Jangan dipilih kalau akhirnya tetap ada calon terpidana muncul di lembar kertas pemilihan.

Perlu membangun kesadaran untuk memilih calon dengan rekam jejak bersih. Berilah kesempatan pada para calon yang masih bersih dan jujur. Saatnya meninggalkan calon yang lihai memainkan dramaturgi. Pemimpin yang baik tidak akan menempuh cara-cara yang buruk. Memperluas kesadaran politik warga bahwa suara mereka sangat menentukan kualitas pemimpin. Pilihan sembarangan berdasar pertimbangan serampangan hanya akan melahirkan pemimpin buruk.

Sudah waktunya membangun kesadaran diri seseorang untuk tidak mencalonkan diri sebagai pejabat publik bila dirinya memang sebagai mantan terpidana korupsi. Para koruptor tahu diri jangan nyaleg. Para pemangku hak menyusun kebijakan untuk lebih arif mempertimbangkan kepentingan negara agar tidak menelurkan aturan main yang menjadi bumerang dan tatanan demokrasi yang sehat dan berkeadilan.

KPU dituntut lebih serius bekerja, jangan sampai meloloskan para koruptor. Tentu patut dipertimbangkan kecukupan waktu yang dibutuhkan untuk proses pemeriksaan kelayakannya. Demikian juga keterlibatan para pihak dalam ikut mengamati secara jeli kandidat anggota legilatif. Hal itu harus dibuka selebar-lebarnya kepada publik.

Partai politik harus berani tak mencalonkan koruptor sebagai caleg. Para calon legislator harus bersih dan berintegritas tinggi. Sudah saatnya parpol berani melakukan merekrut calon yang berkualitas dan kapabel. Tampilkan kader yang tidak bermasalah.

Penulis Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Terbuka

Komentar

Komentar
()

Top