
Kopi, si “Emas hijau” yang Menjadi Media Lukis di Tanah Papua
Lukisan dengan bubuk kopi.
Foto: antara fotoWAMENA – Nancy Imelda Nahuway dengan tenang mengambil bubuk kopi yang berada ditempat yang telah disediakan. Perempuan berkacamata itu lantas mulai menempelkan serbuk kopi dengan perekat atau lem, supaya bubuk kopi itu melekat pada desain yang telah dibuat di atas kulit kayu.
Secara perlahan, dengan penuh ketelitian, perempuan berusia 36 tahun itu mengerjakan bagian demi bagian dalam menyelesaikan lukisan di rumahnya yang dijadikan sebagai studio mini dalam menekuni karya seninya.
Kopi, bagi masyarakat Papua Pegunungan, memiliki nilai yang sangat berharga. Kopi, bahkan diistilahkan sebagai "emas hijau". Kopi Wamena dan Kopi Pegunungan Bintang telah terkenal hingga ke belahan dunia lain karena cita rasanya.
- Baca Juga: Bena, Kampung Adat dari Zaman Megalitikum
- Baca Juga: Uniqlo Segera Rilis Koleksi Musim/Panas Semi 2025
Hanya saja, di tangan Nancy Imelda Nahuway, wanita kelahiran Wamena atau biasa disebut lahir dan besar di Wamena (Labewa) itu, kopi diubah menjadi media untuk melukis.
Dengan sentuhan lembut tangannya, kopi yang biasa difungsikan sebagai minuman menjadi hasil karya seni lukis yang luar biasa.
“Kopi hanya satu warna coklat sehingga pintar-pintar kita untuk menggabungkannya dengan yang lain,” kata pelukis asal Wamena itu ketika berbincang-bincang.
Proses untuk membuat satu lukisan dengan media kopi memang cukup rumit karena kopi itu harus dibuat menjadi serbuk, kemudian ditempel menggunakan lem di atas kulit kayu.
Sebelum digunakan untuk melukis, biji kopi terlebih dahulu dikeringkan, kemudian disangrai dan digiling hingga menjadi serbuk, baru bisa digunakan sebagai media lukis.
Pekerjaannya pun harus pelan dan hati-hati, sesuai dengan pola yang disiapkan, sehingga hasilnya indah dipandang.
Media Campuran
Dalam menghasilkan satu karya seni yang diberi tema "Mama dan Noken", pelukis menggunakan metode media campuran.
Metode media campuran adalah teknik seni yang menggabungkan berbagai media dan cara untuk membuat karya seni. Teknik ini dapat menghasilkan lukisan, kolase, ilustrasi, atau lukisan wajah seseorang.
Selain kopi, Nancy juga menggunakan cat akrilik, lem, dan media ekspresi berupa kulit kayu.
Kulit kayu yang dijadikan sebagai media lukis tidak berasal dari daerah Papua Pegunungan, akan tetapi diterbangkan jauh dari Kota Jayapura, Papua.
Kulit kayu yang digunakan untuk media lukis ini biasa disebut oleh masyarakat Jayapura, khususnya Sentani, sebagai Khombouw. Khombow merupakan kerajinan tradisional yang diwariskan nenek moyang masyarakat Sentani.
Secara umum, teknik melukis menggunakan kopi mungkin sudah ada yang menerapkannya dengan menggunakan media kertas maupun kanvas, sedangkan media kulit kayu, mungkin hanya ada di masyarakat yang masih memelihara kearifan tradisional, sehingga mampu menghasilkan sebuah maha karya seni yang mengagumkan.
Ketika ditemui, Nancy mencoba menggambarkan sesosok perempuan gunung atau Papua Pegunungan yang sedang duduk menggunakan pakaian tradisional, dengan asesoris noken sebagai busana utama, sambil memegang kopi atau emas hijau.
Beberapa karyanya yang sudah selesai dikerjakan, saat ini terpajang bersama 10 lukisan lainnya di studio miliknya di sebuah gang di Wamena.
Kemampuan perempuan itu melukis diperoleh dari sang ayah yang juga seorang seniman lukis dari Wamena, namun berdarah Maluku.
Untuk membuat satu lukisan dengan menggabungkan kopi sebagai media lukis membutuhkan waktu satu bulan untuk menyelesaikannya.
Warna coklat pada kopi bubuk itu dipertahankan dan disesuaikan dengan lukisan yang dibuat untuk menghasilkan satu karya yang bagus.
Karyanya ini pun mendapatkan penghargaan dan decak kagum dari masyarakat yang datang melihat, termasuk Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Velix V Wanggai dan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Papua Pegunungan Herwin M Wanggai, ketika berkunjung ke tempatnya.
Kemampuan Nancy Imelda Nahuway sangat luar biasa, karena mampu melukis dengan metode modern, namun divisualisasikan di atas media tradisional, yakni kulit kayu.
Apalagi, perempuan ini membuat lukisan di atas "kanvas" kulit kayu dengan menggunakan "cat" berbahan kopi bubuk.
Ketika menyaksikan karya lukisan itu, termasuk memperhatikan prosesnya yang sangat rumit, Penjabat Gubernur Papua Pegunungan Velix V Wanggai hanya menyampaikan kalimat bahwa karya itu sangat luar biasa.
Tentu kemampuan Nancy ini perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, sehingga mampu menghasilkan karya seni lukis lainnya.
Keterampilan seni seperti Nancy, menurut Velix, sangat jarang ada, sehingga perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
Sebagai keterampilan rintisan, Pemperov Papua Pegunungan belum bisa berbuat banyak atas karya yang kini dikerjakan oleh Nancy. Hanya saja, pemerintah daerah terus mendukung setiap upaya kreatif yang dilakukan oleh warganya.
Kemampuan melukis dari perempuan berdarah campuran Papua dengan Maluku itu terus dipertahankan sebagai salah satu usaha mengembangkan kreativitas, sekaligus juga memiliki menggali nilai ekonomi kreatif dari bahan dasar yang dimiliki oleh daerah itu.
Ketika karya seni ini semakin dikenal dan semakin banyak yang meminati untuk dikoleksi, maka pundi-pundi uang akan mengalir ke Papua, saat ada wisatawan asing maupun Nusantara berkunjung ke lokasi itu.
Bagi Ketua TP PKK Papua Pegunungan Herwin M Wanggai, keterampilan Nancy itu perlu muncul dari perempuan-perempuan lain di Papua Pegunungan, untuk melestarikan kekayaan budaya lokal, sekaligus menjadi ajang peningkatan kesejahteraan warga melalui pengembangan ekonomi kreatif. Nancy Imelda Nahuway menjadi contoh bagi perempuan lain di Papua Pegunungan untuk bisa berkreasi dengan caranya dalam menampilkan sesuatu yang baik dan tentu mampu meningkatkan kesejahteraan bagi pelakunya.
Dia berencana mengembangkan seni lukis ini untuk nantinya dapat dipamerkan pada Festival Lembah Baliem, sekaligus untuk dijual ketika ada wisatawan asing maupun Nusantara yang tertarik.
Papua Pegunungan, sebagai daerah otonomi baru atau DOB, kawasannya berada di pedalaman Papua yang jauh dari hiruk pikuk suasana kota yang ramai, namun, di balik hutannya yang lebat itu tersimpan sejuta potensi budaya dan adat dari alamnya yang luar biasa.
Berita Trending
- 1 Cemari Lingkungan, Pengelola 7 TPA Open Dumping Bakal Dipidana
- 2 Bayern Munich Siap Rebut Kembali Gelar Bundesliga
- 3 Indonesia Akan Raup US$4,2 Miliar dari Ekspor Listrik EBT ke Singapura
- 4 Sabtu Pagi, Kualitas Udara Jakarta Masuk Kategori Sedang
- 5 Balai Bahasa NTT Perluas Pelayanan melalui Klinik Bahasa
Berita Terkini
-
Kemenag Gagas Teologi Hijau untuk Kelestarian Lingkungan
-
Berbicara di Tokyo, SBY Ajak Mahasiswa dan Akademisi Tetap Optimistis Memandang Indonesia
-
BMKG Prakirakan Masih Ada Potensi Hujan di Akhir Bulan Jelang Lebaran
-
Bikin Resah, Polisi Bubarkan Balap Liar di Rawasari Cempaka Putih
-
Grobogan Banjir Lagi, Perjalanan KA Semarang-Surabaya Terganggu