
Bena, Kampung Adat dari Zaman Megalitikum
Foto: ANTARA/Fransiska Mariana NukaDi sisi timur Gunung Inerie berdiri sejak zaman kuno Kampung Bena, yang dikenal sebagai salah satu perkampungan dari zaman megalitikum. Berada di Desa Tiworiwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, jaraknya sekitar 19 km dari Kota Bajawa, ke arah selatan.
Kampung Adat Bena. Foto RRI
Kampung yang terletak di puncak bukit dengan view Gunung Inerie yang memiliki ketinggian 2.245 meter di atas permukaan laut (mdpl). Bagi masyarakat ini gunung yang gagah menjulang di sisi barat itu menjadi tempat sakral, bagi masyarakat lama yang menganggap gunung sebagai tempat tinggal para dewa.
Selain memiliki pemandangan gunung, letaknya Kampung Bena dikelilingi oleh dataran tinggi berhutan bambu dan beringin yang lestari sepanjang masa. Dari desa ini Gunung Inerie yang bagaikan piramida berdiri kokoh di kejauhan yang seolah menjaga keberadaan masyarakat Bena.
Jejeran rumah adat di Kampung Tradisional Bena, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Foto ANTARA/Fransiska Mariana Nuka.
Penduduk Kampung Bena meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di gunung ini yang melindungi kampung mereka. Kampung ini membujur dari timur laut ke arah barat daya dengan rumat adat yang ada sebanyak 45 buah rumah.
Pintu masuknya berada di sisi utara, tempat masyarakat Desa Tiworiwu umumnya tinggal. Semakin masuk permukaan tanahnya semakin meninggi. Di beberapa tempat di atas tanah yang lapang, terdapat gazebo beratapkan daun.
Rumah adat di Bena tetap mempertahankan kontur asli tanahnya yaitu didirikan di atas tumpukan batu-batu alam yang besar. Tinggi sebagian batunya bahkan bisa seukuran tubuh orang dewasa dari 150-170 meter lebih, bahkan hingga 3 meter. Konturnya perkampungan Bena dibuat para leluhur berundak-undak, yang kemungkinan ada maksud khusus.
Tina Bebhe (38) menenun di Kampung Tradisional Bena, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Foto ANTARA/Fransiska Mariana Nuka.
Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Ngada, Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. Hingga kini pola kehidupan serta budaya masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Kampung Bena saat ini menjadi destinasi unggulan Kabupaten Ngada yang menjadi jujukan wisatawan terutama wisatawan mancanegara khususnya dari negara Jerman dan Italia yang mendominasi. Kampong kuno ini menarik bisa jadi karena memberi gambaran kehidupan masa lalu tanah Flores.
Di tengah-tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan yang mereka menyebutnya bhaga dan ngadhu. Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat.
Penduduknya termasuk ke dalam suku Ngada. Mayoritas dari mereka adalah penganut agama Katolik. Umumnya mata pencaharian dari mereka adalah peladang, khusus untuk kaum wanita masih ditambah dengan bertenun.
Pada awalnya hanya ada satu klan di kampung ini yaitu klan Bena. Perkawinan dengan suku lain melahirkan klan-klan baru yang sekarang ini membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat Kampung Bena menganut sistem kekerabatan matrilineal.
Kampung ini sudah tersentuh kemajuan teknologi tetapi masih menerapkan secara terbatas dalam kehidupan mereka seperti penggunaan energi listrik untuk penerangan. Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana yang hanya memiliki satu pintu gerbang untuk masuk dan keluar.
Kampung Adat Bena di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Foto ANTARA/Fransiska Mariana Nuka.
Bangunan arsitektur Bena tidak hanya merupakan hunian semata, tetapi memiliki fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan lokal dan masih relevan diterapkan masyarakat pada masa kini. Mereka mengelola lingkungan secara ramah lingkungan agar tidak merusak.
Buktinya masyarakat Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya dengan dibiarkan sesuai kontur asli berupa tanah berbukit. Bentuk kampung Bena menyerupai perahu karena menurut kepercayaan megalitik perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah yang menuju ke tempat tinggalnya.
Namun nilai yang tercermin dari perahu ini adalah sifat kerja sama, gotong royong dan mengisyaratkan kerja keras yang dicontohkan dari leluhur mereka dalam menaklukkan alam mengarungi lautan sampai tiba di Bena. Karena nilai kekunoannya, pada tahun 1995 Kampung Bena telah dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO. hay
Berita Trending
- 1 Negara Paling Aktif dalam Penggunaan Energi Terbarukan
- 2 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 3 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 4 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
- 5 THR Untuk Ojol Harus Diapresiasi dan Diawasi
Berita Terkini
-
Gunung Semeru Terus Erupsi, Tinggi Letusan Mencapai 1 Km
-
THR Pensiunan PNS Cair Mulai 17 Maret untuk 3,14 Juta Peserta Taspen
-
Rodrigo Duterte Diadili, Ribuan Pendukung Turun ke Jalan Menuntut Pembebasannya
-
Draper Kalahkan Rune untuk Raih Gelar ATP Masters Indian Wells
-
Indonesia Sumbang 30% Pekerja Pabrik Nike dan Adidas Global