Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Konsumsi Pangan Negara G20 Terlalu Berlebihan

Foto : Istimewa

Brent Loken, direktur pangan global WWF

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Konsumsi pangan di negara-negara yang tergabung dalam G20 terlalu berlebihan dan hal itu amat buruk bagi neraca emisi karbon. Kesimpulan ini ada dalam laporan pangan terbaru yang dirilis organisasi lingkungan World Wildlife Fund (WWF) pada Kamis (16/7).

Laporan WWF yang diberi judul Diet for a Better Future itu menyebutkan di antara negara anggota G20 hanya Indonesia dan India yang konsumsi pangannya cukup rendah untuk mencapai target iklim Paris, yaitu membatasi pemanasan global pada kisaran 1,5 derajat Celcius.

"Setidaknya diperlukan tujuh planet seperti Bumi untuk mempertahankan tingkat konsumsi pangan negara-negara G20. Jerman dan AS termasuk di antara yang paling rakus," kata laporan pangan terbaru itu.

Menurut Joao Campari dari WWF mengatakan bahwa laporan ini jelas menunjukkan bahwa konsumsi pangan di negara-negara G20 tidak berkelanjutan.

Dalam laporan WWF juga disinggung bahwa Argentina, Brasil, Kanada, Jerman, dan Amerika Serikat (AS) adalah di antara negara-negara yang secara berlebihan melampaui tingkat emisi karbon terkait pangan yang berkelanjutan.

"Sebagian besar karena tingginya konsumsi daging dan produk susu," kata laporan itu.

Emisi karbon dari konsumsi pangan negara-negara G20, yang mencakup sekitar 64 persen dari populasi dunia, saat ini menciptakan 75 persen dari total emisi terkait pangan global.

"Saat ini, orang-orang di beberapa negara mengkonsumsi terlalu banyak makanan yang salah dengan mengorbankan seluruh dunia," kata Brent Loken, direktur pangan global di WWF yang jadi penulis utama laporan itu. "Pola makan yang tidak seimbang di segelintir negara kaya ini merugikan iklim, kesehatan dan ekonomi," imbuh Loken, seraya menambahkan bahwa negara-negara kaya saat ini terlalu banyak membuang makanan.

Laporan itu disusun oleh EAT, organisasi nirlaba yang berbasis di Oslo dan telah memimpin penelitian kesehatan serta perubahan iklim dan juga menilai pola pangan negara-negara G20 dan memproyeksikan jejak karbon dari konsumsi pangan itu.

Dalam penjelasannya, Loken menerangkan bahwa makanan yang kita konsumsi dan bagaimana kita memproduksinya juga merupakan pendorong utama dalam munculnya virus mematikan seperti Covid-19.

"Pergeseran ke arah diet sehat dan berkelanjutan akan mengurangi risiko pandemi di masa depan," terang Loken.

Pemicu Emisi CO2

Dalam laporan itu juga menyinggung bahwa sekitar 40 persen emisi karbon dari produksi pangan global berasal dari peternakan dan limbah makanan. Daging dan produk susu adalah beberapa makanan yang paling tidak berkelanjutan tetapi paling banyak dikonsumsi di negara-negara G20.

Laporan itu juga mengidentifikasi bahwa di banyak negara, pola konsumsi jauh melebihi rekomendasi diet ramah lingkungan. Jerman misalnya merekomendasikan konsumsi 50 gram daging merah sehari, namun konsumsi rata-rata yang sebenarnya adalah hampir 110 gram, atau lebih dua kali lipat di atas rekomendasi nasional, bahkan hampir empat kali lipat di atas rekomendasi global yaitu maksimal 28 gram sehari.

Loken mengatakan, pola konsumsi pangan adalah salah satu sektor yang menentukan untuk membatasi emisi karbon, dan dapat dimanfaatkan untuk mendorong transformasi yang sangat dibutuhkan menuju pola makan yang lebih sehat dan berkelanjutan, dan pada akhirnya, sistem pangan yang lebih tangguh. DW/AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top