Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Mitigasi Risiko | Pemulihan di Banyak Negara Asia Pasifik Dinilai Relatif Kuat

Kondisi Ekonomi Global Sangat Dinamis

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Situasi ekonomi global saat ini berkembang sangat dinamis dan sulit hingga menciptakan tantangan besar bagi pembuat kebijakan, termasuk Indonesia. Karenanya, para pembuat kebijakan, baik fiskal maupun moneter terus memutar otak guna meredam dampak gejolak global yang mengancam pemulihan ekonomi dalam negeri.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi kini semakin memburuk akibat inflasi tinggi dan respons dari sisi moneter hingga berpotensi terjadi resesi yang bahkan tantangan itu terjadi di saat pandemi Covid-19 belum berakhir.

"Risiko global pun sekarang perlahan telah bergeser dari sebelumnya krisis kesehatan menuju ke berbagai guncangan ekonomi dan keuangan," Menkeu dalam ASEAN+3 Economic Cooperation and Financial Stability Forum di Jakarta, Jumat (2/12).

Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global melambat dari 6 persen pada 2021 menjadi hanya 3,2 persen pada 2022 dan makin lamban ke level 2,7 persen pada 2023.

Menurut Sri Mulyani, revisi ke bawah secara terus-menerus dari prospek ekonomi global ini memberikan perlombaan nyata yang kini harus dihadapi oleh negara-negara besar termasuk negara berkembang. Kondisi diperparah dengan berbagai faktor pemicu seperti perang di Ukraina yang ternyata meningkatkan risiko dalam bentuk krisis pangan, energi dan pupuk.

Perang tersebut telah menciptakan peningkatan inflasi yang terburuk dalam hampir 14 tahun bagi banyak negara maju hingga kemudian ditanggapi dengan pengetatan kebijakan moneter dan peningkatan suku bunga.

Langkah pengetatan kebijakan moneter dan peningkatan suku bunga menyebabkan tingginya capital outflow di banyak negara berkembang dan melemahnya mata uang.

Meski demikian, Sri Mulyani mencatat beberapa negara di Kawasan Asia-Pasifik masih memiliki kinerja yang baik seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Indonesia sepanjang triwulan I hingga III 2022. Dia mencontohkan, Indonesia bisa mempertahankan tingkat pertumbuhan di atas 5 persen selama empat kuartal berturut-turut dengan kuartal terakhir yaitu kuartal III-2022 yang mencapai pemulihan ekonomi sebesar 5,7 persen.

Permintaan domestik yang kuat dibarengi dengan ekspor yang kuat terutama ditopang oleh harga komoditas telah memberikan kontribusi sangat signifikan terhadap kinerja tersebut.

"Pemulihan di banyak negara Asia Pasifik lainnya juga relatif kuat. Lingkungan seperti ini akan menjadi salah satu tugas paling menantang yang harus dihadapi pembuat kebijakan pada 2023," kata Sri Mulyani.

Bauran Kebijakan

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyiapkan lima bauran kebijakan untuk tahun depan dalam rangka memperkuat ketahanan, pemulihan dan kebangkitan Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang akan melambat serta risiko terjadinya resesi di beberapa negara.

Lima kebijakan ini meliputi kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar keuangan serta kebijakan ekonomi keuangan inklusif dan hijau.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan lima arah kebijakan BI itu akan diperkuat dengan koordinasi erat bersama pemerintah pusat dan daerah serta mitra strategis melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

"Juga bersama Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah untuk mendukung pengendalian inflasi," katanya dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022 di Jakarta, Rabu (30/11).

Selain itu, dia turut memastikan penguatan sinergi kebijakan antara BI dengan fiskal pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) demi menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top