Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kisah Seorang Letkol TNI yang Terlunta-lunta Setelah Ikut Pemberontakan PRRI

Foto : Istimewa.
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pernah ikut bertaruh nyawa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, tapi di ujung hidupnya, dia terlunta-lunta. Jasanya seakan tak dihargai. Begitulah kisah Sjoeib, seorang mantan perwira TNI berpangkat Letnan Kolonel.

Di zaman revolusi kemerdekaan, di saat perang berkecamuknya, Sjoeib adalah satu dari sekian juta anak republik yang ikut mempertaruhkan nyawa. Namun, mengutip buku Sejarah Nasional Indonesia dan Umum, yang ditulis oleh Nana Supriatna, karir Sjoeib di TNI berakhir tragis.

Adalah keterlibatannya dalam gerakan PRRI/Permesta yang membuat nasib Sjoeib sebagai tentara berujung suram. Gerakan PRRI/Permesta sendiri oleh pemerintah Soekarno saat itu dicap sebagai pemberontakan yang ingin mengganti pemerintah. Atau dalam kata lain, gerakan itu adalah upaya kudeta. Gerakan separatis yang ingin memisahkan dari pemerintah yang sah.

Operasi militer pun digelar. Ahmad Yani, Jenderal yang terbunuh dalam peristiwa G30S PKI dipercaya memimpin operasi penumpasan PRRI/Permesta.

Ketika itu, Ahmad Yani masih berpangkat Kolonel. Waktu PRRI meletus adalah perwira tangan kanan Letkol Ahmad Husein, eks Asisten II KSAD, salah satu pemimpin PRRI dari kalangan militer.

Sebagai tangan kanan Letkol Ahmad Husein dipercaya untuk berhubungan langsung dengan Central Intelligence Agency (CIA). Lewat Sjoeib, CIA memberikan bantuan berupa senjata dan dana. Tapi sejarah mencatat, pasukan TNI yang dikirim dari Jakarta akhirnya bisa melumpuhkan kekuatan PRRI/Permesta.

Kota Padang, bisa diduduki dalam waktu singkat. Pasukan PRRI pun lantas menyingkir untuk melanjutkan perlawanan dengan cara gerilya. Sjoeib ikut bergerilya.

Setelah dua tahun bergerilya, Sjoeib menyerahkan diri pada tahun 1961. Ketika para pemimpin PRRI/Permesta ditahan, Sjoeib dibiarkan bebas.

Namun nasibnya bukan berarti lebih baik. Justru ia dikucilkan. Sjoeib pernah terlunta-lunta di Padang. Namanya tak pernah direhabilitasi. Sjoeib juga tak mendapat abolisi.

Tahun 1969, Sjoeib hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, kehidupannya tak juga membaik. Kemudian ia menetap di kawasan Condet, Jakarta Timur, tinggal di sebuah rumah sederhana. Di rumah itu, Sjoeib melanjutkan sisa hidupnya. ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top