Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kisah Heroik Saat Pasukan Siliwangi Mengobrak-abrik Markas Pasukan Elit Belanda

Foto : Istimewa.
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Ketika Belanda menjajah Indonesia kedua kalinya pasca dikumandangkannya kemerdekan pada Agustus 1945, mereka tak hanya mengirimkan pasukan reguler. Tapi Belanda juga mengirimkan Korps Speciale Troepen (KST) pasukan elit mereka.

KST atau pasukan baret hijau adalah pasukan elit Belanda. Ya, bisa dikatakan ini adalah Kopassus-nya Belanda. Salah satu komandan KST yang dikirim ke Indonesia dan terkenal dengan kekejamannya adalah Kapten Raymond Westerling.

Ketika telah tiba di Indonesia, pasukan elit ini bermarkas di Batujajar, Jawa Barat. Kini, bekas markas KST ini oleh TNI dijadikan Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus atau disingkat (Pusdiklatpassus), kawah candradimuka bagi prajurit calon personil Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Sebagai pasukan khusus, KST memang ditakuti para tentara republik. Apalagi dalam setiap operasi, pasukan KST kerap bertindak brutal. Namun bukan berarti para pejuang republik takut sepenuhnya, hingga tak berani berhadap-hadapan dengan KST. Bahkan ada satu kisah heroik, ketika sekelompok tentara republik dengan beraninya mengubrak-abrik markas KST di Batujajar.

Siapa kelompok tentara republik yang punya nyali besar mengubrak-abrik markas KST? Pasukan tentara republik yang bernyali besar itu adalah pasukan Batalyon 22 Djaja Pangrerot Brigade Guntur Divisi Siliwangi. Pasukan ini dipimpin oleh Mayor Soegih Arto.

Dikisahkan, pada satu malam bulan Juli 1948, pasukan Batalyon 22 Djaja Pangrerot Brigade Guntur yang punya lambang Kepala Gajah ini diam-diam menyatroni markas KST. Mereka berhasil menyelinap masuk markas, untuk kemudian melakukan serangan secara mendadak.

Terang saja, serangan mendadak ini bikin pasukan KST yang ada dalam markas kocar-kacir. Mereka tak menyangka, ada pasukan republik yang begitu berani menyerang langsung ke dalam markasnya.

Moehidin, salah satu anggota pasukan Batalyon 22 Djaja Pangrerot bercerita, begitu berhasil masuk markas KST, serangan langsung dilancarkan. Beberapa personel KST yang sedang ada dalam markas kalang kabut.

Mereka sempat gelagapan diserang mendadak. Beberapa personel KST berhasil ditewaskan. Senjatanya langsung dirampas. Bahkan di dalam, salah satu anggota pasukan sempat mencorat-coret tembok markas KST.

"Inilah gajah Soegih Arto!" Begitu coretan yang ditinggalkan pasukan Batalyon 22 Djaja Pangrerot di dinding markas KST.

Walau sempat kalang kabut, tapi karena pasukan khusus, KST dengan cepat pula bisa mengorganisir serangan balik. Pasukan Batalyon 22 Djaja Pangrerot pun bisa dipukul mundur dan kabur keluar dari markas. Gara-gara peristiwa itu, Westerling, komandan KST berang bukan main. Ia memerintahkan pasukannya untuk bisa menangkap Soegih Arto hidup atau mati.

Soegih Arto pun jadi buruan nomor wahid KST. Dan demi bisa menangkap buruannya, pasukan KST kerap melakukan tindakan brutal membunuh dan memperkosa warga dengan tujuan memancing keluar Soegih Arto dan pasukannya. Tapi yang diburu, sangat licin. Westerling sampai dibuat pusing.

Westerling juga pernah kirim surat ke Soegih Arto mengajak untuk berunding. Namun ajakan berunding tak pernah digubris oleh Soegih Arto. Soegih Arto merasa ajakan berunding itu tak lebih sebagai akal bulus Belanda untuk menangkapnya, seperti yang dialami Pangeran Diponegoro. ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top