Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kisah Dua Perwira TNI AU Gugur di Malaysia, yang Kemudian Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional

Foto : Istimewa

Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dan Marsma TNI Anumerta R Iswahjudi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dua perintis berdirinya TNIAngkatan Udara ini namanya diabadikan jadi nama Pangkalan Udara di Indonesia. Dua perintis Angkatan Udara itu yakni Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dan Marsma TNI Anumerta R. Iswahjudi.

Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, namanya diabadikan jadi nama Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta. Sementara, Marsma TNI Anumerta R. Iswahjudi, namanya diabadikan jadi nama Pangkalan Udara di Magetan, Jawa Timur.

Pemerintah telah menetapkan keduanya sebagai Pahlawan Nasional. Penetapan ini berdasarkan Keputusan Nomor 063/TK/Tahun 1975 tentang Penetapan Gelar Pahlawan Nasional kepada Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dan Marsma TNI Anumerta R. Iswahjudi yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia. Dua tokoh perintis berdirinya TNI AU dinilai sangat berjasa dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Sejarah mencatat, keduanya gugur saat menjalankan tugas negara. Dikisahkan pada tahun 1947, Komodor Udara Abdul Halim Perdanakusuma dan Komodor Muda Udara R. Iswahjudi mendapat perintah dari Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma untuk melaksanakan misi operasi ke Muangthai (Bangkok).

Keduanya pun berangkat ke Bangkokdengan menggunakan pesawat Avro Anson VH-BBY (RI- 003). Misi yang diemban dua perwira Angkatan Udara itu adalah melakukan penjajakan lebih jauh tentang kemungkinan pembelian senjata dan pesawat serta melakukan inspeksi terhadap perwakilan RI dalam mengatur penukaran dan penjualan barang serta memasukkan barang Singapura ke wilayah Indonesia.

Setelah menyelesaikan tugas di Bangkok, Pesawat RI-003 yang dipiloti Komodor Muda Udara R. Iswahjudi take off menuju Singapura. Namun saat dalam perjalanan pesawat terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak Malaysia.

Kabut tebal menghalangi pandangan sang pilot. Cuaca buruk itu yang kemudian mengakibatkan pesawat jatuh di Labuhan Bilik Besar, antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut.

Mengutip laman resmi TNI AU, laporan pertama tentang kecelakaan tersebut diterima oleh polisi Lumut dari 2 orang warga China penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30, tanggal 14 Desember 1947.Berita jatuhnya pesawat RI-003 ini pun kemudian mendapat perhatian luar biasa. Berita kecelakaan pesawat bahkan disiarkan oleh surat kabar berbahasa Inggris The Times dan Malay Tribune yang terbit pada 16 Desember 1947.

Di Indonesia, peristiwa tersebut diumumkan secara resmi oleh Kasau Komodor Soerjadi Soerjadarma di Markas Besar AURI di Jalan Terban Taman Nomor 1 Yogyakarta. Saat itu, banyak tokoh politik dan masyarakat Malaya menaruh simpati atas terjadinya peristiwa naas tersebut. Mereka juga bersimpati terhadap perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.

Menurut laman resmi TNI AU, karena di daerah Lumut belum ada makam untuk orang-orang Islam, maka pemakaman dilaksanakan di Teluk Murok yang jauhnya lebih kurang 30 km dari Lumut. Disamping itu, pihak polisi menghendaki agar ada persetujuan dari pihak Pemerintah Indonesia. Sehingga pemakaman baru dilaksanakan menurut tata cara agama Islam pada tanggal 19 Desember 1947.

Jenazah dua perwira Angkatan Udara ini disemayamkan di Masjid Adki dengan diselimuti Bendera Merah Putih. Di atas makam itu, oleh Cik Gu Zaenal Abidin Bin H. Ibrahim dipancangkan nisan yang bertuliskan jenazah Komodor Muda Udara A. Halim yang gugur di Tanjung Hantu tanggal 14 Desember 1947.

Pada 10 November 1975 bertepatan dengan peringatan hari pahlawan kerangka jenazah dua perintis Angkatan Udara ini kemudian dipindahkan dan dimakamkan kembali dengan upacara kemiliteran di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top