Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketua Umum PBSI Agung Firman Sampurna

Keuangan PBSI Dikelola Eksekutif

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Prestasi bulu tangkis maju-mundur. Belakangan selalu gagal memboyong piala beregu, seperti Thomas dan Uber. Diam-diam di tengah pandemi Covid-19, Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia mengadakan musyawarah nasional untuk memilih ketua umum. Apakah dengan pengurus baru, bulu tangkis akan lebih berjaya?

Mempertahankan prestasi jauh lebih sulit daripada merebutnya. Ungkapan itu layak menjadi tantangan bagi Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Indonesia Periode 2020-2024, Agung Firman Sampurna. Pria yang juga menjabat Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia itu secara aklamasi terpilih pada Musyawarah Nasional (Munas) PBSI, 6 November 2020 lalu.

Agung bertutur tentang motivasinya menjadi ketua umum. Langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk memajukan prestasi bulu tangkis. Dalam kesempatan itu, dia juga sedikit menyinggung tentang kepengurusan PBSI di bawah kepemimpinannya yang segera terbentuk. Untuk mendalami semua itu, wartawan Koran Jakarta, Beni Mudesta, mewawancarai Ketua Umum PBSI, Agung Firman Sampurna. Berikut petikannya.

Secara aklamasi Bapak terpilih jadi Ketua Umum PP PBSI, apa sebenarnya motivasi memimpin bulu tangkis?

Ada beberapa yang penting. Di dalam visi misi, saya menyampaikan sejarah panjang bulu tangkis Indonesia yang erat kaitannya dengan sejarah negara ini. Tahun 1948, Bung Karno berharap agar bulu tangkis yang sudah eksis di Indonesia mulai dari tahun 30-an menjadi semacam sarana untuk memperkenalkan Indonesia ke negara-negara luar. Jadi, pada saat itu bulu tangkis dianggap sebagai sarana aktualisasi identitas bangsa. Dulu, Bung Karno sangat serius. Hal tersebut disampaikan tahun 1948. Tanggal 5 Mei 1952, PBSI terbentuk. Dua tahun kemudian, keluar keputusan Presiden No 263 Tahun 1953. Isinya, Bung Karno mengharapkan target Indonesia masuk sepuluh besar dalam kejuaraan olahraga internasional. Setelah tahun 53, pada tahun 58 terjadi kejutan yang dibuat pemain-pemain bulu tangkis kita di Singapura.

Apa kejuatannya?

Pada kejuaraan tersebut, pemain-pemain kita ternyata berhasil masuk ke final. Bukan hanya itu, bahkan terjadi All Indonesian Final. Itu sebuah sejarah pertarungan legendaris All Indonesian Final antara Ferry Sonneville dan Tan Joe Hook. Tahun 1975, kita pertama kali memboyong Piala Uber.

Bagaimana dengan Piala Thomas?

Kalau tahun 1975, kita mendapat Uber Cup, maka setahun kemudian, 1976, kita berhasil meraih Piala Thomas. Bahkan, Indonesia menang 9-0 atas Malaysia. Itu sangat istimewa karena pada tahun tersebut, dua piala yang menjadi lambang supremasi bulu tangkis dunia berada di tangan Indonesia. Jadi, bisa dilihat bahwasannya bulu tangkis bukan sekadar olahraga prestasi. Kini, bulu tangkis sudah menjadi industri untuk para profesional yang ada di dalamnya. Tetapi, jika dikelola dengan baik, olahraga ini juga punya potensi menjadi alat pemersatu bangsa. Saya tertarik untuk itu.

Jadi, apa alasan pokoknya?

Jadi, saya ingin mendorong agar bulu tangkis bukan hanya satu olahraga yang membuat kita sehat, tetapi olahraga rakyat Republik Indonesia. Apalagi sudah sangat popular dan akan menjadi alat pemersatu. Syaratnya, kita punya satu lambang supremasi internasional bulu tangkis. Itulah alasan saya menerima permintaan teman-teman pengurus PBSI Provinsi dari awal tahun 2019 sampai awal 2020. Selama ini, saya tolak secara halus. Akhirnya saya setujui. Jadi, pencalonan sudah dari tahun 2019. Teman-teman PBSI daerah minta saya untuk menjadi penasihat.

Ooo… sudah lama dirayu?

Ya, dari sanalah awalnya. Harapannya, kalau saya di kepengurusan bisa mendorong pemerintah daerah agar lebih peduli bulu tangkis dengan memberikan bantuan atau support setiap kegiatan bulu tangkis di daerah. Dalam kepengurusan periode sebelum ini, saya memberikan sambutan. Di situlah pertama kali saya kenal dengan pengurus pusat PBSI saat itu. Dari situ kemudian terjalin komunikasi yang intensif.

Apa yang dibahas dalam komunikasi?

Dalam komunikasi itulah, saya menyampaikan pandangan-pandangan tentang cara membangun olahraga ini secara umum. Kemudian, secara khusus bagaimana keadaan bulu tangkis. Lalu, bagaimana kemudian peran bulu tangkis bukan sekadar olahraga, tetapi bisa menjadi semacam alat pemersatu bangsa. Itu sudah terjadi pada era 70-an dan 80-an. Masa tersebut, saat rakyat belum punya saluran televisi yang banyak. Setiap akan ada dua pertandingan, jalan-jalan di Jakarta menjadi sepi. Utamanya adalah pertandingan petinju Muhammad Ali dan bulu tangkis.

Bapak juga Ketua BPK, pasti amat sibuk. Apakah lima tahun terakhir mengikuti perkembangan bulu tangkis Indonesia dan PBSI?

Ya. Saya juga intens mengikuti perkembangan, secara khusus sekitar dua tahun terakkhir. Saya memang terbiasa mempelajari sesuatu. Pekerjaan mengharuskan saya memanfaatkan waktu yang singkat untuk mendapat informasi sebanyak-banyaknya. Jadi, saya sangat intens melihat sejarah, masalah, dan sebagainya. Itu kurang lebih delapan bulan terakhir. Mereka datang, kemudian bertanya kepada saya berbagai macam yang menjadi bidang keahlian. Akhirnya, saya tertarik juga mendalami.

Saya sampai kepada suatu kesimpulan, mereka (PBSI) sudah punya sistem. Kita akan memutakhirkan berbagai hal, baik dari segi tata kelolanya, rekrutmen pelatih, atau atlet. Mereka juga sudah punya sistem untuk kemitraan. Tetapi, semua memang perlu dievaluasi untuk meluruskan agar sesuai dengan situasi sekarang agar memberi peluang terbuka bagi bakat baru di seluruh Indonesia.

Maksudnya?

Artinya, dari Sabang sampai Merauke, tidak fokus hanya pada satu daerah, satu provinsi, atau satu klub. Tapi, dari seluruh wilayah Indonesia dicari pemain berbakat. Kemudian pada saat sama, kita berharap daya tarik olahraga bulu tangkis mampu menarik minat industri untuk terlibat. Sebenarnya ini sudah terjadi. Barangkali tinggal pengelolaanya, dalam segi kemitraan dan sebagainya.

Kami ingin membuka lembaran baru. Nanti saya akan minta para sponsor rapat beserta dengan dewan pengawas untuk membuat audit laporan keuangan. Kemudian, hasil audit dilaporkan secara terbuka ke publik. Dengan begitu, para pengurus PBSI mengetahui jumlah uang masuk. Uang digunakan untuk apa dan berapa banyak. Kira-kira seperti itu. Kami ingin membangun trust. Dengan membangun trust (kepercayaan) internal, kita bisa menjadi solid. Kita tidak mungkin menjadi alat pemersatu, andai secara internal sendiri belum bersatu.

Terkait lembaran baru di kepengurusan, apakah termasuk transparansi dan akuntabel?

Ya, salah satunya adalah soal transparansi dan akuntabilitas. Kemudian, kami mau juga memperbaiki hubungan dalam konteks sponsorship. Hubungan kemitraan ini juga penting. Kami akan membuka keran seluas-luasnya kepada setiap perusahaan nasional baik swasta nasional maupun negara untuk berpartisipasi dalam olahraga ini. Kami paham bahwa banyak olahraga yang punya potensi di Indonesia. Tetapi akan lebih baik kalau kita fokus pada olahraga yang mekanisme pembinaannya sudah jelas. Kebetulan PBSI punya pelatnas yang berlangsung terus menerus selama satu tahun.

Tapi, pemusatan latihan hanya satu titik di Jakarta. Kami mau membuka akses paling tidak ada lima region di seluruh Indonesia. Dari situ kami bisa mendapat bakat-bakat baru. Semua membuka akses seluas-luasnya terhadap anak bangsa. Kemudian punya minat dan bakat untuk ikut di dalam olahraga bulu tangkis dalam konteks pencapaian prestasi atau menjadi profesional.

Bisa dijelaskan makna profesional?

Pada saat saya bicara profesional, tentu saja harus bicara industri karena tidak mungkin orang jadi profesional kalau bukan profesinya. Kami mau jadi salah satu profesi yang harus jadi industri. Kalau jadi industri, dia harus punya daya jual. Lalu, kami akan lihat potensi bisnis mana yang bisa dikembangkan ke bawah. Yang penting, ketua umum dan sekjen PBSI tidak ikut campur di situ. Kalau tidak ikut campur, pengurus bisa membawa organisasinya ke ranah di mana setiap orang bisa berpartisipasi secara optimal serta tidak ada keraguan. Biasanya ketua ikut-ikutan menjadi calo karena ingin mendapat sesuatu.

Karena itulah, ketua umum dan sekjen tidak lagi terlibat dalam pengelolaan keuangan. Akan kita bentuk manajemen eksekutif. Mereka inilah yang akan melaksanakan pengeloaan baik dari aspek kepelatihan, rekrutmen atlet, atau pembinaan klub. Itu nanti akan dikelola oleh manajemen eksekutif. Mereka akan dibayar secara resmi dan direkrut secara profesional. Sedangkan kami yang terplih di Munas, akan memberikan kebijakan dalam konteks organisasi. Keputusan yang menyangkut orang di pengurus provinsi, pembuatan peraturan organiasai, keputusan-keputusan yang bersifat strategis, pelantikan pengurus di 34 provinsi, itu yang akan kami lakukan. Kami akan menjadi inspirator mereka. Kami akan mengikuti mereka supaya di daerah-daerah mendapat perhatian dan haknya.

Apakah nanti Bapak akan lebih sering terjun ke daerah?

Saya pikir ini masalah manajemen. Sebagai gambaran, Badan Pemeriksa Keuangan, memeriksa 2.400 triliun rupiah APBN. Kebayang kan kalau kemudian dibuat sama. Kami buat analisis simpel saja dulu mana bagian yang dianggap penting. Itu yang kami ulas. Pada bagian tersebut, kami lakukan pengujian. Lalu kami susun di tempat yang harus diurus langsung. Untuk bagian pelantikan pengurus, mereka perlu tanda tangan ketua umum atau sekjen. Itu untuk memberikan mereka rasa bangga.

Tapi kalau kami bicara pembinaan klub, mereka yang akan lakukan. Kami hanya melakukan evaluasi. Apalagi sekarang sudah ada teknologi informasi, sudah bisa video conference. Itu memungkinkan kami mendapat informasi secara cepat. Walaupun pada tempat yang jauh dan berbeda dapat disatukan . Dalam kondisi disatukan itu komunikasi langsung terjalin.

Komunikasinya seperti apa?

Sekarang sudah kami optimalkan mekanisme komunikasinya. Jadwalnya kami atur. Tata kelola kami perbaiki. Kemudian pelatnasnya dioptimalkan. Jadi, intinya leadership dan strateginya di manajemen. Kalau tidak punya leadership, tidak bisa punya manajemen yang efektif karena tidak didengar. Kalau orang percaya, apa yang diputuskan sesuatu yang dibutuhkan organisasi. Harus punya inovasi dalam segi pengelolaan. Memberikan kesempatan kepada seluruh sistem organisasi untuk meraih yang bisa digunakan agar organisasi menjadi maju. Itulah gunanya sistem karena tidak mungkin menguasai segala-galanya. Jadi, sekali lagi leadership yang penting. Seseorang harus membuktikan punya determinasi, tidak ditekan pihak mana pun, kelompok mana pun dan hanya akan berbuat untuk kepentingan organisasi.

Terkait sponsor, apakah Bapak akan menggaet sponsor-sponsor baru?

Saya pikir begini, yang dilakukan sponsor sebenarnya terkait dengan kegiatan usaha mereka. Kami tentu tidak membatasi, tetapi memperluas gambarannya dulu. Karena kesalahan, barangkali ada sesuatu yang perlu dievaluasi pada kepengurusan lama. Ada kesan dibatasi. Nah, sekarang kami perlu membuka kesempatan kepada siapa saja. Pola sponsorship itu bukan charity, tapi corporate branding. Karena yang namanya bulu tangkis adalah olahraga yang menjual. Maka kami memberi kesempatan sama pada mereka untuk aktivitas marketing dan kontribusi. Paket-paketnya sudah kami siapkan. Ada macam-macamlah. Kami sudah punya beberapa.

Bagaimana kalau ada kejuaraan, tapi masih pandemi?

Nah, memang persoalannya kan sekarang bukan di situ (sponsor), tapi pendemi Covid-19. Kalau kami mau menyelenggarakan event olahraga, protokol kesehatan harus diterapkan. Jadi, selain menerapkan protokol kesehatan, jumlah yang menonton langsung juga akan terbatas. Memang sulit dibayangkan orang bisa dapat keuntungan. Tapi, kami perlu bertahan dan ada beberapa event di antaranya tetap diselenggarakan dalam rangka kesinambungan pembinaan. Kami sedang melihat polanya. Yang penting, kegiatan tidak putus dan mekanisme pembinaan tetap jalan. Atlet dilatih. Ada perekrutan. Proses perekrutannya akan menarik minat orang juga. Itu juga akan berdampak secara ekonomis.

Apakah Bapak sering bermain bulu tangkis?

Saya selama beberapa bulan belakangan seminggu dua kali main bulu tangkis, hari Selasa dan Kamis, habis salat magrib sampai pukul sembilan malam.

Siapa pebulu tangkis idola?

Saya pilih Ferry Sonneville. Menurut saya, dia sosok yang istimewa. Dia tadinya atlet jiu-jitsu. Jadi dia awalnya atlet jiu-jitsu, baru kemudian menekuni bulu tangkis.

Apakah mantan atlet akan dilibatkan dalam kepengurusan?

Ada beberapa bidang yang akan kami serahkan kepada mantan atlet. Ada juga yang kami serahkan kepada aktivis, mereka yang sudah mendedikasikan hidupnya selama sepuluh tahun terakhir untuk kemajuan bulu tangkis Indonesia. Akan ada muka-muka lama dan orang-orang baru. Kami berharap nanti ada chemistry yang mendorong terlaksana program-program PBSI dengan lancar.

Kami harus melanjutkan dengan kerja keras, disiplin, upaya dan perjuangan sama-sama. Kami rebut kembali supremasi bulu tangkis. Bagi saya, organisasi akan maju kalau didukung anggotanya. Akan sulit tanpa dukungan dari elmen-elemen di dalamnya. n G-1

Riwayat Hidup Agung Firman Sampurna


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top